TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tim hukum yang mendampingi Adetya Pramandira alias Dera dan Fathul Munif meminta Polrestabes Semarang segera merespons surat permohonan penangguhan penahanan yang telah diajukan pada Jumat (5/12/2025).
Surat tersebut memuat dukungan dari 200 penjamin, termasuk sejumlah tokoh nasional yang menyatakan kesiapan mereka menjamin dua aktivis lingkungan dan pejuang HAM itu.
Beberapa tokoh yang tercantum sebagai penjamin antara lain Alisa Wahid dan Inayah Wahid dari Dewan Pengarah Jaringan Gusdurian, akademisi hukum tata negara Feri Amsari, serta pakar hukum Bivitri Susanti.
Menurut tim hukum, dukungan luas ini seharusnya menjadi pertimbangan serius bagi pihak kepolisian.
Bagas Budi Santoso, anggota Tim Hukum Solidaritas untuk Demokrasi (Suara Aksi) Jawa Tengah, menilai Polrestabes Semarang tidak boleh mengabaikan suara para tokoh maupun lembaga yang memberikan jaminan.
"Iya tentu Kapolrestabes jangan sampai mengabaikan suara dari para tokoh nasional maupun di daerah.
Manakala surat itu diabaikan oleh Polrestabes berarti mereka tidak bisa kooperatif dalam kasus ini," ujar Bagas Budi Santoso, anggota Tim Hukum Solidaritas untuk Demokrasi (Suara Aksi) Jawa Tengah yang mendampingi Munif-Dera.
Bagas menambahkan, dorongan pembebasan Dera dan Munif juga datang dari Tim Reformasi Polri, yang meminta agar keduanya dilepas tanpa syarat, bahkan mendorong penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Menurutnya, imbauan tersebut semestinya menjadi sinyal penting bagi kepolisian.
"Seharusnya Polda Jateng maupun polrestabes harus mendengarkan langsung imbaun dari tim reformasi Polri ini.
Ketika mereka mengabaikan, tentu tidak ada gunanya reformasi kepolisian yang sedang digenjot oleh tim reformasi Polri," bebernya.
Jika permohonan penangguhan penahanan tidak dikabulkan, Tim Hukum membuka opsi lain, yakni mengajukan gugatan praperadilan.
Namun langkah itu bukan pilihan utama karena prosesnya memakan waktu panjang.
"Praperadilan cukup memakan waktu yang lama sehingga tidak menjadi opsi yang efektif untuk mengeluarkan Dera dan Munif secepatnya sebelum tanggal 11 agar mereka bisa menikah sesuai dengan rencana yang telah ditentukan keluarganya," paparnya.
Mereka berharap Dera dan Munif dapat dibebaskan sebelum tanggal 11, agar bisa melangsungkan pernikahan sesuai rencana keluarga.
Bagas juga menilai kedua kliennya layak dilepaskan karena sejak awal penangkapan, pihak kepolisian diduga belum memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan status tersangka.
Namun, hasil kajian tim hukum terhadap Berita Acara Pemeriksaan (BAP), penyidik hanya memperdalam terkait postingan salah satu akun pada aksi demonstrasi 29 Agustus 2025 lalu.
Oleh penyidik, postingan tersebut dimaknai sebagai penghasutan.
Padahal aktivitas yang dilakukan Dera dan munif terkait dengan postingan itu hanya sebatas kepentingan untuk menyebarkan informasi.
"Yang dikejar sama kepolisian diduga sebatas penghukuman dini kepada Dera dan Munif.
Mereka belum sah atau belum divonis bersalah tapi kemudian sudah ditahan," katanya.
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polrestabes Semarang AKBP Andika Dharma Sena menyebut, kasus Dera dan Munif sedang proses penyelidikan.
"Iya masih proses penyelidikan, nanti ya," katanya kepada Tribun, Sabtu (6/12/2025).
Sebelumnya, Andika mengatakan, terkait penangguhan surat permohonan penangguhan Munif dan Dera sudah diterima langsung Kapolrestabes yang akan ditindaklanjuti oleh pihaknya.
"Nanti kami bahas dan dikaji," terangnya kepada Tribun.
Mengenai potensi diterima atau tidaknya permohonan tersebut, Andika belum bisa menarik kesimpulan.
"Nantilah, hasilnya akan disampaikan," ungkapnya.
Di sisi lain, untuk proses pidana Munif dan Dera, Andika mengungkap kasus tersebut berkaitan dengan aksi demonstrasi berujung kerusuhan pada 29 Agustus 2025.
Dera dan Munif, lanjut Andika, berperan di media sosial.
Namun, ketika disinggung lebih detail peran mereka, ia mengaku masih perlu mendalami.
"(Berkaitan dengan admin medsos?) Masih didalami, barang bukti masih kami analisa," paparnya.
Sebagaimana diberitakan, sebanyak 200 orang mengajukan penangguhan penahanan dua aktivis lingkungan dan pejuang HAM Semarang Adetya Pramandira alias Dera dan Fathul Munif ke Polrestabes Semarang, Jumat (5/12/2025).
Ratusan orang tersebut meliputi tokoh lintas agama, akademisi, aktivis dan sesama pejuang HAM lainnya.
Tampak dalam berkas permohonan ada sejumlah tokoh nasional yang ikut mengajukan diri sebagai penjamin di antaranya Alisa Wahid sebagai Dewan Pengarah Jaringan Gusdurian, Inayah Wahid dari Dewan Pengarah Jaringan Gusdurian, Feri Amsari dari Dosen Tata Negara FH Andalas.
Adapula para tokoh di Jawa Tengah seperti KH Ubaidullah Sodaqoh Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah, beberapa aktivis Semarang dan sekitarnya juga bersedia ikut menjadi penjamin.
Pengajuan penangguhan penahanan diwakilkan oleh belasan orang yang membawa berkas surat permohonan.
Tujuan permohonan penangguhan ini agar pasangan aktivis tersebut bisa melangsungkan pernikahan yang dijadwalkan jauh-jauh hari.
Mereka ditemui langsung oleh Kapolrestabes Semarang Kombes Syahduddi didampingi oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polrestabes Semarang AKBP Andika Dharma Sena.
Dalam pertemuan tak kurang dari 30 menit itu, surat penangguhan diterima tetapi masih bakal dikaji polisi. (Iwn)