Kasus Dugaan Akses Ilegal Sekuritas Mirae Asset, Korban Minta Bareskrim Amankan Server
Wahyu Aji December 02, 2025 09:33 PM
Ringkasan Berita:
  • Para nasabah melaporkan dugaan akses ilegal yang menyebabkan hilangnya dana investasi puluhan miliar.
  • Korban menilai laporan mereka tidak ditindaklanjuti dengan cepat sehingga dana tetap keluar.
  • Pihak perusahaan menyatakan tengah melakukan investigasi bersama otoritas terkait dan mengklaim ada indikasi nasabah membagikan akses akun.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para korban dugaan ilegal akses akun Mirae Asset Sekuritas membantah melalukan kelalaian hingga berujung uang investasi puluhan miliar raib.

Peristiwa pembobolan dana investasi itu terjadi tanpa sepengetahuan para nasabah.

Pengacara korban, Krisna Murti menuturka kliennya pertama kali mengetahui telah terjadi transaksi mencurigakan pada 6 Oktober 2025.

Kemudian nasabah langsung melaporkan kepada Mirae agar dilakukan tindakan pencegahan.

"Bahwa klien kami mengetahui adanya illegal access setelah klien kami mendapatkan notifikasi melalui email atas adanya transaksi yang tidak dilakukan, klien kami meminta untuk menahan (hold) settlement agar dana tidak keluar (T+2) kepada pihak terlapor," kata Krisna dalam keterangan, Selasa (2/12/2025).

Krisna menyayangkan laporan para korban tidak segera ditindaklanjuti oleh Mirae dengan meminta Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menahan settlement. 

Walhasil dana nasabah tetap keluar.

Menurutnya, peristiwa ilegal akses ini terjadi berulang kali dan tidak adanya keseriusan dari terlapor dalam melindungi keamanan nasabah.

Atas dasar itu, para korban memutuskan melapor ke Bareskrim Polri. 

Para nasabah menilai kasus ini tidak bisa sebatas diselesaikan dengan investigasi internal, karena telah terjadi kehilangan dana dengan jumlah yang besar.

Terlebih, lanjut Krisna, terlapor dari awal dinilai tidak menunjukan sikap serius menangani permasalahan ilegal akses ini.

Hal itu berdasarkan tak ada koordinasi laporan transaksi yang tidak wajar dan tidak sah kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) maupun aparat kepolisian sebagai langkah pencegahan. 

"Guna melindungi serta mencari kebenaran yang hakiki maka kami berencana meminta Bareskrim Polri untuk mengamankan server milik Mirae Asset Sekuritas Indonesia atau basis data atas nama klien kami," tegasnya.

Atas dasar itu, nasabah menilai langkah hukum adalah pilihan tepat dalam penyelesaian kasus ini. 

Sementara, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia melalui keterangan resminya menyampaikan bahwa saat ini tengah berlangsung investigasi bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, melibatkan Self-Regulatory Organizations (SRO) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

”Dari pemeriksaan awal, terdapat indikasi kuat bahwa nasabah membagikan kata sandi dan akses akunnya kepada orang lain, yang merupakan pelanggaran keras terhadap pedoman keamanan dan berpotensi menimbulkan risiko pada akun tersebut. Temuan ini masih dalam proses pendalaman,” kata Mirae Asset. 

Perusahaan menyatakan, akan mengambil langkah hukum bila investigasi membuktikan adanya tindakan yang merugikan Mirae. Perusahaan memastikan, sistem internalnya aman dan dijalankan sesuai standar industri dan regulasi yang berlaku. 

”Kami juga mengimbau seluruh nasabah untuk menjaga kerahasiaan informasi akun, termasuk kata sandi, PIN, dan kode OTP, serta tidak membagikannya kepada siapa pun, termasuk orang terdekat. Langkah ini sangat penting untuk mencegah akses yang tidak sah,” lanjut Mirae Asset. 

Sebelumnya, kasus dugaan ilegal akses akun investasi dilaporkan ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/11/2025).

Pelapor atau korban berinisial I melaporkan bos sekuritas inisial TYS selaku Direktur Utama Mirae Asset Sekuritas usai uang investasinya puluhan miliar raib.

Laporan terkait dugaan ilegal akses ini telah terdaftar dengan Nomor STTL/583/XI/2025/BARESKRIM pada Jumat (28/11/2025).

Kronologis dugaan ilegal akses terhadap akun milik korban terjadi pada 6 Oktober 2025 sekira pukul 19.34 WIB.

Kala itu muncul notifikasi trade confirmation pada email terdaftar.

Padahal korban tidak pernah melakukan transaksi tersebut.

Ketika dikonfirmasi, pihaknya mengklaim bahwa sekuritas sudah mengakui aktivitas transaksi itu bukan berasal dari nasabah.

Dialog di antara kedua belah pihak baik pelapor dan korban sudah pernah dilakukan.

Meski begitu, tidak ada penjelasan yang kongkret.

Pelapor mendapatkan informasi kasus tersebut masih dalam proses investigasi internal.

Kemudian karena somasi yang dilayangkan tidak ditanggapi, korban akhirnya menempuh jalur hukum.

Adapun pelapor memasukkan sejumlah pasal, mulai dari tindak pidana ilegal akses atau transfer dana, perlindungan konsumen, hingga dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau money laundering.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.