TRIBUNNEWS.COM - Seorang pedagang buah dan ayah dengan dua anak bernama Ahmed al Ahmed (43) menjadi pahlawan dalam penembakan massal yang terjadi di Pantai Bondi, Sydney, Australia, pada Minggu (14/12/2025).
Tanpa adanya Ahmed, kemungkinan korban tewas maupun luka akan terus berjatuhan. Ia adalah sosok yang viral di media sosial setelah berani melucuti senjata dari salah satu pelaku penembakan yakni Sajid Akram.
Dalam video berdurasi 30 detik, dikutip dari BBC, Ahmed dengan gagah berani berlari dan menubruk tubuh Sajid.
Setelah itu, dia langsung merebut senjata laras panjang yang dibawa Sajid. Kemudian, Ahmed langsung menodongkan senjata tersebut ke arah pelaku.
Sajid pun langsung berjalan mundur ke arah anaknya yang juga menjadi pelaku penembakan bernama Navee Akram.
Kemudian, Ahmed pun tampak turut mencoba melumpuhkan Navee yang terus menembak dari arah jembatan dekat Pantai Bondi.
Selanjutnya, video lain menampakan Ahmed mengalami luka di bagian lengannya dan tengah diobati oleh warga sekitar.
Menurut sepupu Ahmed, Mustafa, dia mengalami luka akibat terkena dua tembakan.
"Dia adalah pahlawan, 100 persen seorang pahlawan. Dia terkena dua tembakan, satu di lengannya, dan satu di tangannya."
Mustafa mengatakan Ahmed dalam kondisi baik-baik saja. Dia mengungkapkan luka tembak yang diderita pamannya tidak parah.
"Saya harap dia baik-baik saja. Saya melihatnya tadi malam. Dia baik-baik saja, tetapi kita tunggu juga diagnosis dari dokter," ujarnya.
Terpisah, Gubernur New South Wales, Chirs Minns, berterimakasih kepada Ahmed atas aksi heroiknya.
"Pria itu adalah pahlawan sejati dan saya yakin banyak orang yang masih hidup malam ini berkat keberaniannya," ujarnya dalam konferensi pers, Minggu malam.
Perdana Menteri (PM) Australia, Anthony Albanese, turut memuji aksi Ahmed.
"Hari ini kita melihat warga Australia berlari menuju bahaya untuk membantu orang lain."
"Orang-orang Australia ini adalah pahlawan, dan keberanian mereka telah menyelamatkan nyawa," ujarnya.
Pujian juga disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang menaruh hormat yang besar kepada Ahmed.
"Dia adalah orang yang sangat-sangat berani, yang secara langsung menyerang salah satu penembak dan menyelamtkan banyak nyawa," katanya di Gedung Putih.
Korban tewas akibat insiden ini sejumlah 16 orang dan salah satunya adalah pelaku penembakan, Sajid Akram.
Dikutip dari laman Kepolisian Negara Bagian New South Wales (NSW), Sajid tewas setelah ditembak di lokasi kejadian oleh polisi.
Sementara, anaknya yakni Navee mengalami luka serius dan kini tengah dirawat di rumah sakit.
"Penembak lainnya, seorang pria berusia 24 tahun, mengalami luka kritis dan dibawa ke rumah sakit di bawah pengawalan polisi," demikian tertulis dalam laman tersebut.
Di sisi lain, korban tewas paling muda berusia 10 tahun dan yang paling tua berumur 87 tahun.
Selain korban tewas, ada pula korban luka sejumlah 42 orang termasuk empat anak-anak. Mereka kini dirawat di sejumlah rumah sakit di Sydney.
Korban luka termasuk dua polisi yang kini dalam kondisi kritis.
Peristiwa penembakan massal terjadi ketika ribuan orang hadir dalam acara festival Yahudi Hanukkah pada Minggu pukul 18.47 waktu setempat di Pantai Bondi, Sydney, Australia.
Dikutip dari Sky News, Perdana Menteri NSW, Chris Minns, mengungkapkan adaa dua pelaku penembakan yang menembak keramaian tersebut.
Di sisi lain, viral sebuah video yang menunjukkan dua penembak telah melakukan aksinya dari jembatan kecil yang meghadap ke pantai.
Saat penembakan dilakukan, ribuan orang tersebut langsung berlarian untuk menyelamatkan diri.
Kemudian, pada video lainnya, tampak seseorang berbaju putih merebut senapan yang dibawa pelaku.
Setelah senjata berhasil direbut, pria tersebut langsung menodongkannya ke arah pelaku yang tampak memakai baju hitam.
Menurut salah satu korban luka, Arsen Ostrovsky, penembakan yang terjadi merupakan 'pembantaian yang mengerikan'.
Di sisi lain, Arsen merupakan korban selamat dari serangan organisasi militan Palestina, Hamas, ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu.
Dia mengungkapkan kedatanganannya ke Sydney untuk menghadiri acara terkait perlawanan antisemitisme.
"Saya tinggal di Israel selama 13 tahun terakhir. Kami datang ke sini dua minggu yang lalu untuk bekerja di komunitas Yahudi, untuk melawan antisemitisme, untuk melawan kebencian yang kejam dan merusak ini."
"Itulah mengapa saya di sini. Anda tahu, kami telah melewati hal yang lebih buruk. Kami akan melewati ini," ceritanya.
Arsen mengaku melihat pelaku melakukan penembakan secara acak.
"Saya melihat anak-anak jatuh tersungkur, orang tua, saya melihat orang cacat. Itu benar-benar pembantaian yang mengerikan," tuturnya.
Sementara, menurut saksi lain, Elodie Obkircher, dia mengaku mendengar 10 tembakan saat insiden terjadi.
Pada saat kejadian, ia sedang berada di sebuah klub yang berada dekat dengan lokasi kejadian bersama kekasihnya.
Elodie sempat mengira bahwa tembakan tersebut adalah suara kembang api.
"Kami mendengar rentetan tembakan. Awalnya, semua orang mengira itu kembang api, tapi saya melihat orang-orang berlari di sepanjang pantai. Saya belum pernah melihat begitu banyak orang berlari."
"Kami melihat semua orang bersembunyi di balik mobil mereka. Dan begitu kami mendengar tembakan, 10 tembakan berturut-turut, kami tahu itu penembak," katanya.
Pasca insiden penembakan massal ini, (PM) Australia Anthony Albanese, mengumumkan masa berkabung nasional.
Masyarakat Australia pun diminta untuk mengibarkan bendera setengah tiang pada hari ini.
"Bendera akan dikibarkan setengah tiang di seluruh negeri pada hari ini sebagai tanda penghormatan kita kepada semua yang telah meninggal dan yang terluka."
"Dan kita menyimpulkan bahwa hari kemarin memang merupakan hari kelam dalam sejarah bangsa kita," katanya dalam konferensi pers, Minggu malam, dikutip dari Sydney Morning Herald.
Albanese mengungkapkan penembakan ini merupakan bentuk aksi terorisme dan anti-Semitisme.
"Ini adalah serangan yang ditargetkan pada warga Yahudi Australia pada hari pertama Hanukkah, yang seharusnya menjadi hari sukacita, perayaan iman. [Serangan ini adalah] tindakan anti-Semitisme yang jahat, terorisme yang telah menyerang jantung bangsa kita,” kata Albanese.
(Yohanes Liestyo Poerwoto)