Lonjakan Utang Publik Dunia: Sebuah Alarm bagi Masa Depan Fiskal Global
Agnesya Maharani October 30, 2025 08:40 AM
Dalam beberapa tahun terakhir dunia menghadapi fenomena yang semakin mencemaskan yakni utang publik yang naik ke level yang belum pernah dicapai sejak era pasca-Perang Dunia II. Laporan terbaru dari International Monetary Fund atau IMF memperingatkan bahwa dalam skenario yang realistis rasio utang publik global bisa melewati 100 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia pada tahun 2029. Angka tersebut menandai level tertinggi dalam beberapa dekade dan memunculkan banyak pertanyaan mengenai keberlanjutan fiskal banyak negara.

Dari Krisis ke Krisis

Peningkatan utang publik secara global tidak muncul secara tiba-tiba melainkan merupakan akumulasi dari beberapa tekanan besar. Pertama ketika pandemi COVID-19 melanda banyak negara terpaksa meningkatkan pengeluaran secara drastis baik untuk kesehatan sosial maupun stimulus agar ekonomi tidak runtuh dan beban itu kemudian menjadi warisan fiskal yang sulit dikendalikan. Kedua pasca-pandemi banyak negara menghadapi pertumbuhan ekonomi yang melambat artinya pendapatan negara tidak tumbuh secepat sebelumnya sehingga rasio utang terhadap PDB otomatis membesar meskipun jumlah utang nominalnya tidak melonjak secara ekstrem. Ketiga suku bunga global yang cenderung naik setelah periode “ultra rendah” tekanan geopolitik gangguan rantai pasokan serta tuntutan belanja publik jangka panjang seperti pensiun transisi energi dan adaptasi iklim semuanya ikut meningkatkan beban utang. Keempat bagi banyak negara berkembang tekanan ini semakin parah karena ruang fiskal sempit dan akses ke pembiayaan yang semakin mahal.

Fakta yang Harus Dilihat

Beberapa fakta utama menunjukkan bahwa situasinya memang memburuk. Utang publik global kini diperkirakan sudah mendekati sekitar 93 persen dari PDB dunia dan jika tren ini terus berlanjut maka pada akhir dekade kemungkinan akan melewati angka 100 persen. Dengan tingkat beban utang seperti itu banyak negara kini berada di ruang yang sangat sempit bila terjadi guncangan ekonomi atau keuangan karena mereka memiliki sedikit “ruang manuver” untuk bertindak.

Risiko yang Mengintai

Mengapa lonjakan utang ini menjadi isu penting bagi semua negara bukan hanya bagi mereka yang utangnya besar karena beberapa risiko nyata terus mengintai. Pemerintah yang utangnya tinggi akan semakin sulit untuk melakukan stimulus ketika terjadi resesi atau krisis ekonomi karena ruang fiskalnya sudah terpakai untuk pembayaran utang dan bunga. Beban pembayaran bunga dan pokok utang akan semakin besar menyedot anggaran yang bisa seharusnya digunakan untuk belanja produktif seperti pendidikan infrastruktur dan inovasi. Apabila investor kehilangan kepercayaan maka suku bunga pinjaman bisa melonjak dan pembiayaan utang menjadi sangat mahal atau bahkan tidak lagi bisa diperpanjang yang mengarah ke krisis utang suatu negara. Ada juga risiko terjadinya spiral beban utang yaitu utang naik beban bunga naik defisit melebar utang naik lagi dan tanpa aksi siklus ini bisa memperparah kondisi fiskal. Karena banyak negara besar berada dalam posisi rentan maka implikasi global bisa besar ketika salah satu pemain utama mengalami krisis utang efeknya bisa menular ke pasar keuangan internasional aliran modal dan kepercayaan investor global.

Relevansi bagi Indonesia

Walaupun Indonesia bukan satu‐satunya pemain dalam peta utang global kondisi ini tetap sangat relevan bagi kita. Sebagai negara berkembang yang akses pembiayaan luar negerinya cukup besar perubahan suku bunga global dan aliran modal bisa sangat mempengaruhi beban utang dan nilai tukar rupiah. Pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa rasio utang terhadap PDB tetap dalam batas yang aman dan lebih memprioritaskan penggunaan utang untuk belanja yang benar-benar produktif seperti infrastruktur pendidikan dan teknologi daripada konsumsi murni saja. Penting pula bagi Indonesia untuk membangun cadangan fiskal dan buffer agar ketika terjadi guncangan eksternal misalnya krisis global atau pelemahan ekonomi negara tetap memiliki ruang untuk bergerak tanpa harus menambah utang baru secara drastis. Untuk masyarakat dan investor kondisi ini berarti bahwa risiko makroekonomi dan fiskal harus diperhitungkan dalam keputusan investasi dan kebijakan keuangan pribadi.

Apa yang Bisa Dilakukan

Beberapa langkah strategis sangat direkomendasikan oleh para analis dan IMF untuk mengatasi tantangan ini. Reformasi fiskal yaitu negara‐negara harus berusaha menyeimbangkan antara penerimaan dan pengeluaran memperkuat basis pajak dan memastikan belanja publik diarahkan ke hal yang produktif. Manajemen utang yang bijaksana harus dilakukan yaitu struktur utang jangka waktu jenis bunga mata uang harus dikelola dengan baik sehingga risiko bisa ditekan utang jangka pendek atau utang luar negeri dalam mata uang asing tanpa pendapatan yang sesuai harus dihindari. Pembangunan buffer dan cadangan yaitu negara perlu memiliki “amunisi” fiskal ketika guncangan datang agar tidak tergantung menambah utang secara tak terkendali. Transparansi dan akuntabilitas yaitu data utang publik yang terbuka dan dipahami publik akan meningkatkan kepercayaan investor dan dapat menurunkan biaya pembiayaan. Fokus pada pertumbuhan jangka panjang yaitu karena utang yang tinggi akan lebih mudah dikelola dalam kondisi ekonomi yang tumbuh cepat maka investasi ke sektor produktif menjadi sangat kunci.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.