Eks Kabareskrim Sebut 2 Kejanggalan Penetapan Tersangka Roy Suryo Dkk di Kasus Ijazah Jokowi
muslimah November 10, 2025 02:30 PM

TRIBUNJATENG.COM - Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo masih terus berlanjut dan bahkan makin memanas.

Terbaru Polda Metro Jaya menetapkan Roy Suryo dan beberapa pihak lain yang total berjumlah delapan orang sebagai tersangka pencemaran nama baik.

Delapan orang tersebut selama ini aktif menyuarakan soal dugaan ijazah palsu Jokowi.

Roy Suryo dkk bahkan sudah membuat buku khusus mengenai ijazah Jokowi berjudul Jokowi's White Paper.

Mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji, menganggap ada dua hal penting yang masih tampak janggal, yakni alasan hukum penetapan tersangka dan alat bukti yang digunakan.

"Pertama, saya kan hanya mendengar lewat media sosial atau media konvensional," kata Susno, dikutip dari talkshow di kanal YouTube KompasTV, Minggu (9/11/2025).

Ia menambahkan, “Polda Metro mengumumkan ada tiga klaster kalau enggak salah, tetapi tidak diberitahu misalnya alasannya menjadi tersangka sudah ada alat bukti berupa apa.”

Menurut Susno, informasi yang disampaikan polisi baru sebatas jumlah saksi dan barang bukti, tanpa kejelasan substansi.

Polda Metro Jaya sebelumnya menyebut telah memeriksa 152 saksi dan ahli serta menyita 723 barang bukti.

Namun, bagi Susno, angka-angka itu tidak bisa dijadikan ukuran sahih untuk menyatakan seseorang cukup bukti dijadikan tersangka.

“Ya, hanya dijelaskan bahwa sudah sekian ratus saksi yang diperiksa, kemudian sekian banyak ahli. Mestinya, itu bukan menjadi patokan, menentukan bahwa suatu perkara itu cukup bukti atau tidak,” ujarnya.

Ia menegaskan, penilaian tentang kecukupan bukti merupakan kewenangan penuh penyidik Polri, bukan berdasarkan banyaknya saksi atau ahli yang diperiksa.

“Bukan ditentukan oleh banyaknya ahli yang diperiksa, bukan ditentukan oleh banyaknya saksi yang diperiksa,” tambahnya.

Polda Metro Jaya Belum Tegaskan Keaslian Ijazah Jokowi

Susno juga menyoroti sikap Polda Metro Jaya yang hingga kini belum menjelaskan status keaslian ijazah Jokowi sebagai objek utama perkara.

Padahal, menurutnya, hal itu sangat penting untuk memastikan apakah tindakan para tersangka dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau pelanggaran UU ITE.

“Nah, kemudian kita tidak mendengar juga pengumuman dari Polda Metro Jaya, apakah objek yang dipersoalkan, yaitu ijazahnya Pak Jokowi itu sah atau tidak atau asli atau tidak,” ujar Susno.

“Kalau saya berpandangan ya, untuk menentukan apakah mereka yang tergolong dalam sekian kluster menjadi tersangka itu terbukti melakukan pelanggaran Undang-Undang ITE atau mencemarkan nama baik, itu harus dibuktikan dulu objek yang dipersoalkan, yakni ijazah.”

Menurutnya, tanpa kejelasan tentang keaslian ijazah, sulit menilai apakah tudingan “ijazah palsu” bisa dianggap fitnah atau justru ada dasar pembenarannya.

“Ya, syukur-syukur kalau Polda Metro Jaya sudah membuktikan bahwa ijazah itu asli,” tambahnya.

Susno kemudian mengajukan pertanyaan mendasar: siapa pihak yang paling berwenang menyatakan keaslian ijazah Presiden?

“Nah, persoalannya adalah apakah untuk menentukan ijazah itu palsu atau asli adalah kewenangan dari Polda Metro Jaya,” kata Susno.

Ia menjelaskan, ada dua posisi hukum yang saling berlawanan, pihak Jokowi bersama UGM menyebut ijazah tersebut asli, sementara pihak tersangka menilai sebaliknya.

Dalam situasi seperti ini, menurutnya, lembaga yang paling tepat menilai keabsahan dokumen tersebut bukanlah kepolisian.

“Karena apa? Karena ada dua pihak yang berbeda pendapat, yaitu Pak Jokowi bersama UGM mengatakan itu asli, sedangkan para tersangka mengatakan tidak asli, palsu. Nah, ini siapa yang berwenang memutus?” imbuhnya.

Usulan Dibawa ke Peradilan Tata Usaha Negara (TUN)

Lebih jauh, Susno berpendapat bahwa perkara ini sebaiknya dibawa ke ranah Peradilan Tata Usaha Negara (TUN).

Alasannya, ijazah merupakan produk dari pejabat administrasi negara sehingga keabsahannya harus diuji di pengadilan yang berwenang menangani produk hukum administrasi.

“Kalau saya berpendapat, karena itu [ijazah] produk dari pejabat administrasi negara atau produk dari pejabat tata usaha negara, maka yang berwenang memutus adalah Peradilan TUN.”

“Jadi bawa ke Mahkamah Peradilan TUN, yang akan menentukan apakah produk dari pejabat TUN berupa ijazah yang dipegang Pak Jokowi itu asli atau tidak,” jelasnya.

Susno menilai, keputusan Mahkamah TUN akan menjadi titik krusial dalam perkara ini.

Jika TUN menyatakan ijazah Jokowi tidak asli, maka tuduhan para tersangka memiliki dasar hukum yang kuat dan mereka tak bisa dijadikan tersangka. 

Sebaliknya, jika ijazah tersebut dinyatakan sah dan asli, maka tudingan itu bisa dianggap pencemaran nama baik sekaligus pelanggaran UU ITE.

“Kalau itu tidak asli, maka Pak Roy Suryo cs tidak bisa dijadikan tersangka, yang dijadikan tersangka adalah orang yang memegang ijazah yang tidak asli itu.”

“Tapi kalau itu asli, kata pengadilan, maka benar mereka dijadikan tersangka. Karena ijazah asli dikatakan palsu, sehingga mencemarkan nama baik atau bisa juga dikategorikan melanggar UU ITE,” tutup Susno.

Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi telah menjadi perbincangan nasional yang sensitif. Sebagai penulis, saya melihat komentar Susno Duadji membuka ruang refleksi tentang pentingnya akuntabilitas penegakan hukum di Indonesia.

Kritik yang disampaikan bukan sekadar menggugat proses penyidikan, melainkan menyoroti prinsip dasar keadilan: bukti dan kewenangan. (Surya)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.