 
            Ringkasan Berita:
- Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau dan harga jual eceran tahun depan.
- Ekonom INDEF menyebut kebijakan itu tepat dan realistis.
- Kenaikan cukai yang berlebihan disebut tidak selalu berdampak positif terhadap penerimaan negara.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) pada tahun 2026.
Kebijakan ini dinilai memberi ruang pemulihan bagi industri hasil tembakau (IHT), menjaga daya beli masyarakat, serta mempersempit peluang peredaran rokok ilegal.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, menilai keputusan tersebut sebagai kebijakan fiskal yang tepat dan realistis dalam merespons tantangan yang dihadapi sektor IHT.
“Memang menjawab berbagai tantangan yang dihadapi industri pengolahan tembakau saat ini. Ini respon pemerintah dalam menghadapi fenomena ini. Jadi tidak bisa secara eksesif,” ujarnya, Kamis (30/10/2025).
Ahmad menjelaskan bahwa kenaikan cukai yang berlebihan tidak selalu berdampak positif terhadap penerimaan negara.
Dia pun menekankan adanya titik maksimum di mana tarif cukai tidak lagi efektif dan justru bisa menimbulkan dampak kontraproduktif.
“Ada titik maksimum di mana tarif cukai itu sudah memang tidak bisa dinaikkan lagi atau tidak memberikan dampak atau korelasi positif dengan penerimaan secara keseluruhan. Kalau dinaikkan terus-terusan, tentu saja implikasinya luas,” katanya.
Lebih lanjut, Ahmad menyebut bahwa moratorium atau penundaan kenaikan cukai selama tiga tahun ke depan dapat menjadi strategi penting untuk menciptakan kepastian usaha bagi pelaku industri.
“Kalau sudah diputuskan beberapa tahun tidak ada kenaikan, itu memberi kepastian. Sehingga kalau ada perencanaan yang matang, yang dilakukan pengusaha dalam hal misalnya menyerap tembakau petani, kemudian akan bahan baku seberapa banyak dan seterusnya, penjualannya juga,” ungkapnya.
Dia juga menyoroti potensi moratorium sebagai langkah efektif untuk menekan peredaran rokok ilegal yang selama ini menjadi tantangan fiskal.
“Rokok ilegal itu ada karena permintaannya ada. Jika orang mencari rokok legal, maka harganya harus sesuai dengan kemampuan daya beli mereka. Maka perlu diperhatikan komponen cukai dan pajak-pajak lainnya yang sangat mempengaruhi harga rokok, karena harga rokok itu 70 persenlebih itu adalah kebijakan pemerintah, seperti pajak dan cukai,” tegasnya.
Ahmad menekankan bahwa stabilitas kebijakan fiskal melalui penahanan kenaikan CHT dan HJE akan berdampak positif terhadap rantai industri tembakau dari hulu ke hilir.
Dia pun mengingatkan bahwa IHT merupakan sektor padat karya yang khas di Indonesia.
“Ini salah satu upaya untuk memperbaiki lagi kinerja dari hulunya, termasuk bagaimana mengoptimalkan atau meningkatkan kembali penyerapan tembakau dari lokal kita, supaya petani tembakaunya juga bergeliat lagi dan juga industrinya juga tetap mempekerjakan tenaga kerja dengan jumlah yang banyak, jadi padat karyanya itu tidak hilang,” tandasnya.
Sebelumnya, Purbaya mengatakan pemerintah tidak akan menaikkan tarif cukai pada tahun 2026.
Purbaya mengatakan pihaknya telah menerima Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Dalam pertemuan itu, kata Purbaya, mereka mendiskusikan mengenai tarif cukai di tahun 2026. Keingginan dari Gappri, yakni agar Pemerintah tidak mengubah tarif saat ini.
“Mereka bilang asal tidak diubah sudah cukup, ya sudah, saya tidak ubah," ujar Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
Purbaya mengaku sempat berkeinginan untuk menurunkan tarif cukai rokok 2026. Hanya saja, ia akan mengakomodasi permintaan Gappri untuk tidak mengubah tarif.
“Salah mereka. Tahu gitu minta turun. Yaudah kita tidak naikin. Jadi tahun 2026, tarif cukai tidak akan dinaikin," tutur Purbaya.
Di sisi lain, lanjut dia, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai akan memberantas rokok ilegal yang beredar baik berasal dari dalam dan luar negeri. Selain itu, Pemerintah juga akan meminta masukkan dari Gappri.
“Nanti saya ingin mereka tulis masukannya lagi, jadi diskusi antar mereka, sehingga masukannya enggak menguntungkan satu atau mereka yang lain," imbuh Purbaya.