Materi Khutbah Jumat 14 November 2025, Konsep Ekoteologi dalam Islam
taufik ismail November 14, 2025 09:30 AM

TRIBUNCIREBON.COM - Berikut ini materi khutbah Jumat untuk tanggal 14 November 2025.

Teks atau naskah khutbah Jumat ini ditulis oleh Dr. H. Khoirul Huda Basyir, Lc. M.Si (Pengasuh PPTQ. Al Kaukab Bogor dan Katim KLN Kementerian Agama RI).

Naskah khutbah Jumat ini dilansir dari laman resmi Kemenag.

Judulnya adalah Ekoteologi dalam Panduan Islam.

Berikut isi materi khutbah Jumatnya :

Konsep dasar pengelolaan alam dalam Islam atau yang belakangan sering diistilahkan dengan “ekoteologi“ sesungguhnya bertumpu pada peran manusia sebagai ‘Abdullah (hamba Allah) sekaligus Khalifatullah fil Ardl (mandataris Allah di muka bumi).

Sebagai hamba Allah, manusia berkewajiban tunduk dan patuh pada nilai-nilai ilahiah dalam setiap tindakan dan perbuatan, termasuk dalam berinteraksi dengan alam.

Sementara sebagai khalifatullah, manusia diberi amanah untuk merawat dan mengelola bumi, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memastikan keberlanjutan kehidupan di alam raya ini.

Kedua konsep ini menegaskan bahwa relasi manusia dengan bumi bukanlah relasi eksploitatif, tetapi relasi tanggung jawab yang mengandung dimensi moral dan spiritual.

Ajaran Islam memberikan prinsip dan panduan yang jelas dalam menuntun relasi ekologis manusia. Islam menekankan misi rahmatan lil ‘alamin sebagai rahmat bagi seluruh semesta, bukan hanya bagi umat manusia tetapi bagi jagat raya.

Al Quran mengajarkan beberapa prinsip penting dan mendasar dalam merawat dan mengelola sumberdaya alam supaya dapat lestari, terjaga dan memberikan kemaslahatan bagi semua agar eksistensi kehidupan manusia dan alam dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.

Di antara panduan prisip yang diajarkan Al-Quran sebagaimana termaktub dalam firman Allah SWT Surat Al-Qasas, ayat 77:

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ۝٧٧

Artinya: “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Berikut dipaparkan empat prinsip mendasar dalam pengelolaan alam atau ekoteologi dalam panduan ajaran Islam sebagaimana penjelasan beberapa ayat Al-Quran dan As-Sunnah:

1. Menjaga keseimbangan (attawazun), mengajarkan bahwa seluruh ciptaan Allah diletakkan dalam harmoni yang seimbang dan proporsional.

Frasa tersebut merujuk pada larangan dalam Al-Qur'an surah Al-A'raf ayat 56, yang berarti janganlah membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.

Allah telah menciptakan bumi dengan keseimbangan dan keteraturan yang sempurna, sehingga manusia sebagai khalifah (pengelola) diperintahkan untuk menjaga dan melestarikannya agar keseimbangan itu tetap terjaga dengan baik.

2. Merawat kebajikan/harmoni (al-Ihsan), sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk merawat, memelihara, dan memakmurkan bumi serta memperlakukan alam dengan baik.

Dengan demikian, ekoteologi Islam bukan sekadar teori, tetapi pedoman untuk membangun kesadaran kolektif dalam menjaga bumi dan aam raya sebagai amanah Allah SWT.

3. Menjauhi kerusakan dan atau pengerusakan (al-fasad atau dlarar), tidak boleh merusak atau dirusak, La dlarara wala dlirara.

Larangan fasād (melakukan kerusakan} menjadi peringatan tegas agar manusia tidak melampaui batas dalam berhubungan denga naam sehingga menimbulkan bencana ekologis.

Kerusakan yang dilarang mencakup berbagai tindakan seperti mencemari lingkungan, menebang hutan secara liar, pemborosan sumber daya alam, pengeolaan sampah dan limbah secara sembarangan dan melakukan perbuatan yang merusak ekosistem dan kehidupan makhluk lain. Allah SWT menegaskan:

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.

4. Rahmatan Lil’alamin, sebagaimana ditegaskan Al-Quran bahwa misi paling utama ajaran baginda Rasulillah SAW adalah menghadirkan rahmah (kasih sayang) bagi seluruh alam:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya: “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

Menurut para ahli tafsir sebagaimana yang dikutib oleh Prof. Dr. Qurais Shihab dalam Tafsir Al Misbah, kata rahmah pada ayat tersebut setidaknya mengandung tiga pesan utama, yaitu: perlindungan, perdamaian dan memperlakukan manusia dan alam dengan penuh kasih sayang.

Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW bersabda:

الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ اِرْحَمُوْامَنْ فِىْ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَآءِ

Artinya: “Orang-orang yang pengasih akan dikasihi Allah ﷻ Sang Maha Pengasih, Kasihilah siapapun di bumi maka yang di langit akan mengasihimu.”

Dalam kerangka dan panduan ini, ajaran Islam menegaskan pentingnya integrasi antara hifdhuddin (menjaga keberagamaan), hifdhunnafsi (menjaga martabat kemanusiaan) dan hifdhu bi’ah (merawat keestarian lingkungan).

Umat Islam sebagai bagian terbesar dari masyarakat Indonesia tentu memiliki amanah, tanggung jawab dan memainkan peran sangat penting dalam merealisasikan pesan-pesan penting dalam ajaran Islam dalam ekoteologi.

Ahamdulillah, belakangan beberapa upaya konkret telah digaungkan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama dan ormas-ormas Islam, seperti pendidikan ramah iklim, fatwa pelestarian lingkungan, Gerakan penanaman pohon, dakwah moderat, penerapan Pendidikan Kurikulum Berbasis Cinta hingga penguatan trilogi kerukunan jilid 2, yaitu harmoni dengan khaiq, manusia dan alam menjadi wujud nyata integrasi nilai-nilai keislaman dengan isu-isu ekologi kontemporer.

Upaya ini diharapkan tidak hanya memperkuat spiritualitas umat, tetapi juga akan mampu melahirkan generasi umat yang peduli terhadap pelestarian lingkungan dan menghadirkan pembangunan peradaban yang manusiawi, hijau dan berkelanjutan. Wallahu a’lamu bishawab.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.