Antara Tuntutan Kesehatan Dan Ekonomi, Buruh Rokok Bojonegoro Khawatir KTR Berdampak PHK Massal
Deddy Humana November 13, 2025 02:30 AM
Ringkasan Berita:
  • Para buruh dari FSP RTMM SPSI Bojonegoro menolak rencana pengesahann Raperda KTR (kawasan tanpa rokok) yang akan berdampak pada produksi rokok.
  • Para buruh yang mayoritas perempuan khawatir KTR akan mendorong PHK massal padahal pekerjaan di pabrik rokok merupakan sandaran ekonomi keluarga.
  • DPRD Bojonegoro menegaskan bahwa perda KTR tidak melarang total penggunaan rokok di tempat publik melainkan hanya menetapkan zonasi bagi perokok.

 

SURYA.CO.ID, BOJONEGORO – Puluhan buruh pabrik rokok di Kabupaten Bojonegoro turun ke jalan, Rabu (12/11/2025), menolak rencana pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Mereka menilai raperda KTR berpotensi mengancam keberlangsungan ribuan pekerja, terutama kaum perempuan yang menggantungkan hidupnya dari industri rokok.

Aksi yang berlangsung di depan gedung DPRD Bojonegoro itu digelar oleh Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSP RTMM) SPSI.

Massa membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan penolakan terhadap raperda KTR yang dinilai belum berpihak pada buruh.

Koordinator aksi, Anis Yuliati mengatakan penolakan terhadap raperda KTR tersebut sebagai upaya agar kebijakan publik disusun lebih realistis dan tidak menimbulkan dampak ekonomi bagi masyarakat.

“Kami bukan menolak aturan, tetapi menolak isi draft perda yang belum mencerminkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Bojonegoro. Kalau diterapkan tanpa revisi, maka ribuan buruh, terutama perempuan, bisa kehilangan pekerjaan,” ujar Anis.

Anis menilai, ada beberapa poin dalam draft raperda KTR perlu ditinjau ulang karena dinilai terlalu ketat dan memberatkan.

Seperti pasal mengenai ancaman pidana bagi pelanggar. Hal ini dikhawatirkan bakal berdampak pada produksi rokok di tingkat lokal.

“Sebagian besar buruh pabrik rokok di Bojonegoro adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Kalau produksi turun, mereka bisa dirumahkan,” tegasnya.

Meski menolak sebagian isi raperda, FSP RTMM menyatakan mendukung pengaturan kawasan bebas rokok di tempat-tempat tertentu, seperti rumah sakit, sekolah, dan perkantoran.

Namun mereka menolak pembatasan total yang bisa berdampak pada distribusi dan penjualan produk tembakau. “Kami sepakat kalau larangan berlaku di sekolah atau rumah sakit, tetapi jangan sampai rokok tidak bisa dijual di mana pun,” tambah Anis.

Aksi yang digelar serikat buruh itu disambut baik oleh para anggota DPRD Bojonegoro. Perwakilan buruh  diterima untuk masuk dan berdialog menyampaikan aspirasinya secara langsung.

Ketua DPRD Bojonegoro, Abdulloh Umar menegaskan bahwa pengesahan Perda KTR merupakan bagian dari kewajiban pemda untuk mendukung predikat Kabupaten Layak Anak dan Kabupaten Sehat.

Zonasi Konsumsi Rokok

Umar menjelaskan bahwa Perda KTR tidak melarang secara total hanya melokalisir para perokok agar tidak mengganggu kenyamanan masyarakat khususnya di tempat umum atau lokasi layanan publik.

“Perda ini tidak melarang total, hanya mengatur zonasi. Akan tetap ada kawasan khusus merokok di tempat umum tertentu,” terang Umar.

Ia menegaskan, panitia khusus (pansus) DPRD akan tetap membuka ruang dialog dengan serikat pekerja agar regulasi yang disahkan nantinya tidak merugikan pihak mana pun.

Anggota DPRD, Donny Bayu menambahkan, pembahasan perda KTR sudah berlangsung lama bahkan tertunda lebih dari 15 tahun.

Tahun ini, kata Donny, Bojonegoro menerima surat dari Kementerian Kesehatan karena menjadi satu-satunya kabupaten di Jawa Timur yang belum memiliki perda serupa.

“Target pengesahan perda ini Desember 2025. Jika tidak disahkan tahun ini, Bojonegoro bisa kehilangan poin penting dalam penilaian kabupaten sehat dan layak anak,” ujarnya.

Dan menjawab kekhawatiran terhadap nasib para buruh industri rokok, anggota DPRD Bojonegoro, Khoirul Anam, menyebut di beberapa daerah yang sudah menerapkan kebijakan KTR justru tidak terpengaruh.

“Di daerah lain seperti Kudus dan Kediri, perda KTR tidak terlalu berdampak pada industri. Faktor yang lebih berpengaruh justru maraknya rokok ilegal, dan naiknya cukai rokok," jelas politisi PPP itu.

Sebagai informasi, Raperda KTR disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang telah diperbarui dengan UU Nomor 17 Tahun 2023.

Regulasi ini mengatur pembatasan aktivitas merokok di area tertentu guna melindungi masyarakat dari paparan asap rokok.

Namun bagi buruh industri tembakau di Bojonegoro, rencana pengesahan perda ini menjadi dilema antara perlindungan kesehatan publik dan nasib pekerja yang bergantung pada industri yang selama ini menggerakkan roda ekonomi daerah. *****

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.