Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) meluncurkan program "Kampung Rekonsiliasi dan Damai (Redam)" untuk menciptakan perdamaian di daerah konflik sosial, di Jakarta, Jumat.
Menteri HAM Natalius Pigai melihat Indonesia merupakan negara yang multi-etnik, multi-suku, multi-ras, multi-wilayah, multi-bahasa, hingga memiliki banyak komunitas adat serta komunitas budaya.
"Jadi konflik masyarakat antara individu, antara sosial, serta antara komunitas selalu ada," ucap Pigai saat ditemui usai acara peluncuran.
Oleh karena itu, KemenHAM telah meminta pihak intelijen dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melihat wilayah yang memiliki berbagai potensi konflik, guna menghadirkan rekonsiliasi dan perdamaian yang abadi agar stabilitas di Tanah Air terjaga.
Dalam menghadirkan rekonsiliasi dan perdamaian, KemenHAM pun membentuk Kampung Redam, yang beririsan dengan salah satu program KemenHAM lainnya, yakni Desa Sadar HAM.
Saat suatu wilayah ditetapkan sebagai Kampung Redam, Pigai menjelaskan nantinya akan ada tim dari KemenHAM yang bekerja di daerah tersebut untuk menciptakan perdamaian.
"Kalau pun di wilayah itu ada dua konflik, dua kelompok yang berbeda pandangan, maka kedua-duanya kami libatkan sebagai tim," ucap dia.
Tim tersebut, kata dia, akan dipantau oleh KemenHAM dan dibina sekitar 3-5 tahun sampai wilayah yang ditunjuk sebagai Kampung Redam tersebut benar-benar terjalin rekonsiliasi dan perdamaian seperti masyarakat atau wilayah yang lain.
Apabila rekonsiliasi dan perdamaian sudah tercapai, KemenHAM pun akan menyerahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten untuk penanganan selanjutnya.
Kendati demikian, Pigai menegaskan program Kampung Redam tidak hanya dimaknai dari sisi konflik lantaran program tersebut sebenarnya ingin menghadirkan kewajiban pemerintah, yaitu hak atas sandang, pangan, dan papan di wilayah tersebut.
"Kami identifikasi berapa penganggur, berapa orang yang miskin, berapa orang yang buta huruf, misalnya, berapa yang tingkat kematian ibu, berapa tingkat kematian anak, semua patologi sosial, patologi ekonomi, semuanya kami identifikasi di situ," ucap Pigai menambahkan.







