Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum pedagang sekaligus Direktur Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum (LABH) Asriyadi Tanama menilai penutupan kios farmasi di Pasar Pramuka oleh Perumda Pasar Jaya melanggar aturan.
"Kami cukup kecewa dengan tindakan seperti ini. Surat pemberitahuan baru dikirim kemarin, dan tidak ada kesempatan bagi pedagang untuk melakukan langkah-langkah tertentu," kata Asriyadi di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Kamis.
Menurut dia, sampai dengan saat ini belum ada Surat Keputusan (SK) Direksi terbaru yang menjadi dasar hukum sah penetapan harga perpanjangan Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU). Dia pun menduga langkah penutupan kios tersebut justru didasarkan pada SK lama yang sudah tidak berlaku.
"Kami sekarang menunggu terbitnya SK baru. Karena pasca-audiensi dengan Gubernur, sudah jelas akan diterbitkan SK Direksi yang baru. SK 126 membatalkan SK 154, dan yang sekarang ini harusnya SK terbaru untuk membatalkan SK 126. Tapi SK itu belum pernah diberitahukan ke pedagang," jelas Asriyadi.
Dia pun menilai kebijakan yang diambil Pasar Jaya bukan hanya tergesa-gesa, tetapi juga melanggar instruksi Gubernur DKI Jakarta yang sebelumnya meminta agar tidak ada penutupan atau pengosongan kios sebelum ada kesepakatan harga yang layak bagi pedagang.
"Dalam audiensi dengan Gubernur, sudah jelas diinstruksikan agar tidak dilakukan pengosongan atau penutupan sebelum ada kesepakatan harga yang layak. Tapi Pasar Jaya justru mengingkari instruksi itu dengan secara sepihak menutup kios," ucap Asriyadi.

Lebih lanjut, dia menyoroti minimnya transparansi dari pihak pengelola. Hingga kini, pedagang tidak mendapatkan kejelasan terkait SK yang digunakan, harga yang ditetapkan, serta teknis dan mekanisme pembayarannya.
"Pedagang sama sekali tidak tahu dasar penutupan ini. Tidak tahu SK-nya, tidak tahu harga perpanjangan, tidak tahu mekanisme pembayaran. Tiba-tiba kios ditutup," terang Asriyadi.
Lebih lanjut, dia mengatakan sesuai Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan dan Penataan Pasar, setiap penetapan HPTU harus dilakukan berdasarkan kesepakatan dan dituangkan dalam perjanjian bersama antara pengelola dan pedagang. Namun, hal itu belum pernah dilakukan.
"Belum ada perjanjian yang dibuat bersama. Masih proses negosiasi. Jadi kalau SK belum ada dan perjanjian belum dibuat, penutupan ini jelas tidak punya dasar hukum. Ini melanggar batas-batas yuridis yang telah ditentukan," tutur Asriyadi.
Oleh karena itu, dia menyatakan pihaknya siap menempuh langkah hukum dan advokasi terhadap tindakan sepihak Pasar Jaya.
"Langkah pertama, kami akan membuat pengaduan resmi ke Gubernur DKI Jakarta berdasarkan data yang ada, karena tindakan ini melanggar instruksi gubernur dan tidak punya dasar yuridis," tegas Asriyadi.
Dalam konteks pelayanan publik, sambung dia, setiap kebijakan yang berdampak langsung terhadap masyarakat harus diinformasikan secara terbuka.
"Bukan pedagang yang harus bersurat meminta SK, tapi pihak Pasar Jaya yang wajib memberitahukan," ucap Asriyadi.
Pada Kamis, Perumda Pasar Jaya melakukan penutupan sementara kios farmasi di Pasar Pramuka, Jakarta Timur.
Kebijakan tersebut memicu reaksi keras dari para pedagang yang merasa tidak dilibatkan dalam proses penetapan harga dan belum menerima SK terbaru dari Direksi Pasar Jaya.
Mereka meminta agar kebijakan penutupan ditunda sampai ada kejelasan hukum dan kesepakatan bersama antara pengelola dan pedagang.
"Tutup aja, tutup semua! Masa kita tidak boleh dagang," teriak seorang pedagang perempuan di tengah kerumunan.
"Kalau ditutup, cicilan kita bagaimana? Rumah, listrik, orang tua, beli susu anak. Semangat satu suara," teriak pedagang lainnya.







