MK Tak Terima Permohonan Ubah Batas Maksimal Usia Pemuda Jadi 40 Tahun
kumparanNEWS October 30, 2025 03:40 PM
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tak dapat menerima permohonan untuk mengubah batas maksimal usia pemuda menjadi 40 tahun.
"Tidak dapat diterima," kata Ketua MK, Suhartoyo, membacakan putusan nomor 178/PUU-XXIII/2025 dalam sidang di MK, Jakarta, Kamis (30/10).
Gugatan itu diajukan oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DKI Jakarta, yang diwakili oleh Husnul Jamil selaku Ketua Umum, Syafiqurrohman selaku Sekjen, Hamka Arsad Refra selaku Direktur LBH, dan M. Isbullah Djalil selaku Sekretaris LBH.
Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Arsul Sani mengatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut.
"Bahwa dalam uraian kedudukan hukumnya, Pemohon tidak dapat membuktikan dalam akta pendiriannya dan atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Pemohon, yakni Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) tentang organ yang berhak mewakili untuk dan atas nama KNPI di dalam atau di luar pengadilan," kata Arsul.
Perbesar
Sidang pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (30/10/2025). Foto: Jonathan Devin/kumparan
"Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan a quo," lanjutnya.
Karena Pemohon tak memiliki kedudukan hukum, maka MK tak mempertimbangkan pokok permohonan lebih lanjut.
Dalam permohonannya, para Pemohon mempersoalkan batas usia pemuda dalam UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. MK diminta untuk mengubah batas maksimal usia pemuda dari yang sebelumnya 30 tahun menjadi 40 tahun.
"Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun."
Menurut para Pemohon, pembatasan usia warga kategori pemuda hanya sampai 30 tahun telah menimbulkan diskriminasi terhadap warga yang berusia di atas 30 tahun. Padahal, menurut mereka, warga di atas 30 tahun masih tergolong youth atau pemuda baik secara sosiologis, biologis, maupun psikologis.
"Bahwa akibatnya, warga negara yang berusia 31-40 tahun terhalang untuk berserikat dan berkumpul dalam wadah kepemudaan yang dilindungi oleh negara, padahal hak berserikat dan berkumpul bersifat fundamental dan universal," tutur para Pemohon dikutip dari berkas permohonannya di situs MK, Kamis (2/10).
Para Pemohon juga menilai pembatasan usia pemuda hanya sampai 30 tahun menciptakan perlakuan hukum yang berbeda antara warga negara 30 tahun ke bawah dengan yang telah berusia 30 tahun ke atas. Padahal, lanjut Pemohon, PBB menetapkan youth hingga 35 tahun.
"UNESCO & PBB menetapkan youth hingga 35 tahun, bahkan di beberapa yurisdiksi sampai 40 tahun," ujar Pemohon.
"Bahwa pembedaan tersebut tidak memiliki dasar ilmiah maupun proporsionalitas, sehingga bersifat arbitrer dan menimbulkan diskriminasi usia yang bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil," imbuhnya.
Dengan begitu, para Pemohon menilai pembatasan usia maksimal pemuda 30 tahun tersebut bersifat arbitrer atau sewenang-wenang. Alasannya yakni:
Tidak didasarkan pada kajian ilmiah yang kuat mengenai fase perkembangan manusia.
Tidak sejalan dengan standar internasional yang menetapkan youth hingga 35-40 tahun.
Tidak mempertimbangkan realitas sosial Indonesia, di mana banyak warga negara baru menyelesaikan pendidikan tinggi, memulai karier, dan aktif dalam organisasi masyarakat pada usia 30 tahun ke atas.
"Bahwa karena sifatnya yang arbitrer dan diskriminatif, norma Pasal 1 ayat (1) UU Kepemudaan bertentangan dengan prinsip konstitusionalitas, keadilan, dan non-diskriminasi," papar Pemohon.
Dengan sejumlah argumentasi tersebut, para Pemohon pun meminta MK mengubah batas usia maksimal pemuda menjadi 40 tahun. Namun, kini gugatan itu kandas.