Perawat Ceritakan Pesan yang Paling Sering Diucapkan Pasien Menjelang Ajal
GH News November 24, 2025 08:10 PM
Jakarta -

Seorang perawat layanan hospice membagikan pengalamannya mendampingi sekitar 300 pasien di masa-masa terakhir mereka. Hospice sendiri merupakan perawatan bagi pasien dengan penyakit serius di akhir kehidupan, yang berfokus pada kenyamanan, kualitas hidup, dan dukungan emosional, bukan pada penyembuhan.

Dikutip dari Everyday Health Tips, perawat bernama Laura M itu menjelaskan salah satu tugas terpentingnya adalah mendengarkan pasien. Dari situlah ia kerap mendengar pesan-pesan terakhir yang disampaikan sebelum mereka meninggal dunia.

Sebagian besar pesan tersebut mengandung penyesalan.

Salah satu yang paling sering muncul adalah, "Seharusnya aku lebih banyak mencinta, dan dengan cara yang berbeda." Laura menceritakan kisah yang paling membekas dalam ingatannya tentang George, seorang veteran Perang Dunia II berusia 92 tahun yang telah bermusuhan dengan saudaranya selama bertahun-tahun.

"Aku memenangkan pertengkarannya, tapi kehilangan seumur hidup," ujar George sebelum meninggal.

Tak seorang pun meninggal dengan berharap mereka lebih keras atau tegas. Justru mereka menyesali momen saat mereka memilih untuk bersikap tidak baik.

Kemudian ada pesan lainnya: "Aku menyimpan kebahagiaanku untuk nanti, tapi itu tidak pernah datang." Laura menceritakan bahwa salah satu pasien yang mengungkapkan hal tersebut adalah seorang pensiunan insinyur kaya.

Sepanjang hidupnya, pria itu terlalu berfokus mengejar kekayaan hingga melupakan kebahagiaannya sendiri. Bahkan, ia tak sempat menikmati tabungan yang telah dikumpulkannya seumur hidup.

"Aku begitu takut menjadi miskin sampai aku menjadi kaya, tapi dalam ketakutan," ujar insinyur tersebut.

Pesan ketiga adalah "Memaafkan membebaskan, bahkan lebih daripada oksigen." Sebagian orang mungkin menyimpan dendam yang begitu dalam kepada seseorang. Namun menjelang kematian, banyak pasien justru menjadi lebih mudah memaafkan.

Laura menceritakan salah satu pasien yang akhirnya memilih memaafkan anaknya, meski mereka telah lama tidak saling berhubungan. Ia ingin merasakan kedamaian sebelum mengembuskan napas terakhir.

"Aku tak bisa mati dalam keadaan marah," ucap pasien itu, lalu meninggal 30 menit kemudian.

Laura beranggapan dendam tidak dapat menghukum orang lain, tapi justru meracuni diri sendiri. Kedamaian menurutnya adalah sebuah pelepasan, bukan hadiah.

Pesan berikutnya adalah "Kehadiran adalah hadiah terbesar yang bisa kau berikan." Laura mengatakan bahwa dalam beberapa kasus, hal yang paling menyedihkan bukanlah suara monitor jantung yang berhenti, melainkan ketika tak ada keluarga yang hadir menemani.

Ia juga teringat seorang ayah yang menyesal karena jarang meluangkan waktu untuk bercengkrama dengan keluarganya.

"Saya menyesal kurang hadir bahkan saat berada di rumah. Aku selalu berada di tempat lain, bahkan ketika aku pulang," katanya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.