Jakarta (ANTARA) - Bareskrim Polri melanjutkan pemusnahan 2,1 ton barang bukti narkoba di Cilegon, Banten, pada Rabu (29/10) malam usai dimusnahkan secara simbolis oleh Presiden RI Prabowo Subianto di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, pada paginya.
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri Kombes Pol. Audie Carmy Wibisana dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis, menerangkan bahwa 2,1 ton itu bagian dari 214 ton narkoba yang disita melalui pengungkapan 49.306 kasus tindak pidana narkoba sepanjang periode Oktober 2024–Oktober 2025.
Dia mengatakan, tidak semua barang bukti dapat disimpan dalam waktu lama sesuai amanat undang-undang.
“Dalam ketentuan undang-undang, barang bukti narkotika hanya dapat disimpan paling lama 7 hingga 14 hari. Setelah itu, wajib dimusnahkan. Jadi, tidak mungkin kami menyimpan 214 ton selama satu tahun,” katanya.
Maka dari itu, Polri hanya memusnahkan 2,1 ton narkoba yang sebelumnya telah mendapat penetapan penyitaan dari kejaksaan dan pengadilan.
Barang bukti yang dimusnahkan terdiri dari sabu sebanyak 1,33 ton, ekstasi 335.019 butir, ganja 608.095 gram, tembakau gorila 18,4 kilogram, heroin 1,1 kilogram, ketamin 2.356 gram, etomidate 12.429 mililiter, happy five 7.993 butir, happy water 27.851 gram, dan THC (produk turunan ganja sintetis) 5.531 gram.
Adapun kegiatan pemusnahan di Cilegon, Banten, pada Rabu malam, dilaksanakan di PT Wastec International, perusahaan pengelola limbah B3 yang menjadi mitra Polri. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kelengkapan fasilitas dan keamanan proses pemusnahan.
“Fasilitas di sini mampu memusnahkan hingga 1.200 kilogram per jam, jauh di atas rata-rata mesin incinerator lainnya yang hanya 15 kilogram per jam. Selain itu, lokasi ini jauh dari permukiman sehingga aman dari dampak residu,” kata Audie.
Barang bukti, imbuh dia, dimusnahkan menggunakan tungku bersuhu di atas 1.000 derajat Celsius hingga seluruh zat berbahaya berubah menjadi abu dan cairan residu yang tidak dapat dimanfaatkan kembali.
Lebih lanjut, Audie mengungkapkan bahwa jalur distribusi narkoba masih didominasi wilayah barat Indonesia. Namun, pengungkapan di wilayah timur kini meningkat seiring dengan peningkatan kegiatan penegakan hukum di daerah.
Selain itu, peredaran sabu sebagian besar berasal dari luar negeri, terutama Tiongkok. Namun, juga banyak sabu yang diproduksi secara lokal di laboratorium klandestin.
“Sabu ini produk kimia sintetis. Banyak yang masuk dalam bentuk prekursor dari luar negeri, tapi juga bisa diproduksi di dalam negeri. Tantangan kita adalah mengungkap laboratorium-laboratorium gelap ini,” katanya.
Audie menegaskan bahwa Polri terus berkomitmen untuk memerangi narkoba secara menyeluruh sebagaimana arahan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.
“Arahan Bapak Kapolri jelas: Polri tidak akan berhenti memerangi narkoba. Kita harus terus bekerja keras dan berinovasi agar bisa mengimbangi kecanggihan para pelaku kejahatan narkotika,” katanya.







