"Kami persilakan kepada rekan-rekan untuk ditayangkan, nanti kita bahas satu per satu,"

Jakarta (ANTARA) - Komisi III DPR RI membedah kembali draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebab ada puluhan klaster masalah yang perlu dibahas lagi di tingkat panitia kerja (panja).

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan puluhan poin masalah itu tercatat setelah pihaknya menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan 93 pihak, baik perseorangan maupun lembaga.

"Kami persilakan kepada rekan-rekan untuk ditayangkan, nanti kita bahas satu per satu," kata Habiburokhman saat rapat Panja RUU KUHAP bersama perwakilan pemerintah di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan bahwa Komisi III DPR RI juga melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah untuk menyerap aspirasi soal RUU KUHAP, antara lain daerah Jawa Barat, Yogyakarta, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Jawa Timur, Gorontalo, Sumatera Barat, Lampung, dan Banten.

"Serta menerima masukan tertulis dari 250 elemen masyarakat dalam kurun waktu 4 bulan terhitung sejak 8 Juli 2025," kata dia.

Adapun poin-poin masalah yang perlu dibahas, antara lain:

1. Pemblokiran,

2. Penghapusan istilah penyidik utama,

3. Penuntut umum tertinggi,

4. Penyandang disabilitas,

5. Kebutuhan khusus dan kelompok rentan,

6. Pengecualian dan pengawasan penyelidikan,

7. Penjelasan intimidasi,

8. Kewenangan penuntut umum dalam menghentikan penuntutan melalui damai,

9. Mekanisme keadilan restoratif,

10. Mekanisme penahanan terhadap hakim yang diduga melanggar hukum,

11. Ketua MA sebagai pemberi izin penahanan di tingkat kasasi,

12. Pengelolaan rumah tahanan,

13. Penyitaan hak korban,

14. Perluasan pra peradilan,

15. Penyanderaan,

16. Penyesuaian dengan Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),

17. Perluasan alat bukti,

18. Penegasan kewajiban hakim dalam pedoman pemidanaan KUHP,

19. Pelaksanaan pidana denda korporasi,

20. Pelaksanaan pidana angsuran,

21. Bantuan hukum,

22. Hak pendampingan korban,

23. Restitusi,

24. Hak perlindungan sementara,

25. Mekanisme keadaan restoratif,

26. Pencabutan pemblokiran,

27. dan ketentuan penutup.