Radikalisme Digital Jadi Sorotan, LP2M UIN Surakarta Gaungkan Moderasi dan Etika Bermedia
Arif Tio Buqi Abdulah November 03, 2025 01:31 AM
Ringkasan Berita:
  • Workshop LP2M UIN Raden Mas Said Surakarta menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan penguatan literasi digital untuk menangkal radikalisme di ruang maya.
  • Para narasumber menyoroti etika bermedia sebagai cerminan nilai moderasi beragama di tengah maraknya ujaran kebencian dan propaganda ekstrem di internet.
  • Kegiatan ini menghasilkan komitmen bersama antarinstansi dan peserta untuk menjadi agen perubahan dalam menyebarkan nilai toleransi dan menjaga ruang digital tetap sehat.

TRIBUNNEWS.COM - Upaya menangkal radikalisme di ruang digital tak bisa berjalan sendiri.

Diperlukan kolaborasi lintas sektor dan penguatan literasi digital di tengah masyarakat agar nilai-nilai toleransi bisa benar-benar hidup di dunia maya.

Itulah pesan utama yang mengemuka dari Workshop 'Penguatan Moderasi Beragama pada Era Digital' yang digelar oleh LP2M UIN Raden Mas Said Surakarta di Hotel Lor In Syariah, Surakarta, pada 31 Oktober–1 November 2025.

Kegiatan yang diikuti sekitar 80 peserta ini menghadirkan akademisi, tokoh agama, aparatur pemerintah, dan aktivis organisasi masyarakat dari berbagai daerah di Jawa Tengah.

Selama dua hari, mereka berdiskusi, berbagi pengalaman, serta merumuskan strategi konkret memperkuat moderasi beragama di tengah derasnya arus informasi digital.

Sinergi untuk Moderasi

Ketua LP2M UIN Surakarta, Prof. Dr. Muhammad Latif Fauzi, mengatakan kegiatan ini menjadi ruang sinergi antara kampus, pemerintah, dan masyarakat dalam membangun peradaban digital yang damai.

Sementara Wakil Rektor I UIN Raden Mas Said Surakarta, Dr. Zainul Abas, menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga semangat moderasi di era digital.

"Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, moderasi beragama menjadi kunci untuk mencegah konflik dan mempromosikan toleransi."

"Di sini hadir anak-anak muda dari berbagai kalangan. Jadi masa depan Indonesia dan masa depan moderasi bangsa ini ada di tangan-tangan kalian semua," ujar Dr. Zainul Abas melalui keterangan kepada Tribunnews.

Para peserta sepakat bahwa merawat kerukunan dan melawan paham ekstrem bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga pendidikan, melainkan kewajiban bersama seluruh lapisan masyarakat.

Radikalisme Dunia Maya Masih Jadi Ancaman

Fenomena radikalisme digital menjadi sorotan utama dalam forum ini. Ujaran kebencian, hoaks bernuansa SARA, hingga propaganda ekstremis di media sosial disebut masih banyak beredar.

Data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat sedikitnya 6.402 konten bermuatan radikalisme dan terorisme ditemukan di jagat maya sepanjang Januari hingga Agustus 2025.

Angka itu menunjukkan ideologi berbahaya masih terus bergerak di ruang digital dan menuntut upaya pencegahan bersama.

Paparan Para Pakar

Instruktur Moderasi Beragama Dr. Mayadina Rohmi Musfiroh membuka sesi pertama dengan pemaparan tentang konsep moderasi beragama dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berikutnya, Ali Formen, M.Ed., Ph.D. dari Universitas Negeri Semarang membahas pentingnya literasi digital dan etika bermedia.

Menurutnya, kemampuan memilah informasi dan bersikap bijak di media sosial adalah langkah awal membentengi diri dari pengaruh ekstremisme.

Pada hari kedua, Dr. Luthfi Makhasin, S.IP., M.A., Ph.D. dari Universitas Jenderal Sudirman mengajak peserta melihat praktik baik penerapan nilai-nilai moderasi dari berbagai daerah yang dapat direplikasi di komunitas masing-masing.

Etika Bermedia Jadi Cermin Moderasi

Etika bermedia menjadi benang merah dari seluruh diskusi. Moderasi beragama, kata para narasumber, tidak hanya soal keyakinan, tapi juga tentang bagaimana seseorang berperilaku di dunia digital.

Setiap unggahan, komentar, hingga konten yang dibagikan di media sosial mencerminkan sejauh mana nilai-nilai toleransi dihayati oleh masyarakat.

Karena itu, literasi digital dan kesadaran etis dalam bermedia disebut sebagai “vaksin” utama menghadapi penyebaran kebencian dan paham intoleran.

Jejaring Moderasi dan Harapan Baru

Di penghujung acara, para peserta bersepakat membangun jejaring antarlembaga dan komunitas untuk memperkuat gerakan moderasi beragama di tingkat lokal.

Harapannya, alumni workshop ini dapat menjadi agen perubahan — menyuarakan Islam yang ramah, menjaga ruang digital tetap sehat, serta merawat kerukunan di tengah kemajemukan bangsa.

Nilai-nilai itu diharapkan terus bergema setelah para peserta kembali ke daerah masing-masing, membawa semangat moderasi dari Surakarta untuk Indonesia yang lebih damai.

(Tio)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.