Ringkasan Berita:
- Civitas akademika Untag Semarang mengenang Levi sebagai dosen yang ramah dan dermawan.
- Levi ditemukan meninggal di sebuah kos-hotel dan saat itu berada satu kamar dengan AKBP Basuki yang sudah ditahan.
- Rekan dosen, Eva Arief, merasa kehilangan dan mengatakan tidak mengetahui kehidupan pribadi Levi, termasuk hubungannya dengan seorang polisi.
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Civitas akademika Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang mengenang Dwinanda Linchia Levi (35) sebagai sosok dosen yang hangat, sopan, dan dikenal sangat dermawan.
Kepergian Levi meninggalkan duka mendalam bagi rekan-rekannya di kampus.
Levi ditemukan meninggal dunia di kamar nomor 210 sebuah kos-hotel di kawasan Telaga Bodas Raya, Gajahmungkur, Kota Semarang, pada Senin (17/11/2025).
Saat kejadian, ia berada satu kamar dengan AKBP Basuki yang kini telah ditahan di rumah tahanan Polda Jateng.
Salah satu dosen Untag, Eva Arief, mengaku sangat kehilangan.
Ia mengenal Levi sejak 2021 dan merasa dekat karena kepribadiannya yang ramah.
Eva menceritakan bahwa Levi sering membeli jajanan dari pedagang kecil di sekitar kampus untuk kemudian dibagikan kepada para dosen lain.
"Hal yang paling saya ingat almarhumah itu dermawan, dia suka beli jajanan pedagang kecil seperti pejual jagung rebus dan yakult yang jualan di kampus lalu jajanan itu dibagikan ke para dosen lainnya," ujarnya kepada Tribun di Kampus Untag, Kota Semarang, Jumat (21/11/2025).
Eva menunjukkan meja kerja Levi yang kini telah kosong setelah barang-barang pribadi diambil keluarganya.
Hanya tersisa bunga plastik berwarna pink, kalender, serta body lotion di atas meja yang dulu kerap dipakai Levi.
"Iya, ini meja kerja almarhumah.
Dulu ada boneka kecil tapi sepertinya juga sudah diambil," terang Eva.
Ia mengingat percakapan terakhir dengan Levi terjadi pada Jumat (14/11/2025).
Tanpa firasat apa pun, pertemuan itu menjadi yang terakhir.
"Terakhir ketemu ya biasa saja tidak menyangka ada peristiwa tersebut," bebernya.
Meski cukup dekat, Eva mengaku tidak mengetahui kehidupan pribadi Levi, termasuk hubungan almarhumah dengan seorang perwira polisi berpangkat AKBP.
"Kami juga beda generasi, saya dosen lama sedangkan Bu Levi dosen baru, jadi secara pribadi saya tidak tahu," terangnya.
Kendati demikian, lanjut Eva, korban selama mengajar di Untag dalam beberapa waktu terakhir beberapa kali mengeluhkan sakit.
Korban mengeluhkan penyakit asam lambung.
"Tidak hanya sekali, tapi beberapa kali izin ke Bu Wulan kepala bagian hukum pidana, biasanya mengeluh sakit asam lambung," terangnya.
Dosen Untag lainnya, Edi Pranoto mengatakan, sosok dosen Levi merupakan dosen yang terkenal dengan sopan santunnya.
Sebagai dosen muda, ia ketika bertemu dengan seniornya selalu bersikap sopan dengan cara selalu mencium tangannya.
"Almarhumah itu terkenal dengan sikap takzim ke orang yang lebih tua," ucapnya.
Selain sopan, kata Edi, almarhumah dikenal pula sebagai sosok dosen berprestasi.
Atas prestasinya, Levi diangkat menjadi dosen tetap pada tahun 2022.
Ia juga salut atas prestasi dari Levi yang aktif mengirim jurnal ilmiah hingga indeks science technology index (Sinta) mencapai angka di atas 300.
"Dia juga mengajar di Undip dan sebuah perguruan tinggi di Jakarta.
Almarhum juga dikenal sebagai dosen favorit mahasiswa," ungkapnya.
Mahasiswa Fakultas Hukum Untag Semarang Farel mengatakan, dosen Levi merupakan dosen yang sangat ceria ketika mengajar.
Ia tidak pernah memperlihatkan kesedihan sama sekali selama mengajar di kampus.
"Dia dosen yang paling friendly, say hay kepada mahasiswa sehingga saya sangat sedih mendapatkan kabar almarhumah dengan kondisi seperti itu," katanya.
Mahasiswa Untag, Antonius Fransiskus Polu mengaku dosen Levi sangat berdedikasi dalam bidang hukum.
Hal itu ditunjukkan saat berdiskusi dalam organisasi kemahasiswaan (ormawa).
"Saya meskipun mahasiswa fakultas ilmu sosial politik tapi kita sering ngobrol soal ormawa dan orangnya asik banget jadi di sini kami menyayangkan orang baik tapi mengalami kejadian seperti itu," ucapnya. (Iwn)