Seorang remaja putri di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, berinisial RF (16), dituding jadi pelaku pembuangan bayi di satu wilayah di Kecamatan Jepon, Jumat (4/4/2025).
Akibat tindakan tersebut, RF mengalami trauma psikis yang panjang hingga sempat tidak mau ke sekolah.
Teman-teman di sekolah sudah menghakiminya sebagai gadis yang tak baik.
Air mata L, ibu dari RF, jadi sorotan setelah mereka membuat laporan ke Polda Jateng atas dugaan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Polsek Jepon.
Kamis (11/12/2025) siang, RF didampingi ibu dan kuasa hukumnya tertunduk lesu ketika keluar dari ruangan Mako Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jateng.
Diketahui, RF hanyalah pelajar yang sedang tekun belajar di bangku SMA.
Pembuktian medis juga membuktikan, RF tidak pernah hamil atau melakukan hubungan seksual.
Namun, polisi tanpa dasar yang jelas langsung mendatangi rumah korban dengan membawa dua bidan desa.
L menjelaskan, rumahnya ketika kejadian didatangi anggota kepolisian pada Selasa, 9 April 2025.
Mereka datang bersama bidan desa, termasuk Kepala Dusun dan Kepala Desa setempat.
RF yang merupakan anak kelimanya, tiba-tiba diperiksa dengan alasan pemeriksaan kesehatan.
Sebagai orang desa, ia tidak banyak tanya.
Ia juga tidak diberi satupun surat mengenai pemeriksaan tersebut.
"Saya izinkan anak saya diperiksa di kamar. Namun, perasaan saya tidak enak lalu menyusul masuk ke kamar," kata L.
"Di situlah saya melihat baju anak saya dan celana itu dilepas," terangnya kepada Tribun Jateng.
Atas perintah polisi, bidan desa tersebut langsung melakukan pemeriksaan dengan memasukkan bagian intim korban dengan suatu alat dan meremas payudara korban.
Tindakan ini untuk membuktikan apakah korban telah melahirkan atau sebaliknya.
Namun, tudingan polisi tersebut ternyata salah besar.
"Jujur saya masih kaget mengingat kejadian itu. Barangnya (bagian intim korban) itu dimasukin jari. Dan bagian dada diremas. Perut diperiksa," ujar ibu korban, L.
"Selepas itu, mereka pergi tanpa menjelaskan apapun," imbuhnya sembari menyeka air mata di depan Mako Bidpropam Polda Jateng, Kota Semarang.
Sementara kuasa hukum korban, Bangkit Mahanantiyo mengatakan, kedatangan korban dan keluarga untuk melaporkan dua instansi Polres Blora dan Polsek Jepon ke Bidpropam Polda Jateng.
Laporan tersebut atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
"Betul, saya laporkan dua instansi ini ke Propam berupa penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power," bebernya kepada Tribun.
Menurutnya, laporan ini berangkat dari kepolisian memeriksa korban tanpa prosedur.
RF tidak pernah dipanggil sebagai saksi atau pemeriksaan awal lainnya, tapi langsung diperiksa secara sewenang-wenang sampai diminta melepas busana.
"Korban dituduh melakukan pembuangan bayi, padahal secara pembuktian medis tidak pernah hamil dan dia masih virgin."
"Ini berdasarkan hasil pemeriksaan medis kami di RSUD Blora," ungkapnya.
Selepas melakukan pemeriksaan terhadap RF yang tidak taat prosedur, polisi sampai sekarang juga masih buntu dalam mengungkap kasus ini.
"Dalam pemeriksaan korban, polisi juga belum menemukan alat bukti kuat, tapi korban langsung diperiksa begitu saja," bebernya.
Dari laporan ini, Bangkit mendesak kepolisian agar mengungkap dugaan pelanggaran etik yang dilakukan anggota Polsek Jepon dan Polres Blora.
"Ya dari pelaporan ini kami harap anggota yang melanggar disidang etik," ungkapnya.
Ia berharap pula korban mendapatkan hak-hak pemulihan.
Menurut Bangkit, korban juga sempat diberi uang damai oleh pejabat setempat.
Namun, keluarga korban menolak pemberian uang tersebut.
Keluarga dalam kasus ini tidak menginginkan uang, melainkan kepastian hukum.
"Keluarga korban hendak diberi uang di dalam amplop yang cukup tebal, tapi keluarga menolak karena ingin mendapatkan kepastian hukum," kata Bangkit.
Dia meminta Polda Jateng turun tangan untuk memulihkan nama baik dan memberikan kompensasi kepada korban.
Sebaliknya, oknum kepolisian yang melakukan salah prosedur harus bertanggung jawab dengan melakukan permintaan maaf secara terbuka.
"Tentu harus ada sidang etik terhadap oknum kepolisian yang melanggar prosedur," katanya.
Polda Jateng kini mengirimkan tim Paminal (Pengamanan Internal) ke Polres Blora untuk menindaklanjuti laporan dugaan abuse of power terhadap RF.
"Kami kirim tim Paminal ke Polres Blora untuk menindaklanjuti laporan itu," ucap Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Kamis (11/12/2025).
Menurut Kombes Pol Artanto, tim Paminal akan melakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi termasuk korban dan keluarganya.
"Jadi, penyelidikannya akan secara menyeluruh. Tidak hanya satu pihak," tuturnya.
Kombes Pol Artanto menekankan, langkah dari tim Paminal nantinya akan menjadi bahan pengambilan keputusan selanjutnya.
Dia sejauh ini belum bisa menilai tindakan anggota di Polres Blora sudah memenuhi prosedur atau sebaliknya.
Pihaknya harus membuktikan terlebih dahulu kegiatan penyidik kepada korban RF sudah sesuai SOP atau menyimpang dari proses penyidikan tersebut.
"Kalau ada temuan pelanggaran prosedur itu nantinya bisa disanksi sidang disiplin. Sementara pelanggaran norma perilaku berupa sidang kode etik."
"Itu tergantung hasil tim Paminal yang nanti turun ke lapangan," bebernya.
Namun dia menggarisbawahi, setiap anggota yang melakukan penyelidikan harus berpatokan pada SOP.
Prosedur tersebut berupa anggota dalam menangani kasus harus melakukan pengambilan diambil keterangan saksi terlebih dahulu, penguatan barang bukti.
"Kemudian bila ada orang yang dicurigai itu baru dilakukan upaya penyelidikan. Namun, pada prinsipnya orang atau penyidik itu harus profesional dalam melaksanakan tugasnya," katanya.