Ringkasan Berita:
- Segel KPK di rumah dinas gubernur Riau diduga rusak, bikin publik terhenyak.
- Tiga pramusaji dipanggil KPK, didalami aktivitas di kediaman resmi Abdul Wahid.
- CCTV dan dokumen disita, kasus korupsi Riau makin menyeret banyak pihak terkait.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan perusakan segel di rumah dinas Gubernur nonaktif Riau, Abdul Wahid.
Untuk mengusut hal tersebut, penyidik hari ini memanggil tiga pramusaji yang bertugas di rumah jabatan tersebut sebagai saksi.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan para saksi dilakukan untuk mendalami dugaan insiden tersebut.
“Di antaranya didalami terkait adanya dugaan perusakan segel KPK di rumah dinas gubernur,” kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/11/2025).
Ketiga pramusaji yang dipanggil adalah Alpin, Muhammad Syahrul Amin, dan Mega Lestari. Pemeriksaan berlangsung di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Riau.
Menurut KPK, pemanggilan mereka relevan karena sebagai pekerja rumah dinas, pramusaji diduga mengetahui aktivitas sehari‑hari di lokasi tersebut.
Rumah dinas Gubernur Riau yang menjadi objek penyidikan terletak di Jalan Diponegoro, kawasan Suka Mulia, Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru, Riau. Lokasi ini merupakan kediaman resmi gubernur sekaligus tempat kegiatan kelembagaan.
Dalam penggeledahan rumah dinas pada Kamis (6/11/2025), KPK menyita sejumlah dokumen dan rekaman CCTV yang kini tengah dianalisis.
Selain ketiga pramusaji, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua saksi lain, yakni Rifki Dwi Lesmana (ASN P3K Dinas PUPR) dan Hari Supristianto (Staf Perencanaan Disdik Provinsi Riau).
Pemanggilan saksi dari Dinas Pendidikan dan PUPR merupakan tindak lanjut dari penggeledahan maraton yang dilakukan KPK pekan lalu di Kantor Disdik Riau (13/11/2025) dan Kantor Dinas PUPR Riau (11/11/2025).
Hingga kini, Tribunnews masih menunggu konfirmasi dari pihak Abdul Wahid maupun kuasa hukumnya terkait dugaan tersebut.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT/operasi tangkap tangan) pada Rabu (5/11/2025) yang menetapkan tiga tersangka yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP Riau M Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M Nursalam.
Selain menjabat sebagai Gubernur Riau, Abdul Wahid diketahui juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Provinsi Riau. Sementara Dani M Nursalam, yang turut ditetapkan sebagai tersangka, juga menjabat di struktur DPW PKB Riau. Fakta ini menambah dimensi politik dalam kasus yang tengah ditangani KPK.
Abdul Wahid diduga meminta “jatah preman” sebesar 5 persen dari alokasi penambahan anggaran infrastruktur jalan dan jembatan tahun 2025.
Nilai 5 persen itu disebut mencapai Rp 7 miliar, yang dikodekan sebagai “7 batang”—istilah yang digunakan dalam komunikasi internal kasus. Permintaan tersebut diduga disertai ancaman pencopotan atau mutasi jabatan.
KPK menduga Abdul Wahid telah menerima aliran dana setidaknya Rp 2,25 miliar dari total permintaan tersebut.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni Abdul Wahid, M. Arief Setiawan, dan Dani M. Nursalam,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).