Dishub Sebut Bajaj Online di Kota Semarang Belum Urus Izin 
M Syofri Kurniawan December 02, 2025 07:30 AM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Persoalan izin operasional bajaj online Maxride di Kota Semarang hingga kini belum menemukan titik terang.

Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Semarang menyatakan, masih menunggu kejelasan izin operasional bajaj online yang belakangan beredar di sejumlah titik kota.  

Kepala Bidang Angkutan Dishub Kota Semarang, R Ambar Prasetyo mengungkapkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kepolisian untuk menangani aktivitas kendaraan roda tiga tersebut di lapangan.

“Dengan tindakan itu kan kami koordinasikan dengan kepolisian. Kami terus berkomunikasi terkait perizinannya,” ujar Ambar kepada Tribun Jateng, Senin (1/12/2025).

Sebelumnya diberitakan, keberadaan bajaj online Maxride, yang baru beberapa pekan hadir di Kota Semarang, perlahan mencuri perhatian warga yang penasaran.

Sejauh ini, kurang dari 50 unit bajaj online yang telah beroperasi di Kota Semarang.

Akan tetapi, pengoperasian bajaj online itu belum sepenuhnya mulus, mengingat adanya kendala pada proses perizinan.

Menurut Ambar, hingga saat ini belum ada pengajuan izin resmi dari operator maupun pengelola bajaj kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.

Ia menegaskan, moda roda tiga itu belum memenuhi regulasi sebagai angkutan kawasan ataupun angkutan umum di wilayah kota.

“Kami masih menunggu apakah mereka mengajukan perizinan kepada kami atau pemerintah sebagai angkutan kawasan tertentu,” jelasnya.

Tidak otomatis

Ambar juga menanggapi klaim pihak operator bajaj, yang menyebut bahwa izin operasional mereka cukup menggunakan izin dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) atau platform aplikasi layaknya ojek online.

Menurut Ambar, aturan tersebut tidak otomatis berlaku bagi kendaraan roda tiga. 

“Kalau tentang Permen Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 memang ada ketentuan terkait angkutan berbasis aplikasi. Jenis kendaraan seperti bajaj tidak termasuk di dalam kategori itu,” tandas Ambar.

Pada PM 12/2019, pasal 3 ayat (1) yang dimaksudkan sepeda motor yang menjadi angkutan digunakan untuk Keperluan Masyarakat pada poin c yakni roda 3 tanpa rumah rumah (penutup).

Adapun bajaj masuk kategori transportasi roda tiga dengan rumah-rumah.  

“Untuk saat ini kami masih menunggu pengajuan dan perjanjian dari pihak bajaj itu sendiri,” ujar Ambar.

Sejauh ini, Dishub hanya bisa melakukan pemantauan dan koordinasi penindakan di lapangan bersama kepolisian, sembari menunggu langkah administratif yang seharusnya ditempuh operator bajaj.  

Di sisi lain, Sekretaris Dishub Kota Semarang, Danang Kurniawan, menyebut larangan itu mengacu pada regulasi Kementerian Perhubungan yang berlaku nasional.

“Kami sudah sepakat dengan kepolisian, bajaj ini kami larang. Sudah kami ingatkan dan sosialisasikan bahwa memang tidak boleh dioperasionalkan,” ujar Danang.

Ia menuturkan, pengelola bajaj Maxride memang pernah mendatangi Dishub, tetapi kedatangannya sebatas pemberitahuan uji coba, bukan pengajuan izin resmi.

“Izin operasional sebagai angkutan umum tidak ada,” kata Danang. 

Dinamika regulasi

Dalam kesempatan terpisah, Senior Digital Marketing Manager Maxride Indonesia, Andhika Yosmika Swaputra mengatakan, pihaknya memahami dinamika regulasi yang sedang dibahas pemerintah daerah.

Meski begitu, ia berharap sorotan yang muncul tidak mengaburkan dampak sosial Maxride di Semarang.

“Di kota-kota tempat kami beroperasi, termasuk Semarang, kami sudah membuka ribuan lapangan pekerjaan. Dampaknya nyata dan dirasakan banyak keluarga,” ujar Andhika.

Pelarangan dari Pemkot membuat perusahaan menahan pendaftaran mitra baru.

Sekitar 200 calon pengemudi di Semarang kini terhenti prosesnya karena Maxride harus menunggu kepastian aturan sebelum melanjutkan perekrutan.

Andhika menegaskan, aplikasi Maxride telah mengantongi izin Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), sementara seluruh unit yang digunakan merupakan kendaraan pribadi yang sah dibeli dan digunakan masyarakat.

“Unit kami itu kendaraan pribadi. Bisa dibeli atau digunakan siapa saja, termasuk hotel atau resort untuk operasional mereka,” jelasnya.

Menurut Andhika, perusahaan kini intens menjalin komunikasi dengan Pemkot untuk mencari titik temu.

Mereka berharap, proses dialog dapat memberikan kepastian regulasi tanpa menutup akses warga terhadap moda transportasi berbiaya terjangkau.

“Kami ingin berdiskusi lebih dalam dengan Pemkot Semarang. Harapannya kebermanfaatan moda ini bisa dinikmati lebih banyak warga,” katanya. (Rezanda Akbar D)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.