TRIBUNNEWS.COM - Teks khutbah berjudul "Berlebihan Selalu Berakibat Buruk" bisa dibacakan saat shalat Jumat, 14 November 2025.
Khutbah Jumat adalah ceramah agama yang disampaikan oleh seorang khatib sebelum pelaksanaan salat Jumat.
Khutbah merupakan bagian penting dari ibadah salat Jumat dan memiliki beberapa fungsi, seperti memberikan nasihat, bimbingan moral, dan pesan-pesan agama kepada jamaah.
Adapun teks khutbah dalam artikel berikut akan mengajak kita semua untuk merenungkan sebuah kata nasihat "hiduplah dengan seimbang" agar selamat dunia dan akhirat.
Islam adalah agama keseimbangan, tidak berlebih-lebihan dan tidak pula meremehkan.
Dikutip dari laman Simbi Kemenag, berikut teks khutbah berjudul "Berlebihan Selalu Berakibat Buruk" untuk shalat Jumat, 14 November 2025.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, agar hidup kita diberkahi di dunia dan di akhirat. Pada kesempatan kali ini, khatib akan menyampaikan kepada kita semua untuk merenungkan sebuah kata nasihat yang sudah tidak asing di telinga kita, yaitu “hiduplah dengan seimbang” agar selamat dunia dan akhir. Islam adalah agama keseimbangan, tidak berlebih-lebihan dan tidak pula meremehkan. Allah Swt berfirman dalam surah Al-A‘raf [7] ayat 31:
“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
Pada ayat di atas, ditafsir oleh beberapa ulama diantaranya Menurut Ibnu Katsir dan Imam Al-Qurthubi. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, yaitu memerintahkan kepada manusia untuk berhias (menutup aurat, memakai pakaian yang rapi) ketika mendatangi masjid, terutama saat salat. Ayat ini turun untuk membantah kebiasaan kaum jahiliah yang tawaf di Kakbah tanpa busana. Selanjutnya Imam Al-Qurthubi menafsirkan bahwa berpakaian rapi ketika beribadah adalah bentuk penghormatan kepada Allah Swt dan menunjukkan adab seorang hamba.
Jemaah Jum’at yang dimuliakan Allah Swt,
Kata “tusrifuu” bukan hanya identik dengan berlebih-lebihan dalam konteks membeli pakaian sebagaimana tafsir dari Ibnu Katsir dan Imam Al-Qurthubi, namun lebih dari itu, “wala tusrifuu” dapat dimaksudkan pada hal-hal lainnya yang dapat berdampak buruk, diantaranya: pertama, berlebihan dalam berbelanja atau hedonisme. Di kota-kota besar Indonesia, fenomena belanja berlebihan sudah menjadi gaya hidup. Tumbuh pesatnya penjualan online selalu ramai bukan karena kebutuhan mendesak, melainkan untuk memuaskan nafsu konsumtif. Banyak masyarakat terjerat hutang kartu kredit atau pinjaman daring hanya ingin mengikuti tren tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi. Akibatnya, rumah tangga banyak mengalami krisis keuangan dan diikuti stres yang meningkat.
Kedua, berlebihan dalam berbicara. Banyak berbicara termasuk perilaku yang tidak terpuji karena dapat menjerumuskan seseorang pada dosa dan menyingkap aib. Rasulullah saw mengingatkan bahwa salah satu ciri orang beriman adalah menjaga lisannya dari ucapan yang sia-sia dan menyakitkan. Terlalu banyak berbicara membuka peluang munculnya kebohongan, gibah, fitnah, serta menyakiti perasaan orang lain.
Ketiga, berlebihan dalam eksploitasi alam. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam, tetapi eksploitasi bumi, penebangan hutan, dan pembakaran lahan secara berlebihan telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Dampaknya nyata: banjir bandang, tanah longsor, kabut asap, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Fenomena ini sesuai dengan pesan Al-Qur’an bahwa perusakan di darat dan laut banyak disebabkan ulah manusia yang berlebihan.
Keempat, berlebihan konsumsi makanan dan minuman. Pola hidup makan dan minuman yang berlebihan banyak terjadi di Indonesia juga menimbulkan masalah serius. Tingkat obesitas terus meningkat, sementara di sisi lain masih banyak masyarakat yang kekurangan gizi. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan adanya double burden of malnutrition, yaitu suatu kondisi dimana sebagian masyarakat kekurangan makanan, sebagian lagi berlebihan. Kedua-duanya membawa dampak buruk.
Kelima, berlebihan dalam politik dan kekuasaan. Fenomena berlebihan dalam mengejar kekuasaan, seperti politik uang dan korupsi, mengakibatkan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemimpin. Dampaknya juga semakin luas, KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang dilakukan akan menggerogoti keuangan negara dan memperlebar jurang ketidakadilan sosial.
Jemaah Jum’at yang dimuliakan Allah Swt,
Sikap berlebih-lebihan yang khatib sampaikan tentu menjadi musuh, tidak hanya manusia namun menjadi musuh negara, karena dampaknya sangat besar dan luas. Hadis terakhir dari Babul Adab dari Kitabul Jami’ dari Kitab Bulughul Maram.
“Maka, minum, berpakaian, dan bersedekah hendaknya dilakukan tanpa berlebihan (israf) dan tanpa kesombongan.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad dan Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan secara ta’liq).
Israf atau berlebih-lebihan dijelaskan oleh Imam Al Ghazali dalam Iḥya’ ‘Ulum Ad-Din, yang menjelaskan bahwa israf yaitu menggunakan sesuatu di luar kadar kebutuhan yang wajar, meskipun sesuatu itu halal. Menurut Al Ghazali, berlebihan akan menutup pintu kesyukuran karena manusia tidak lagi melihat nikmat Allah sebagai amanah, tetapi sekadar alat pemuas hawa nafsu. Selanjutnya Yusuf Al Qardhawi juga dalam kitabnya Fiqh Al-Ḥalal wa Al-Ḥaram, menegaskan bahwa israf adalah satu di antara penyebab utama dari kerusakan ekonomi modern, karena pola konsumsi yang tidak terkendali melahirkan utang, krisis energi, dan kerusakan lingkungan. Menurutnya, ajaran Islam tentang larangan berlebih-lebihan sangat relevan untuk menghadapi krisis global saat ini.
Jemaah Jum’at yang dimuliakan Allah Swt,
Berlebih-lebihan dalam makan, minum, harta, bahkan dalam berucap dan berperilaku, akan mendatangkan keburukan. Banyak penyakit muncul karena berlebihan dalam makanan. Banyak perselisihan timbul karena berlebihan dalam hawa nafsu. Padahal Rasulullah saw bersabda:
“Hati-hatilah kalian dari sikap berlebihan, karena yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap berlebihan dalam agama.” (H.R. Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Menjadi umat yang moderat tidak hanya dalam keberagamaan, tetapi juga moderat dalam banyak hal. Sikap berlebihan membawa kerusakan, sedangkan sikap pertengahan membawa keberkahan. Oleh karena itu, mari kita biasakan hidup sederhana, cukup dengan apa yang halal, jauhi sifat tamak dan berlebih-lebihan. Rasulullah saw sendiri hidup penuh kesederhanaan, padahal beliau mampu untuk hidup mewah. Itulah teladan yang harus kita ikuti.
Mari kita menjaga diri, keluarga, dan masyarakat dari sifat berlebihan yang hanya membawa kesusahan. Mari kita berdoa agar para pemimpin kita juga berani melahirkan kebijakan yang mengarah pada pembangunan bangsa ini secara adil, berimbang, dan keberlanjutan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Amin.
(Latifah)