Cerita 2 Guru Luwu Utara Bantu Honorer 10 Bulan Tidak Gajian: Dipenjara-Dipecat
kumparanNEWS November 12, 2025 07:01 PM
Rasnal dan Abdul Muis, dua guru SMA di Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Sulawesi Selatan, diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) karena membantu guru honorer yang tidak menerima gaji selama 10 bulan lamanya.
Selain dipecat sebagai ASN guru, keduanya juga dijebloskan ke penjara atas tuduhan korupsi. Rasnal dan Abdul Muis dipidana penjara selama 1 tahun 2 bulan.
Rasnal bercerita, kisah kelamnya itu berawal saat ia menjabat Kepala Sekolah SMAN 1 Lutra pada tahun 2018. Di awal kepemimpinannya, dia mulai mempelajari situasi sekolah.
Hasilnya, ia menemukan bahwa pembelajaran tidak berlangsung maksimal. Usut punya usut, penyebabnya karena banyak honorer yang belum mendapatkan gaji. Bahkan, 10 bulan lamanya.
“Dua hari saya menjabat, ada kurang-lebih 10 guru honorer menghadap ke ruangan kepala sekolah dan menyampaikan bahwa gaji mereka selama 10 bulan di tahun 2017 belum diselesaikan sekolah,” kata Rasnal saat RDP di DPRD Sulsel, Rabu (12/11).
Mendengar keluhan guru honorer, membuat Rasnal kaget. Sebagai kepala sekolah, dia punya tanggung jawab secara moril untuk memberikan hak para guru honorer tersebut. Sebab, keberadaan mereka selama ini sangat membantu proses belajar di SMAN 1 Luwu Utara.
“Saya kaget, karena itu bukan masalah saya, saya kepala sekolah baru. Tapi yang namanya tanggung jawab sudah melekat dalam diri saya sejak saya dilantik. Karena itu saya sampaikan kepada adik-adik saat itu, Insyaallah, saya akan cari solusinya dan segera saya lakukan rapat sekolah,” ujar dia.
Kepala sekolah pun melakukan rapat internal. Honorer dilibatkan. Dalam rapat itu, honorer bermohon untuk diberikan haknya. Begitu juga honorer yang terdaftar di dapodik yang meminta agar dinaikkan gajinya.
“Teman-teman guru honorer yang sudah mendapatkan gaji melalui BOSP juga meminta supaya dinaikkan gajinya, karena memang sedikit. Kalau kita rata-ratakan, itu bisa memperoleh Rp 300.000-Rp 500.000 per bulan. Itu yang digaji melalui BOSP. Nah, itu berkembang dari laporan yang 10 orang tadi yang belum sama sekali digaji,” ucap dia.
“Ada juga usulan yang kerja tugas tambahan seperti di lab untuk diberikan insentif berapa pun, mau Rp 20.000-Rp 30.000, yang penting ada semangat kami, karena ini bukan tugas pokok, tapi tugas tambahan,” sambungnya.
Berbagai masalah yang timbul ini membuat Rasnal memutar otak. Sehingga, masalah ini dirapatkan dengan komite sekolah. Dan hasilnya, terpaksa harus melibatkan orang tua murid.
Rasnal saat RDP di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025). Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rasnal saat RDP di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025). Foto: kumparan

Orang Tua Murid Sepakat Patungan

Kepala sekolah dan komite akhirnya rapat dengan wali murid. Rasnal saat itu sempat membeberkan kondisi sekolah. Mulai terkait kondisi belajar-mengajar kurang produktif karena guru honorer selama ini belum gajian.
Orang tua murid merespons soal kondisi sekolah. Termasuk, gaji guru honorer tidak dibayarkan karena tidak bisa menggunakan dana BOS.
“Nah, orang tua bertanya, berapa yang yang (kami) harus bayarkan? Maka di situ Sekretaris Komite menampilkan proposal, yang memang barangkali sudah disiapkan. Tampillah proposal itu. Nilai per bulan yang mau dibayar itu sekitar Rp 16 jutaan,” jelas dia.
Dari Rp 16 juta itu, sejumlah orang tua murid sempat bertanya terkait rata-rata yang bisa dibayarkan orang tua. Dan hasilnya, jumlah yang harus dibayar setiap wali murid setiap bulan adalah Rp 17.300-an.
Bahkan, terdapat orang tua mengusulkan pembayaran setiap bulan digenapkan Rp 20 ribu. Dan lagi-lagi, orang tua sepakat angka itu.
“Alhamdulillah akhirnya palu diketok, jadi kita sepakat Rp 20.000 per orang tua,” tegasnya.
Setelah adanya pembayaran setiap bulan itu, aktivitas belajar mengajar akhirnya berjalan baik. Ini berjalan tiga tahun, mulai 2018, 2019, 2020.
“Termasuk juga tugas-tugas tambahan, tidak ada lagi yang lalai karena tidak muncul anak muridnya, biasa itu tidak mengunjungi anak muridnya yang biasa tinggal di desa jauh, yang dulu tidak peduli karena tidak ada uang bensin. Akhirnya mereka berjalan dengan baik,” tandasnya.

LSM Lapor Polisi

Rasnal saat RDP di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025). Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rasnal saat RDP di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025). Foto: kumparan
Petaka itu datang pada tahun 2019, 2020. Saat itu, COVID-19 melanda tanah air. Tiba-tiba datang oknum LSM. Mereka memaksa perlihatkan dokumen komite. Tetapi, tidak diberikan.
“Maka dia mungkin merasa tidak nyaman, dan dia langsung melapor ke polisi,” sebut dia.
Laporan LSM itu ditindaklanjuti polisi. Dan satu persatu pegawai diperiksa. Hasilnya, dari awalnya empat orang terlapor tetapi belakangan dua orang tersangka. Rasnal dan Abdul Muis.
“Berjalan lagi penyelidikan dan penyidikan. 6 bulan berlangsung ditetapkanlah dua orang tersangka, saya dan Bendahara komite,” sambungnya.
Berkas perkara dikirim ke kejaksaan dan berkas perkara sempat dipulangkan (P-19) dengan alasan tidak cukup kuat. Polisi pun saat itu berkoordinasi dengan Inspektorat Kabupaten Luwu Utara.
“Ini yang aneh, karena SMA itu kewenangan provinsi. Harusnya Inspektorat Provinsi yang periksa, bukan Kabupaten,” tegas Rasnal.
Setelah 4 bulan bergulir, berkas perkara dinyatakan lengkap. Dan mulai di sidangkan di pengadilan negeri Tipikor Makassar.

Vonis Lepas, Lalu Dihukum Kasasi

Pada Desember 2022, Pengadilan Tipikor Makassar memutus Rasnal dan bendahara komite yang saat itu dijabat oleh Abdul Muis bebas, karena perbuatan mereka tidak memenuhi unsur pidana korupsi.
“Kami hanya dianggap salah administrasi dalam struktur komite, bukan pidana,” kata Rasnal.
Namun jaksa mengajukan kasasi ke MA. Dan diterima. Putusan MA membatalkan vonis bebas. “Saya kaget, ternyata kasasi jaksa diterima. Saya dan Bendahara divonis 1 tahun 2 bulan,” katanya lirih.
Setelah inkrah, Rasnal dan Abdul Muis pun dieksekusi ke Lapas.
“Saya jalani delapan bulan lebih sedikit dari vonis satu tahun dua bulan karena menolak membayar denda subsider Rp 50 juta karena tidak punya uang. Dan saya bebas tanggal 29 Agustus 2024,” jelasnya.
Kini, setelah vonis inkrah Mahkamah Agung, Rasnal dan Abdul Muis diberhentikan tidak dengan hormat sebagai ASN oleh Gubernur Sulawesi Selatan.
PGRI Luwu Utara tengah mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto dengan alasan kemanusiaan.
Namun bagi Rasnal, yang terpenting adalah mendapatkan kembali nama baiknya sebagai pendidik. “Saya tidak menyesal membantu guru-guru. Yang saya sesalkan hanya, kenapa keadilan tidak melihat niat baik itu,” katanya pelan.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.