Jakarta (ANTARA) - Kabar Uni Eropa resmi memberlakukan kebijakan baru visa Schengen dengan sistem cascade yang memungkinkan masa berlaku hingga lima tahun menjadi babak tersendiri bagi hubungan Indonesia dan negara-negara di kawasan Eropa.

Kebijakan ini bukan sekadar kemudahan administratif, namun sejatinya merupakan simbol kepercayaan Uni Eropa terhadap Indonesia, termasuk juga sebuah pengakuan atas reputasi dan kredibilitas bangsa dalam menjaga integritas perjalanan warganya di dunia internasional.

Penerapan visa jangka panjang ini menandai babak baru dalam hubungan diplomatik antara Indonesia dan Uni Eropa.

Di tengah dinamika global yang menuntut keterbukaan, kebijakan ini menunjukkan bahwa Indonesia kini dipandang sebagai mitra yang setara dan dapat dipercaya, baik dalam aspek ekonomi, sosial, maupun kebudayaan.

Bagi masyarakat Indonesia, kebijakan ini bukan hanya kabar baik bagi wisatawan, tetapi juga peluang bagi profesional, peneliti, dan pelajar untuk memperluas jaringan dan memperkuat kolaborasi lintas negara.

Berdasarkan aturan terbaru, warga negara Indonesia yang memiliki rekam jejak perjalanan ke kawasan Schengen dalam tiga tahun terakhir kini bisa mendapatkan visa multiple entry dengan masa berlaku hingga lima tahun dan izin tinggal maksimal 90 hari setiap 180 hari.

Skema ini diberikan kepada pemegang paspor dengan masa berlaku lebih dari lima tahun. Sementara bagi pemegang paspor dengan masa berlaku lebih pendek, durasi visa akan disesuaikan hingga enam bulan sebelum paspor berakhir.

Aturan ini memperlihatkan dua hal sekaligus bahwa kepercayaan diberikan berdasarkan rekam jejak, dan bahwa setiap kemudahan tetap diiringi prinsip kehati-hatian serta tanggung jawab bersama.

Kebijakan ini tidak muncul secara tiba-tiba. Namun merupakan hasil nyata dari diplomasi tingkat tinggi yang dilakukan pemerintah Indonesia, terutama melalui kunjungan Presiden Prabowo ke Brussels pada pertengahan Juli 2025.

Dalam pertemuannya dengan Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Prabowo menegaskan komitmen Indonesia untuk memperkuat kerja sama internasional melalui kemudahan mobilitas warganya.

Sementara Ursula merespons dengan pernyataan bahwa visa lima tahun merupakan bentuk meningkatnya kepercayaan Uni Eropa terhadap Indonesia, sebuah sinyal politik dan diplomatik yang sarat makna.

Dalam bahasa yang sederhana, Uni Eropa menilai Indonesia kini bukan hanya mitra regional, tetapi juga mitra strategis global.

Makna kepercayaan ini menjadi semakin penting ketika dilihat dari konteks global. Di saat banyak negara memperketat kebijakan visa, Uni Eropa justru melonggarkan akses bagi warga Indonesia.

Artinya, Indonesia dinilai telah menunjukkan stabilitas sosial, ekonomi, dan keamanan yang tinggi, serta perilaku perjalanan warga yang bertanggung jawab.

Ini juga menjadi bukti bahwa diplomasi Indonesia tidak berhenti pada meja perundingan, tetapi berdampak nyata pada kemudahan hidup warganya.

Manfaat luas

Bagi masyarakat, kebijakan ini membawa manfaat luas. Para profesional kini bisa lebih mudah menjalin kemitraan bisnis dan menghadiri forum internasional tanpa harus mengajukan visa berulang kali.

Pelajar dan peneliti dapat lebih fleksibel mengikuti program akademik, riset bersama, atau pertukaran pelajar jangka panjang. Para pebisnis dan investor dapat memperluas jejaring dan menjajaki peluang di pasar Eropa dengan waktu dan biaya yang lebih efisien.

Sementara bagi wisatawan, kebijakan ini adalah pengakuan bahwa Indonesia memiliki catatan perjalanan yang baik dan dipercaya untuk mengakses 27 negara anggota Schengen.

Namun, kepercayaan semacam ini juga mengandung tanggung jawab. Dengan kemudahan akses yang diberikan, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk memastikan bahwa setiap warga yang memanfaatkan fasilitas ini memahami prosedur dan etika perjalanan internasional.

Tidak semua masyarakat familiar dengan perubahan aturan, dokumen pendukung, atau detail teknis aplikasi visa jangka panjang. Banyak pemohon yang masih ragu atau keliru dalam memahami kebijakan baru ini, padahal kesalahan kecil bisa berdampak besar.

Dalam konteks itulah, keberadaan mitra pendamping seperti Heyvisa menjadi relevan dan strategis. Layanan ini membantu masyarakat Indonesia menavigasi kebijakan baru dengan tepat dan efisien.

Layanan serupa itu juga tidak sekadar mengurus administrasi, tetapi memberikan pendampingan edukatif termasuk menjelaskan tahapan proses, menyiapkan dokumen dengan akurat, dan memberi panduan sesuai peraturan di tiap negara anggota.

Dengan pendekatan personal dan profesional, mereka bisa membantu masyarakat Indonesia memanfaatkan kepercayaan Uni Eropa secara bijak dan bertanggung jawab.

Pendampingan seperti ini bukan sekadar layanan komersial, melainkan bagian dari literasi perjalanan global yang kini semakin dibutuhkan.

Di era digital, ketika sistem aplikasi visa semakin kompleks namun menuntut ketelitian tinggi, dukungan profesional menjadi solusi agar warga Indonesia dapat menjaga citra baik di mata dunia.

Kesalahan teknis atau pelanggaran kecil bisa merusak reputasi kolektif, sementara ketaatan dan profesionalisme justru memperkuat posisi Indonesia sebagai bangsa yang dipercaya di kancah internasional.


Momentum diplomasi

Kebijakan visa Schengen lima tahun ini pada akhirnya dapat dibaca sebagai momentum diplomasi yang strategis.

Di samping juga menunjukkan bahwa hubungan Indonesia dan Uni Eropa tidak lagi sekadar hubungan antara negara berkembang dan negara maju, tetapi telah bertransformasi menjadi kemitraan berbasis saling percaya.

Kepercayaan ini harus dijaga, diperluas, dan diterjemahkan dalam berbagai bidang: ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan teknologi.

Pemerintah Indonesia perlu menindaklanjuti momentum ini dengan memperkuat sinergi lintas lembaga termasuk Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, perguruan tinggi, hingga sektor swasta untuk mengedukasi masyarakat tentang peluang dan tanggung jawab dari kebijakan baru ini.

Di saat yang sama, warga negara juga perlu menyadari bahwa setiap kemudahan akses adalah amanah yang menuntut disiplin, integritas, dan kesadaran global.

Lebih dari sekadar kemudahan bepergian, kebijakan ini adalah cermin dari posisi Indonesia di mata dunia sebagai bangsa yang stabil, modern, dan dipercaya.

Langkah ini mempertegas bahwa diplomasi yang cerdas bukan hanya tentang negosiasi di ruang tertutup, tetapi tentang bagaimana kepercayaan diterjemahkan menjadi kemudahan yang dirasakan langsung oleh rakyatnya.

Uni Eropa telah menunjukkan kepercayaannya. Kini, giliran Indonesia membuktikan bahwa kepercayaan itu pantas dijaga dengan tanggung jawab, profesionalisme, dan semangat kolaborasi lintas bangsa.