TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Hortikultura menutup rangkaian Pertemuan Teknis Nasional Proyek Pengembangan Hortikultura di Lahan Kering atau Horticulture Development in Dryland Areas Sector Project (HDDAP).
Pertemuan yang digelar di Bali tersebut menjadi momentum penting untuk mengevaluasi pelaksanaan proyek pasca restrukturisasi pada tahun 2025 sekaligus mengonsolidasikan rencana kerja tahun anggaran 2026 mendatang.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan utama, termasuk perwakilan dari Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, unit kerja di lingkungan Kementerian Pertanian, pemerintah provinsi dan kabupaten pelaksana HDDAP, lembaga donor seperti Asian Development Bank (ADB) dan IFAD, serta konsultan pusat dan daerah.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Muhammad Taufiq Ratule, menyampaikan bahwa program HDDAP sangat krusial dalam upaya memperkuat stabilitas pasokan dan nilai tambah produk hortikultura.
Dia menyoroti potensi besar lahan kering Indonesia yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal.
“Indonesia mempunyai lahan kering yang lebih besar dan tidak maksimal. Oleh karena itu dengan adanya program ini, bisa lebih memaksimalkan lahan yang ada sesuai dengan kajian teknis yang ada," kata Ratule. dalam keterangannya, Jumat (12/12/2025).
Dia mengatakan bahwa HDDAP dirancang untuk mendorong sistem produksi hortikultura yang lebih tangguh, efisien, serta berorientasi pada mutu dan ketertelusuran.
"Program ini mendukung pemenuhan pasokan hortikultura untuk Program Prioritas Nasional Makan Bergizi Gratis (MBG), sehingga kebutuhan pangan aman dan sehat bagi masyarakat dapat terpenuhi secara berkelanjutan,” ujar Ratule.
Ratule menambahkan, saat ini implementasi HDDAP telah berjalan di lahan seluas 10.000 hektar yang tersebar di 13 kabupaten pada 7 provinsi.
Program ini diharapkan dapat memberi dampak positif signifikan terhadap peningkatan produksi, produktivitas, serta daya saing petani hortikultura.
Pengembangan HDDAP dilakukan melalui penyusunan Horticulture Cluster Development Plan (HCDP), sebuah dokumen rujukan yang mencakup kebutuhan budidaya, pascapanen, pemasaran, sarana prasarana, hingga penguatan kelembagaan agribisnis petani, dengan mengutamakan aspek lingkungan serta isu gender dan sosial.
“Fokus tahun ini untuk HDDAP adalah buah-buahan dan secara bertahap disusul dengan komoditas sayuran. Secara administrasi, semuanya sudah disusun tahun ini sehingga tahun depan sudah banyak implementasinya. Saya berharap program ini dikerjakan dengan berhasil,” kata fia.
Pembangunan hortikultura dihadapkan pada tantangan besar seperti perubahan iklim, volatilitas harga, dan penyusutan lahan pertanian.
Untuk mengatasinya, Kementan mendorong modernisasi sistem produksi melalui penerapan varietas unggul adaptif, mekanisasi, teknologi pertanian presisi, digitalisasi, serta pengembangan rantai dingin (cold chain) dari sentra produksi hingga ke pasar.
Hilirisasi dan penguatan industri pengolahan juga menjadi fokus untuk meningkatkan nilai tambah produk di pasar domestik maupun global.
Pertemuan teknis selama empat hari di Bali menghasilkan sejumlah kesepahaman mengenai mekanisme perencanaan, sinkronisasi anggaran, evaluasi kinerja, serta strategi percepatan implementasi di tingkat pusat dan daerah.
Pemerintah daerah didorong untuk memperkuat koordinasi lintas klaster dan memastikan kesiapan kelompok tani serta infrastruktur pendukung di lapangan.
"Keberhasilan HDDAP membutuhkan harmonisasi peran antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten, dan seluruh pemangku kepentingan," kata Ratule.
"Penguatan sinergi tersebut diharapkan mampu mempercepat investasi terpadu guna meningkatkan ketahanan iklim, keberlanjutan, produktivitas, dan profitabilitas pertanian hortikultura di kawasan lahan kering," tandas dia.