Ringkasan Berita:
- 48 persen pengguna internet Indonesia adalah remaja, DPR dorong aturan perlindungan siber.
- Anak-anak rawan terpapar konten negatif medsos, DPR usulkan RUU Perlindungan Siber.
- Belajar dari Australia, Prancis, Inggris, Filipina, DPR ingin regulasi serupa di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Nasdem, Arif Rahman, mengingatkan bahaya media sosial (medsos) bagi anak usia dini.
Ia mendukung usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Siber sebagai payung hukum untuk melindungi anak-anak Indonesia di ruang digital.
Arif menilai, regulasi ini mendesak dibahas karena hingga kini belum ada aturan khusus yang komprehensif melindungi anak dari paparan konten berbahaya.
“Menurut hemat saya sih perlu diusulkan Rancangan UU Perlindungan Siber,” kata Arif Rahman kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
Ia sependapat dengan Sekretaris Fraksi Gerindra DPR RI, Bambang Haryadi, yang lebih dulu menginisiasi usulan RUU tersebut.
Menurut Arif, maraknya pengguna media sosial usia dini berpotensi menimbulkan dampak serius.
“Saya sepakat dengan Pak Bambang Haryadi yang menginisiasi usulan RUU Perlindungan Siber. Karena itu tadi, pengguna medsos di usia dini dampaknya serius,” ujarnya.
Arif menekankan, anak-anak Indonesia kini menjadi kelompok pengguna internet paling rentan.
Banyak dari mereka bermain media sosial tanpa pengawasan orang tua, sehingga mudah terpapar konten negatif seperti kekerasan, pornografi, hingga penipuan digital.
Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2025 mencapai 229,4 juta jiwa atau 80,66 persen populasi. Dari jumlah itu, 48 persen merupakan remaja di bawah usia 18 tahun, menurut Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pada Oktober 2024.
“Artinya, ruang siber kita sudah menjadi ruang bermain dan belajar bagi anak-anak. Negara harus hadir memberi perlindungan,” kata Arif.
RUU Perlindungan Siber telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 bersama RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Baleg DPR menilai regulasi ini penting untuk menutup celah hukum yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
Arif mencontohkan sejumlah negara yang sudah lebih dulu menerapkan regulasi ketat untuk melindungi anak dari dampak negatif media sosial.
Menurut Arif, Indonesia perlu segera memiliki undang-undang serupa agar literasi digital yang digencarkan pemerintah berjalan seimbang dengan sistem perlindungan hukum.
Ia menambahkan, RUU Perlindungan Siber nantinya juga akan memperkuat penerapan UU Pelindungan Data Pribadi yang berlaku penuh sejak Oktober 2024.
“Kalau anak-anak kita bisa dilindungi dari paparan negatif dan kebocoran data pribadi sejak dini, itu berarti kita sedang menyiapkan generasi digital yang sehat dan aman,” imbuhnya.