TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media menegaskan bahwa pemerintah memperkuat ekosistem inklusi digital yang setara bagi penyandang disabilitas.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Ditjen Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi Very Radian Wicaksono dalam Simphoni: Sinergi Museum Penerangan untuk Harmoni Digital Inklusif di Jakarta, dikutip Jumat (12/12/2025).
Very Radian saat sambutan menegaskan inklusi digital bukan sekadar slogan, melainkan proses bersama yang harus dikerjakan lintas sektor dan melibatkan seluruh masyarakat.
"Inklusif itu bukan hanya tujuan, tetapi proses bersama, komunikasi publik harus mampu menembus batasan dan menjadi kekuatan yang memperkaya bangsa,” ujarnya.
Pihaknya menegaskan bahwa melalui penyebaran informasi yang tertata dan mudah diakses, negara hadir memberikan ruang yang setara bagi semua warga negara untuk berkarya dan tumbuh.
Komdigi juga menyoroti pentingnya regulasi yang melindungi akses digital masyarakat, salah satunya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital (PP Tunas).
Regulasi ini telah melahirkan platform Tunas Digital sebuah portal integrasi edukasi dan literasi digital bagi keluarga Indonesia.
"Platform ini kami harapkan menjadi benteng terakhir bagi para ibu untuk mengawal anak-anaknya ketika mengakses internet. Ini adalah bentuk perlindungan negara yang konkret,” tegas Very.
Very Radian memuji penampilan para penyandang disabilitas dalam acara ini, mulai dari musik hingga karya kreatif.
Menurutnya, hal tersebut membuktikan bahwa disabilitas bukan batasan.
"Disabilitas bukan penghalang. Disabilitas adalah keunikan dan kelebihan. Teman-teman disabilitas mampu berkarya dan berkreasi seperti siapa pun,” katanya.
Mantan Staf Khusus Presiden 2019-2024 Angkie Yudistia yang juga penyandang disabilitas menerangkan bahwa dirinya ikut dalam penyusunan tujuh Peraturan Pemerintah dan dua Peraturan Presiden terkait pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Dia menegaskan kebijakan tersebut lahir dari keyakinan bahwa negara tidak boleh absen dalam menciptakan ekosistem yang adil.
"Kami tidak butuh dikasihani, kami butuh kesempatan, negara harus hadir membangun ekosistem yang mendukung penyandang disabilitas mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga ekonomi,” ungkap Angkie.