...Ada dualisme di sini antara pemerintahan pusat dan daerah sehingga terjadi kebijakan yang dalam beberapa hal kontradiktif

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menyarankan agar persoalan mendalam berkenaan dengan tata kelola guru dipusatkan pada pemerintah pusat.

Menurutnya, pemusatan itu dapat mengakhiri masalah dualisme kewenangan dan kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga perpecahan kewenangan yang berpotensi menimbulkan berbagai kebijakan yang bertentangan dan berdampak langsung pada kualitas dan penataan tenaga pendidik dapat dihindari.

“Ada dualisme di sini antara pemerintahan pusat dan daerah sehingga terjadi kebijakan yang dalam beberapa hal kontradiktif. Umpamanya, terkait dengan pengangkatan guru,” kata Wamen Atip dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, dengan agenda pembahasan mengenai RUU Guru dan Dosen.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa dualisme itu tidak hanya memengaruhi pola pengangkatan guru, tetapi juga berdampak pada perencanaan formasi, pendistribusian guru antarwilayah, hingga munculnya praktik pengangkatan guru honorer oleh sekolah atau pemerintah daerah tanpa mekanisme resmi. Banyak kasus baru, ucapnya melanjutkan, terungkap ketika muncul tuntutan penetapan status atau saat pemerintah melakukan pemetaan kebutuhan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).



Atip pun menilai bahwa satu-satunya cara mengakhiri persoalan itu adalah dengan menempatkan tata kelola guru di bawah pemerintah pusat secara penuh.

Ia juga menyoroti persoalan redistribusi guru yang selama ini sulit dilakukan secara efektif karena kewenangan tersebar. Banyak sekolah, kata dia, dihadapkan pada masalah kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu.

Sementara sekolah lain, mengalami masalah kekurangan guru, tetapi tidak bisa dilakukan penataan karena tidak ada satu otoritas tunggal yang memegang kendali.

Untuk itu, ia mendorong agar pengelolaan guru dipusatkan sepenuhnya di pemerintah pusat dengan aturan yang bersifat lex specialis. Kebijakan tersebut diharapkan dapat menghapus tumpang tindih kewenangan dan menyatukan seluruh proses manajemen guru, mulai dari perencanaan formasi, pemetaan kebutuhan, rekrutmen, hingga redistribusi.



Dengan sentralisasi itu, ia meyakini tata kelola guru akan lebih tertib dan kebijakan pendidikan dapat berjalan lebih konsisten di seluruh daerah, tanpa perbedaan standar atau interpretasi antara pusat dan daerah.