Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum pidana Prof Suparji Ahmad meminta kepada Komisi III DPR RI yang kini telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Aparat Penegak Hukum, agar mereformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) secara radikal.

Dia menilai bahwa dinamika mengenai kedudukan Polri dalam kelembagaan negara, baik di bawah Presiden atau di bawah kementerian, tak perlu diperdebatkan. Sebab, kata dia, reformasi struktural bukan sebuah jawaban, tetapi harus ada reformasi kultural yang dilakukan radikal.

"Bagaimana reformasi kultur secara radikal itu? Harus ada kultur organisasi yang adaptif, tata kelola yang berbasis teknologi informasi, dan manajemen yang kreatif, sistemik, dan melayani," kata Suparji saat rapat dengar pendapat dengan Panja Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

Selain itu, menurut dia, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Polri harus mundur dari jabatan di luar institusi harus dilakukan secara tegas.

Menurut dia, keberadaan Polri di kementerian/lembaga, atau pemerintah daerah, yang erat kaitannya dengan politik itu bisa membahayakan.

Namun, menurut dia, jabatan kementerian/lembaga yang masih bisa diisi oleh anggota Polri aktif itu harus yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Polri, yakni keamanan, ketertiban, dan pelayanan hukum.

Di sisi lain, dia pun menyoroti permasalahan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) Polri yang berdampak pada lambannya pengurusan perkara.

Menurut dia, harus ada peningkatan kualitas SDM dan juga kuantitasnya.

"Sekarang mungkin banyak perkara-perkara yang tidak bisa jalan karena kekurangan penyidik, di mana tidak lolos sertifikasi dan lain sebagainya," katanya.

Yang tak kalah penting, menurut dia, harus ada penguatan terhadap pengawasan Polri. Dia mengatakan pengawasan eksternal harus dilakukan dengan lebih efektif dan menimbulkan efek jera.

"Penguatan Kompolnas sehingga pengawasan yang lebih efektif, bisa menimbulkan efek jera, bukan sebagai sarana imunitas kepolisian," katanya.

Untuk itu, dia meminta agar Polri didorong untuk menjadi institusi yang cerdas, bukan justru menjadi lembaga yang superbody yang penuh dengan sifat otoritarianisme.