Kemenkes Soroti Efek PTSD di Balik Kasus Ledakan SMA 72 Jakarta
GH News November 14, 2025 11:08 AM
Jakarta -

Siswa-siswi SMAN 72 Jakarta masih menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) pasca tragedi atau insiden ledakan beberapa waktu lalu. Hal ini demi memastikan trauma pelajar pulih terlebih dulu, sebelum kembali memulai aktivitas di sekolah.

Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes RI, dr Imran Pambudi, MPHM menyebut pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan terkait pendampingan psikologis para pelajar, juga lingkungan sekitar yang ikut terdampak.

"Kami sudah bicara dengan teman-teman Dinkes. Mereka sudah menyiapkan tenaga psikolog klinis di puskesmas-puskesmas Jakarta untuk memberikan konseling bagi korban," beber Imran, saat ditemui detikcom di Gedung Kemenkes RI Rabu (12/11/2025).

"Alhamdulillah, kalau di Jakarta semua puskesmas sudah ada psikolog klinisnya. Jadi layanan konseling bisa segera dilakukan di tingkat komunitas," tambahnya.

Imran menegaskan penanganan trauma tidak hanya menyasar korban luka, melainkan juga keluarga dan para siswa lain di lingkungan sekolah yang terdampak secara psikologis. Ledakan tersebut menimbulkan ketakutan baru bagi banyak pelajar, termasuk kekhawatiran untuk kembali ke sekolah.

"Bukan hanya korban langsung, tapi keluarga juga bisa mengalami trauma. Bahkan anak-anak yang sekolah di situ pun bisa takut masuk lagi, takut salat Jumat di tempat yang sama, khawatir kejadian berulang. Ini yang kita sebut post-traumatic stress disorder atau PTSD," jelasnya.

Kemenkes juga disebutnya meminta Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) untuk memperkuat dukungan tenaga ahli di lapangan.

"Kami sudah bicara dengan teman-teman IPK Indonesia, mereka siap membantu Dinkes memberikan konseling bagi korban, keluarga, dan lingkungan sekitar," kata Imran.

Imran menyebut dalam dua pekan terakhir, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Kemenkes juga meluncurkan Tim Pembinaan Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) di tingkat pusat. Tim ini dibentuk untuk memperkuat koordinasi lintas kementerian dalam menangani masalah kesehatan jiwa di masyarakat secara menyeluruh.

"Salah satu tugas tim itu adalah melihat persoalan kesehatan jiwa secara holistik dan menyelesaikannya secara kolaboratif. Saat ini baru dibentuk di tingkat pusat, tapi nanti akan dikembangkan ke tingkat provinsi dan kabupaten," ujarnya.

Ia menegaskan penanganan pascaledakan tak bisa berhenti di rumah sakit saja. Diperlukan pendekatan kesehatan jiwa berbasis komunitas, agar proses pemulihan mental bisa menjangkau seluruh pihak terdampak, baik korban langsung, keluarga, maupun masyarakat sekitar.

"Masalah seperti ini tidak bisa selesai hanya di rumah sakit. Harus ditangani sampai di tingkat komunitas, karena trauma tidak selalu terlihat. Ada anak-anak yang tampak baik-baik saja, tapi menyimpan ketakutan mendalam," tegasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.