TRIBUNJATENG.COM, BLORA - Nasib pelaku dan provokator kasus perundungan di SMP Negeri 1 Blora, bakal dipindah ke sekolah lain.
Hal itu sesuai dengan permintaan dari pihak korban.
Sebab, jika pelaku dan provokator masih bersekolah di SMPN 1 Blora, dikhawatirkan korban sulit untuk pemulihan dari kondisi trauma.
Kepala SMPN 1 Blora, Ainur Rofiq mengatakan, ada empat siswa yang diminta dipindah, terdiri dari pelaku dan provokator.
Dari pihak orang tua siswa pelaku dan provokator siap untuk memindahkan anaknya ke sekolah yang lain.
Sampai hari ini, baru satu siswa yang positif pindah sekolah.
"Untuk tahap penyelesaiannya, sampai hari ini (Kamis kemarin—Red) sudah ada satu anak yang sudah positif pindah di sekolah lain dan sudah proses administrasi," jelas Rofiq, saat rapat koordinasi bersama di kantor DPRD Blora, Kamis (13/11/2025).
"Yang tiga anak ini masih ingin menentukan alternatif, karena ada beberapa pilihan sekolah yang mereka masih memilih (sekolah) mana itu masih bingung, tapi intinya orang tua siap untuk memindahkan," sambungnya.
Di sisi lain, Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Blora siap memfasilitasi agar pelaku dan provokator kasus perundungan di SMPN 1 Blora mendapatkan sekolah yang baru.
"Dinas Pendidikan memastikan bahwa anak-anak tersebut mendapatkan sekolah sesuai dengan pilihannya," kata Sekretaris Dindik Blora, Nuril Huda.
Lebih lanjut, Nuril menyebut ada beberapa alternatif untuk keempat siswa yang akan dipindah tersebut.
"Saya siap menjembatani, jadi ada beberapa alternatif sekolah, baik sekolah negeri maupun di sekolah swasta," terangnya.
Pihaknya memastikan agar keempat siswa tersebut tetap akan mendapatkan haknya untuk bersekolah.
"Artinya, anak tersebut tidak menjadi Anak Tidak Sekolah (ATS). Mereka akan tetap mendapatkan sekolah," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Blora, Slamet Pamuji, meminta semua pihak agar dalam penyelesaian kasus perundungan di SMPN 1 Blora untuk dicarikan solusi terbaik.
"Kalau solusi ideal tidak merugikan siapa pun pasti tidak bisa. Tapi idealnya hak-hak dari para yang terlibat ini juga terlindungi," kata Slamet.
"Satu dari pihak korban ini juga terlindungi. Kemudian para pelaku juga punya hak sekolah karena dia anak sekolah masih punya hak sekolah. Artinya, tidak boleh anak dikeluarkan dari sekolah kemudian tidak sekolah. Itu jelas tidak boleh," sambungnya.
Selain itu, menurut Slamet, terkait pelaku dan provokator yang hendak dipindah ke sekolah lain, juga untuk diperhatikan.
Hal itu lantaran, pihaknya sudah mendengar ada gejolak dari sekolah-sekolah lain, jika pelaku dan provokator pindah di sekolah yang baru.
"Dari pihak komite sekolah menolak, dari guru-guru menolak, dari orang tua wali murid juga menolak,dengan alasan juga hak-hak anak-anak mereka itu jangan sampai terdampak. Ini juga harus diperhatikan. Sehingga ini memang penyesuaian yang tidak mudah," jelasnya. (M Iqbal Shukri)