Kenapa Kita Lebih Mudah Marah saat Kurang Tidur? Ini Penjelasan Sainsnya!
Tifany Kaida Madani November 24, 2025 01:00 PM
Pernahkah Anda tidur larut atau begadang, lalu saat terbangun mood Anda terasa buruk dan acak-acakan? Komentar orang yang sebenarnya tidak begitu penting membuat Anda kesal atau kesalahan kecil membuat Anda kepalang marah. Ternyata, fenomena ini memiliki penjelasan ilmiahnya lho!
Hal ini bermula dari cara otak bekerja saat kita kurang istirahat. Otak adalah organ paling kompleks karena strukturnya yang luar biasa rumit. Fungsinya mencakup berbagai hal, mulai dari mengatur pernapasan, berpikir, mengambil keputusan, hingga mengendalikan emosi. Saat kita kurang tidur, beberapa bagian otak tidak dapat bekerja secara optimal, terutama wilayah yang berhubungan dengan pengaturan emosi.
Salah satu bagian yang terganggu adalah amigdala yang bertugas mengelola emosi dasar seperti marah dan takut. Saat kurang tidur, amigdala menjadi lebih aktif dari biasanya atau dikenal dengan istilah overaktif. Penelitian neurosains menunjukkan bahwa amigdala yang kelelahan menjadi jauh lebih sensitif dan mudah memicu respons emosional yang kuat. Ia memberi alarm berlebihan pada hal yang sebenarnya tidak berbahaya, misalnya seperti suara berisik, pesan yang telat dibalas, atau ucapan orang lain yang sebenarnya bukan kritik. Padahal, ketika dalam kondisi tidur yang cukup, amigdala mampu bereaksi dengan stabil, tidak berlebihan, dan tidak terlalu sensitif. Akibatnya, kita lebih mampu mengendalikan diri dan tidak mudah tersulut emosi. Bahkan apabila ada hal yang mengganggu, kita cenderung menoleransi dan menanggapinya dengan bijak dan dewasa.
Bagian lain yang ikut terganggu selain amigdala ialah prefrontal cortex, yakni bagian otak depan yang terletak tepat di belakang dahi yang berfungsi dalam mengatur perilaku, emosi, serta pengambilan keputusan. Ibarat sebuah rem, prefrontal cortex bekerja untuk menenangkan reaksi emosional yang muncul dari amigdala agar tidak bereaksi berlebihan. Namun, ketika kurang tidur, pola kerja otak berubah. Bagian prefrontal cortex melemah dan tidak dapat bekerja secara optimal layaknya rem yang aus sehingga tidak mampu menahan dan mengendalikan reaksi emosional dari amigdala. Akibatnya, amigdala menjadi seperti gas tanpa rem sehingga otak tidak mampu untuk mengatur emosi, menahan amarah, atau memikirkan konsekuensi. Sebaliknya, otak lebih cepat menafsirkan situasi yang sebenarnya biasa sebagai ancaman atau gangguan. Inilah yang kemudian membuat seseorang kurang tidur lebih mudah marah, tersinggung, atau bereaksi berlebihan terhadap hal kecil.
Tidak hanya itu, kurang tidur juga berdampak pada regulasi hormon. Salah satu hormon yang terpengaruh adalah kortisol atau hormon stres. Saat kondisi normal, kadar kortisol menurun di malam hari untuk mempersiapkan tubuh tidur dan perlahan kembali meningkat di pagi hari saat bangun. Pola ini memastikan tubuh agar rileks di malam hari dan siap beraktivitas di siang hari. Akan tetapi, ketika kurang tidur ritme ini menjadi tidak stabil dan kadar kortisol sering kali tetap tinggi. Peningkatan ini membuat tubuh berada dalam kondisi siaga untuk merespon bahaya, layaknya alarm yang tidak pernah dimatikan.
Kondisi ini membuat kita menjadi lebih sensitif, cemas, dan memicu kemarahan. Kadar kortisol yang tinggi dalam jangka panjang juga mengganggu fungsi neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin yang berperan dalam kestabilan mood. Kurang tidur dapat menurunkan kadar serotonin yang dikenal sebagai penstabil suasana hati. Akibatnya, stres meningkat dan menjadi mudah tersinggung serta marah. Selain menurunkan serotonin, kurang tidur juga menurunkan kadar dopamin yang berkaitan dengan sistem penghargaan otak, motivasi, juga kesenangan. Ketika dopamin menurun, maka kita merasa tidak bersemangat dan kehilangan motivasi yang nantinya dapat memicu frustasi dan kemarahan.
Lalu, apa solusinya? Jawabannya sederhana: tidur cukup. Aktivitas tidur sering disepelekan dan dianggap sebagai kegiatan yang bisa dikorbankan demi menyelesaikan hal lain. Banyak dari kita lebih mengutamakan pekerjaan atau tugas sampai melupakan tidur. Padahal, tidur adalah kebutuhan paling dasar manusia untuk kelangsungan hidupnya seperti halnya makan dan minum. Bagi orang dewasa, tidur yang ideal sekitar 8 jam perhari. Namun, kuantitas tidur juga harus diikuti oleh kualitas tidur. Percuma saja apabila kita tidur selama 8 jam, tetapi kita terbangun tiap jam sekali. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan guna meningkatkan kualitas tidur, antara lain:
Menghindari menatap layar handphone atau laptop setidaknya 30 menit sebelum tidur.
Membuat jadwal tidur yang konsisten, misalnya harus sudah tidur pukul 10 malam.
Mengurangi minum kopi atau teh atau minuman berkafein di sore atau malam hari.
Mematikan lampu kamar saat hendak tidur.
Mengelola stres sebelum tidur, seperti journaling.
Ketika tidur kita kembali normal, aktivitas prefrontal cortex akan pulih, amigdala kembali stabil, dan mood secara keseluruhan membaik. Emosi lebih mudah dikendalikan, pikiran lebih jernih, dan kita tidak lagi mudah marah hanya karena hal kecil.
Dari pemaparan penjelasan di atas, terbukti bahwa kurang tidur tidak hanya membuat tubuh lelah, tetapi juga mengganggu keseimbangan kerja otak. Mulai dari prefrontal cortex yang melemah, amigdala menjadi terlalu sensitif, hingga meningkatnya hormon stres atau kortisol yang membuat emosi lebih sulit dikendalikan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu memastikan waktu istirahat yang cukup, sebab tidur bukan kemewahan, bukan hadiah setelah bekerja keras, tetapi kebutuhan dasar yang menentukan bagaimana kita berpikir, merasakan, dan memperlakukan orang lain. Tidur cukup berarti memberi otak kesempatan untuk kembali stabil, tenang, dan terkendali. Karena itu, mulailah tidur dengan cukup malam ini, matikan lampu, letakkan gadget, lalu pejamkan mata.