Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Dicantumkan di RTRW, Nusron Ingatkan Risiko Serupa Sumatera
Sri Mariati December 12, 2025 03:19 PM

TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menekankan, pentingnya memasukkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota.

Ia mengingatkan, tanpa pengaturan LP2B jelas, daerah bisa menghadapi persoalan serius seperti banjir dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali, sebagaimana terjadi di sejumlah wilayah Sumatera.

Nusron menyampaikan, Gubernur Kalimantan Tengah telah melaporkan proses revisi RTRW provinsi kini berbasis peta skala 1:250.000. 

Tahap berikutnya, kata dia, ialah menyelaraskan RTRW Provinsi dengan RTRW kabupaten/kota.

Hal itu diungkapkan, Nusron saat Rapat Koordinasi Kebijakan Pertanahan dan Tata Ruang bersama kepala daerah se-Kalteng di Kantor Gubernur Kalteng, Palangka Raya.

“Tadi Pak Gubernur sudah nyampaikan sedang merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi, basisnya peta skala 1:250.000. Setelah itu akan dilakukan singkronisasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota,” ujar Nusron, Kamis (11/12/2025).

Ia menegaskan, pemerintah pusat menekankan, agar LP2B wajib dicantumkan dalam setiap dokumen RTRW demi menjaga ketahanan pangan.

“Karena apa? hari ini kami kesal, dalam menyusun RTRW Provinsi maupun kabupaten/kota demi ketahanan pangan, kami mohon untuk mencatumkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B),” tegas Nusron.

Mengacu pada Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN, kata Nusron, proporsi LP2B harus memenuhi minimal 87 persen dari total Lahan Baku Sawah (LBS).

“Menurut Perpes No 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), LP2B nya harus minimal 87 persen dari total LBS (Lahan Baku Sawah),” jelasnya.

Namun, hingga kini masih terdapat banyak daerah yang belum menyesuaikan RTRW mereka.

“Faktanya hari ini masih ada 13 kabupaten/kota yang belum memuktahirkan RTRW, sehingga RTRW sudah tidak sesuai dengan dinamika pembangunan,” ujarnya.

Nusron pun mendorong, pemerintah daerah segera menyelesaikan penyusunan RTRW, termasuk menegaskan dokumen tersebut harus berbentuk perda sebelum diajukan ke pemerintah pusat untuk mendapatkan persetujuan substansi.

“Karena itu saya anjurkan ayo kita sama-sama untuk menyusun RTRW, kalian menyusun dalam bentuk perda, nanti dibawa ke pusat, kami buat persetujuan substansi kita koreksi,” ucapnya.

Selain LP2B, Nusron juga memperingatkan agar pola ruang hutan tidak dikurangi, karena perubahan ruang dapat memicu dampak serius, termasuk banjir dan aliran kayu gelondongan seperti ramai terjadi di Sumatera.

“Kami minta pola ruang hutan jangan dikurangi, nanti kalau ada banjir, ada kayu gelondongan ya jangan ragu. Seperti di Sumatera nanti rame lagi, jadi pola ruang hutannya jangan di kurangi,” tegasnya.

Apabila perubahan ruang tetap dilakukan, ia meminta pemerintah daerah menyiapkan kompensasi perencanaan berupa infrastruktur pengairan yang memadai.

“Kalau toh di kurangi harus ada komitmen membangun irigasi dan drainase yang baik,” tuturnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.