Menyusuri Genangan, Menemui Harapan: Sepenggal Kisah Nini Saidah di Ujung Jalan Cendana Banjarmasin
Irfani Rahman December 02, 2025 10:32 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN- Tepat di ujung dari gang di samping Warung Isi Galon Mama Ayu, Jalan Cendana Banjarmasin, Kalimantan Selatan tergambar kisah yang tak banyak diketahui banyak orang.

Menyusuri jalan setapak sepanjang 300 meter yang tertutup rerumputan tinggi dan genangan air setinggi betis, berdiri rumah tua yang nyaris tak terlihat dari luar.

Di sanalah Nini Saidah (64) tinggal. Ia menyambut dengan senyuman ramah meski wajahnya menyimpan lelah yang tak terucap.

“Masuk Nak, nggih bujur Nini Saidah,” ucapnya pelan menyambut Jurnalis Banjarmasin Post yang datang, seraya mencuci beras untuk makan hari itu.

Geraknya lambat, penuh kehati-hatian. Rumahnya miring, lantainya lapuk dan jebol di beberapa titik. Tak ada suguhan minuman atau makanan, hanya senyuman yang membalut wajah keriputnya.

Matanya memutih, tanda usia yang tak lagi muda. Bahasa Indonesianya cukup lancar, meski sesekali bercampur dengan bahasa Banjar.

“Kaya ini pang (seperti ini, Red) sudah suasananya,” katanya, menerima kenyataan hidup yang tak mudah.

Hujan deras mengguyur Kota Banjarmasin, suara rintik menutupi suaranya yang ringan. Atap rumah berlubang, dinding memperlihatkan cahaya dari luar, dan lampu redup tak mampu menyembunyikan lapuknya lantai. Bagian belakang rumah tak bisa dilewati, lantainya sudah tak sanggup menopang langkah. Sedang tetesan air hujan mulai masuk ke dalam rumahnya.

Di kamar tidurnya, tumpukan bantal tak layak pakai dan kasur lusuh menjadi saksi bisu malam-malam yang ditemani bocoran air hujan yang terus menetes membasahi lantai kamar.

“Kalau hujan memang selalu bocor air masuk,” ujarnya sambil menunjuk area atap yang bocor.

Nini Saidah tinggal sendiri sejak suaminya tiada. Rumah yang tak layak huni itu menjadi satu-satunya tempat berteduh. Namun, Tetangga-tetangganya diakui menjadi cahaya kecil dalam gelap kehidupannya.

“Air ledeng ada yang membayari saya, tidak tahu berapa dia bayar setiap bulannya,” katanya, menandai kebaikan yang masih menyala di sekelilingnya.

Meski rumahnya tampak goyang dan lantai berdentum setiap kali diinjak, Ninik Saidah tetap bertahan. Harapannya sederhana, rumah yang bisa dibenahi agar tak lagi bocor, agar ia bisa tidur tanpa khawatir air hujan masuk.

“Mau diperbaiki duitnya tidak ada,” ucapnya lirih sambil mengusap kedua matanya yang sejak tadi sudah berkaca-kaca.

(Banjarmasinpost.co.id/Saifurrahman)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.