Dua Dekade Kasus Munir Mandek, Suciwati Soroti Ironi dan Ketidakseriusan Komnas HAM
Malvyandie Haryadi December 08, 2025 09:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kritik tajam terhadap kinerja Komnas HAM kembali mencuat dalam aksi memperingati 21 tahun kematian aktivis HAM Munir Said Thalib di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).

Istri Munir, Suciwati, menilai lembaga itu berulang kali menunjukkan ironi karena tidak pernah menuntaskan langkah-langkah penting dalam penyelidikan kasus pembunuhan suaminya.

Suciwati mengingatkan pada 2008 Komnas HAM sebenarnya sudah menyusun eksaminasi terkait vonis bebas Muchdi Purwoprandjono. Namun dokumen yang seharusnya menjadi pijakan untuk mendorong sidang ulang itu justru tidak pernah ditindaklanjuti.

“Rekomendasinya itu hanya ditaruh dalam koper, ditaruh peti. Tidak ada tindak lanjut,” ujar Suciwati, dalam orasinya.

Ia juga menyinggung keputusan Komnas HAM pada 2014 yang memberikan penghargaan kepada Munir sebagai pembela HAM, sementara penyelidikan kasus pembunuhannya tidak menunjukkan kemajuan berarti.

"Tiba-tiba Cak Munir dikasih penghargaan sebagai pembela HAM. Emang kurang kerjaan apa? Kenapa mereka tidak melakukan kerjaan yang penting yaitu berangkat ke Kejaksaan Agung?” kata Suciwati.

Menurutnya, sikap pasif Komnas HAM terlihat kembali ketika lembaga itu baru membentuk penyelidikan pro justisia setelah didesak berbagai pihak.

Ia menyebut pimpinan Komnas HAM bahkan sempat mempertanyakan mengapa penyelidikan baru dilakukan sekarang.

"Sebelumnya Komnas HAM ketika saya nanya, dia balik nanya sama saya, ketuanya, ‘kenapa baru sekarang Mbak?’ Itu saya merasa akal sehat saya dibuang,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan perjuangan mencari keadilan bagi Munir tidak akan berhenti meski penyelesaiannya terus berlarut hingga dua dekade.

“Pelanggaran berat HAM itu tidak mengenal batas waktu. Apakah saya diam selama 21 tahun? Saya katakan tidak," tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa Munir tidak membutuhkan gelar apa pun dari negara yang belum menuntaskan kasus kematiannya.

“Nggak perlu gelar-gelar omong kosong. Dia adalah pahlawan rakyat, cukup,” ujarnya.

Kasus Munir

Munir Said Thalib dikenal sebagai salah satu aktivis HAM paling vokal di Indonesia, pendiri KontraS dan Imparsial, yang sepanjang kariernya mengungkap berbagai dugaan pelanggaran HAM berat mulai dari kasus penculikan aktivis 1997–1998, penghilangan paksa, penyiksaan, hingga kritik keras terhadap keterlibatan militer dan intelijen dalam urusan sipil. 

Sikap kritisnya sering dianggap mengganggu kepentingan kelompok tertentu dalam struktur negara, dan ia telah berulang kali menerima ancaman sebelum keberangkatannya ke Belanda. 

Pada 7 September 2004, Munir tewas dalam penerbangan Garuda Indonesia menuju Amsterdam. Autopsi otoritas Belanda menyimpulkan ia diracun arsenik dalam dosis mematikan saat transit di Singapura. 

Pembunuhan ini diduga kuat melibatkan infrastruktur negara, mulai dari penyalahgunaan fasilitas Garuda hingga dugaan keterkaitan oknum Badan Intelijen Negara (BIN) yang membuat kasus ini menjadi simbol kerapuhan akuntabilitas negara dalam penyelesaian pelanggaran HAM.

Meski beberapa proses hukum telah berjalan, seperti dipidananya Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai pelaku lapangan, hingga kini belum ada aktor intelektual yang diadili. 

Tim Pencari Fakta (TPF) Munir yang dibentuk Presiden SBY pada 2004 pernah menyerahkan laporan penting kepada pemerintah, namun laporan itu sempat hilang sebelum ditemukan kembali pada 2016 dan tetap tidak ditindaklanjuti secara berarti. 

Sejak 2020, Komnas HAM mengkaji kasus ini sebagai dugaan pelanggaran berat HAM, namun sampai akhir 2025 belum ada perkembangan signifikan. 

Mandeknya proses penyelidikan ini, menurut kelompok masyarakat sipil, ikut memperburuk situasi perlindungan pembela HAM di Indonesia karena negara dianggap gagal memastikan ketidakberulangan serangan terhadap aktivis.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.