Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa beban Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan selalu lebih besar dari pendapatannya sejak 2014. Hal itu ia sampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR.
"Emang BPJS (Kesehatan) itu nggak pernah sustainable, dia positif karena dinaikin iuran. Jadi kenaikan iuran itu selalu telat, dan minus, minus, minus, naikin," kata Budi, Kamis (13/11/2025).
Menurutnya, BPJS sempat mencatat surplus pendapatan pada 2019 dan tahun-tahun pandemi karena pemanfaatan layanan menurun. Namun tren defisit kembali terlihat sejak 2023 hingga 2025.
Data iuran vs beban BPJS Kesehatan
- 2014 - Iuran: Rp 40,7 T | Beban: Rp 42,7 T
- 2015 - Iuran: Rp 52,8 T | Beban: Rp 57,1 T
- 2016 - Iuran: Rp 67,4 T | Beban: Rp 67,3 T
- 2017 - Iuran: Rp 74,3 T | Beban: Rp 84,4 T
- 2018 - Iuran: Rp 85,4 T | Beban: Rp 94,3 T
- 2019 - Iuran: Rp 111,8 T | Beban: Rp 108,5 T
- 2020 - Iuran: Rp 139,9 T | Beban: Rp 95,5 T
- 2021 - Iuran: Rp 143,3 T | Beban: Rp 90,3 T
- 2022 - Iuran: Rp 144,0 T | Beban: Rp 113,5 T
- 2023 - Iuran: Rp 151,7 T | Beban: Rp 158,9 T
- 2024 - Iuran: Rp 165,3 T | Beban: Rp 175,1 T
- 2025 (s.d. September) - Iuran: Rp 129,9 T | Beban: Rp 139,4 T
Budi menegaskan bahwa keberlanjutan pembiayaan BPJS Kesehatan perlu dijaga, sambil mengingatkan bahwa iuran BPJS "sangat-sangat murah dan menguntungkan masyarakat." Ke depan, pemerintah mendorong agar mekanisme iuran lebih efisien melalui penerapan kelas rawat inap standar.
"Supaya BPJS itu fokusnya ke yang bawah aja. Nggak perlu urus yang kaya-kaya karena kelas 1 itu biayanya diambil swasta. Jadi kita tanda tangan dengan OJK untuk combine benefit," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Nunung Nuryartono menambahkan, jumlah peserta terdaftar JKN kini mencapai 281,88 juta jiwa atau 98,3 persen dari penduduk Indonesia. Namun, peserta aktif hanya 228,67 juta jiwa atau 79,8 persen.
Menurut Nunung, rata-rata klaim bulanan pada 2025 telah mencapai Rp 16,75 triliun, naik lima kali lipat dibanding 2014. Kenaikan ini terjadi seiring meningkatnya utilisasi dan akses pelayanan kesehatan masyarakat.
Ia memperingatkan bahwa tanpa perubahan kebijakan seperti manfaat, tarif layanan, atau iuran, defisit BPJS Kesehatan akan terus melebar. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2018, pemerintah dapat mengambil tindakan khusus ketika aset jaminan sosial kesehatan bernilai negatif.
"Paling sedikit dilakukan melalui penyesuaian besaran iuran sesuai ketentuan; atau pemberian suntikan dana tambahan," ujarnya.







