Ringkasan Berita:
- Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat resmi menerima pelimpahan berkas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung,
- Nurhadi, yang teregister dengan nomor 126/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt Pst.
- Ketua PN Jakpus telah menunjuk Fajar Kusuma Aji sebagai ketua majelis hakim, dengan Adek Nurhadi dan Sigit Herman Binaji sebagai anggota. Nurhadi sebelumnya divonis 6 tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi di Mahkamah Agung.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menerima pelimpahan berkas perkara kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi.
Adapun perkara Nurhadi itu telah teregister dengan nomor 126/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt Pst.
"Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Pengadilan Tipikor Jakarta telah menerima berkas perkara dan meregister berkas perkara nomor 126/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt Pst atas nama Nurhadi," kata Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra dalam keteranganya, Kamis (6/10/2025).
Menyusul pelimpahan berkas perkara ini, Ketua PN Jakarta Pusat pun kata Andi juga telah menunjuk susunan majelis hakim yang akan mengadili Nurhadi dalam perkara TPPU tersebut.
Setelah adanya penunjukan itu, selanjutnya majelis hakim tersebut pun akan bermusyawarah untuk menentukan jadwal sidang perdana yang akan dijalani Nurhadi.
"Ketua PN Jakpus telah menunjuk tiga hakim untuk mengadilinya yaitu Fajar Kusuma Aji sebagai ketua majelis hakim dan Adek Nurhadi serta Sigit Herman Binaji sebagai anggota majelis hakim," jelasnya.
Sebagai informasi, Nurhadi kembali dijerat KPK atas dugaan TPPU di lingkungan Mahkamah Agung.
Ia ditangkap kembali oleh KPK pada Minggu, 29 Juni 2025, sesaat setelah dinyatakan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin atas kasus korupsi sebelumnya.
Dalam kasus suap dan gratifikasi, Nurhadi divonis 6 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada 10 Maret 2021.
Ia bersama menantunya, Rezky Herbiyono, terbukti menerima suap Rp 35,726 miliar dan gratifikasi Rp 13,787 miliar terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung.