Alasan Banyak Orang Malu Mengakui Sedang Jalani Diet
kumparanWOMAN November 10, 2025 12:20 AM
Sebuah penelitian yang dilakukan konsultan diet, The 1:1 Diet by Cambridge Weight Plan menemukan, satu dari tiga orang dewasa merahasiakan sedang menjalani diet karena merasa malu.
Biasanya, diet dilakukan untuk menurunkan berat badan atau memperbaiki pola makan. Sayangnya banyak orang justru memilih diam-diam saat melakukannya. Alasannya, takut gagal di depan orang lain.
Namun selain itu, alasan banyak orang merasa malu kalau ketahuan sedang berdiet adalah karena mereka takut kena diet shaming. Yaitu perilaku orang yang suka mencemooh atau menggoda mereka yang sedang berusaha makan sehat.
Dalam studi yang dilakukan terhadap 2.000 orang dewasa di Inggris tersebut, sebanyak sepertiga dari mereka yang sedang berdiet memilih untuk tidak memberi tahu siapa pun. Para responden mengaku takut gagal di depan umum, sementara sebagian lainnya merasa canggung karena takut dianggap berlebihan hanya karena berusaha menurunkan berat badan.
Empat dari sepuluh orang juga mengaku jarang, bahkan tidak pernah, membicarakan kebiasaan makan mereka dengan teman, rekan kerja, atau pasangan. Sementara 69 persen responden mengatakan pernah mencoba berdiet setidaknya sekali dalam hidupnya, namun banyak yang mengakui bahwa rasa malu dan kurangnya dukungan sosial membuat mereka sulit mempertahankan pola makan sehat dalam jangka panjang.
Perbesar
Ilustrasi Perempuan Diet Foto: Freepik
Ahli gizi Mark Gilbert mengatakan diet shaming atau anggapan negatif terhadap diet menjadi salah satu hambatan utama dalam upaya hidup sehat.
Menurut Gilbert, sebagian besar orang akan berdiet di suatu titik dalam hidup mereka, biasanya untuk alasan kesehatan, bukan semata penampilan. Untuk itu, penting mulai membicarakan diet secara terbuka agar masyarakat bisa memahami konteksnya dengan lebih bijak.
Namun, di sisi lain, tekanan sosial sering kali membuat upaya ini terasa sulit. Dilansir Psychology Today, Profesor Psikolog asal New York, Lawrence Josephes menjelaskan bahwa manusia secara alami menjalin hubungan sosial lewat makanan.
Perbesar
Ilustrasi foto saat makan bersama keluarga di hari Natal. Foto: JR-50/Shutterstock
Dari makan malam keluarga, pesta ulang tahun, hingga rapat kantor yang diselingi kudapan manis, semuanya berpusat pada aktivitas makan bersama. Menolak makanan dalam konteks sosial seperti ini sering dianggap “tidak sopan” atau “tidak ikut suasana.”
Lawrence yang juga mengalami kondisi pradiabetes, menceritakan pengalamannya berdiet dengan ketat demi menurunkan berat badan. Namun setiap kali menghadiri rapat kampus, ia kerap digoda rekan-rekannya.
“Mereka menyodorkan nampan kue ke arah saya sambil berkata, ‘Kamu udah kurus kok, ambil satu aja.’ Itu terdengar ringan, tapi sebenarnya bentuk diet shaming,” tulisnya.
Situasi seperti ini menunjukkan bahwa tantangan berdiet tidak hanya soal menahan diri dari makanan lezat, tetapi justru menghadapi tekanan sosial yang sering datang dari lingkungan terdekat.
Seseorang yang sedang mencoba makan sehat bisa saja dicap “fanatik”, “ribet”, atau “nggak asik” hanya karena menolak sepiring pizza di tengah momen kumpul teman.
Perbesar
Ilustrasi kue pernikahan dalam tradisi masyarakat Italia dan Eropa yang sedang ngetren. Foto: Sidorov_Ruslan/Shutterstock
Padahal, banyak orang berdiet bukan semata demi penampilan, tapi karena alasan kesehatan seperti menjaga gula darah, kolesterol, atau tekanan darah tetap stabil. Namun, karena isu berat badan masih dianggap sensitif, banyak yang memilih menahan diri untuk tidak menjelaskan alasan mereka, demi menghindari komentar yang tidak diinginkan.
Psikolog sosial menjelaskan bahwa diet shaming muncul dari dua hal: budaya makan bersama yang kuat, dan rasa tidak nyaman sebagian orang ketika melihat orang lain lebih disiplin dalam hal makanan. Dalam banyak kasus, ejekan terhadap orang yang berdiet justru berasal dari rasa bersalah atau canggung pihak lain terhadap kebiasaan makannya sendiri.
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana rasa malu dan tekanan sosial bisa memengaruhi kebiasaan makan seseorang. Dalam jangka panjang, hal ini dapat membuat orang kehilangan motivasi untuk hidup sehat, bahkan kembali pada pola makan lama yang tidak seimbang.
“Jika seseorang terus-menerus merasa dihakimi karena pola makannya, mereka akan lebih rentan menyerah pada kebiasaan lama,” dilansir Psychology Today.
Perbesar
Ilustrasi makan ceri untuk diet. Foto: Shutter Stock
Lalu, bagaimana cara menyikapinya?
Pertama, penting untuk tidak merasa malu atas keputusan menjaga pola makan. Diet bukan hal yang perlu disembunyikan, apalagi kalau tujuannya demi kesehatan.
Menurut Gilbert, kunci utama ada pada rasa percaya diri terhadap keputusan sendiri. “Kalau pilihan makan kita membuat orang lain tidak nyaman, itu bukan masalah kita. Yang penting kita tahu alasan di baliknya,” ujarnya.
Kedua, belajar menetapkan batas dengan sopan tapi tegas. Jika seseorang menggoda atau menekan untuk 'sekali-sekali aja makan ini,' cukup jawab dengan santai, 'Aku memang lagi diet untuk belajar hidup lebih sehat'. Kalimat sederhana seperti itu bisa jadi cara elegan untuk menghentikan komentar tanpa perlu memperdebatkannya.
Ketiga, ciptakan lingkungan yang lebih suportif. Berhenti menilai atau mencandai pilihan makan orang lain, entah mereka sedang diet ketat, vegetarian, atau sekadar mengurangi gula. Setiap orang punya alasan dan perjalanan masing-masing dalam menjaga tubuhnya.