TRIBUN-BALI.COM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, memutuskan untuk menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung per 23 Desember 2025. Penutupan operasional TPA Suwung untuk mengolah sampah organik dan non organik menuai sorotan.
Banyak yang khawatir penutupan ini akan menimbulkan tumpukan sampah di pinggir jalan khususnya di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya mengatakan, akan ada rapat koordinasi (Rakor) Bupati/Wali Kota se-Bali dengan Kementerian Lingkungan Hidup (LH) mengenai penutupan TPA Suwung.
“Hari ini ada koordinasi antara Bupati/Wali Kota se-Bali, dengan Pak Gubernur dan Kementerian LH,” ujarnya saat ditemui usai Rapat Paripurna DPRD Bali, Senin (15/12).
Menurut pria yang akrab disapa Dewa Jack ini mengatakan, Bupati/Wali Kota di kawasan Sarbagita dan Pemprov Bali juga telah memberikan solusi. Jika, kata Dewa Jack, terjadi permasalahan saat TPA Suwung ditutup, pihaknya akan mengusulkan agar dibuka kembali.
“Kami tentu mencoba untuk mengusulkan solusi terbaik membuka (TPA Suwung) kembali ke depan, kami akan mengusulkan kalau ada (pemandekan),” kata dia.
Dewa Jack, dalam surat Kementerian LH terdapat solusi terbaik untuk mempertimbangkan berbagai aspek regulasi kebijakan, kondisi lapangan kapasitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) dan teba modern.
Baca juga: TEGAS Gubernur Koster! TPA Suwung Tetap Ditutup, Minta Denpasar dan Badung Bersiap Atasi Sampahnya!
Baca juga: POSKO Nataru Selama 21 Hari, Sambut Libur, Bandara Ngurah Rai Perkuat Operasional dan Layanan
Lebih lanjut Dewa Jack mengatakan, Rakor diadakan sebab penutupan TPA Suwung akan dilakukan pada saat high season, di mana banyak wisatawan yang datang berlibur akhir tahun.
Selain permasalahan itu, juga dibarengi dengan musim hujan yang sudah mulai terjadi Bali. “Itu yang menjadi pertimbangan rapat koordinasi itu. Mudah-mudahan menghasilkan hasil yang baik,” imbuhnya.
Selain itu juga direncanakan juga pembukaan kembali TPST yang sempat mangkrak tutup serta membuat pengadaan Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di kawasan Benoa.
Sementara itu, untuk optimalisasi penanganan sampah organik, Kota Denpasar butuh ratusan ribu teba modern atau tabung komposter.
Dari data Dinas Lingkungan Hidup dan kebersihan (DLHK) Kota Denpasar dibutuhkan 345.833 teba modern atau tabung komposter. Saat ini, di Denpasar sudah dibangun 5.940 teba modern dan 12.185 tabung komposter.
Hal itu diungkapkan Kepala DLHK Denpasar, Ida Bagus Putra Wirabawa, Senin (15/12). Sebaran teba modern dan tabung komposter yakni Denpasar Utara 1.524 teba modern dan 2.644 komposter.
Denpasar Timur 1.094 teba modern dan 1.300 komposter. Denpasar Selatan sebanyak 995 teba modern dan 1.850 komposter. Dan Denpasar Barat 1.600 teba modern dan 6.155 komposter.
Selain itu, di perangkat daerah juga ada 727 teba modern dan 236 komposter. “Tahun 2026, kami ada penambahan 1.911 teba modern dan 2.013 teba modern,” kata Putra Wirabawa.
Selain itu, di Denpasar juga terdapat 24 TPS3R dengan jumlah sampah yang terolah 71,5 ton per hari. Sedangkan timbulan sampah sebanyak 551,6 ton dan yang masuk TPS3R 171,38 ton.
Putra Wirabawa menambahkan, pengelolaan sampah saat ini di Denpasar juga memanfaatkan Pusat Daur Ulang (PDU) dan 338 bank sampah. Dalam sehari dengan memanfaatkan TPS3R, PDU, bank sampah dan teba modern, Denpasar mampu mengolah 224 ton. “Sisanya sebanyak 782,26 ton per hari dibawa ke TPA Suwung,” katanya.
Di sisi lain, menjelang penutupan TPA Suwung, Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara mengumpulkan perbekel dan lurah se-Denpasar. Rapat ini digelar di Gedung Sewakadharma Lumintang, Senin (15/12). Selain itu, juga dihadirkan pengelola TPS3R untuk mengetahui pola maksimal serta kendalanya.
Dalam rapat ini terungkap jika tenaga kerja menjadi penyebab kurang maksimalnya operasional TPS3R. Bahkan ada TPS3R dalam sehari hanya mampu mengolah 1 ton, padahal timbulan sampah di wilayah tersebut mencapai 49 ton.
Perbekel Pemecutan Kaka, Anak Agung Ngurah Arwatha mengatakan untuk pengolahan sampah di TPS3R Sari Sedana Bung Tomo hanya mengandalkan dua petugas. “Kami ada 15 petugas, tapi itu ada sopir mochi, sopir truk. Untuk pengolah ada 2 petugas,” paparnya.
Dalam sehari, wilayahnya menghasilkan 49,38 ton timbulan sampah. Sedangkan yang bisa diolah di TPS3R hanya 1,6 ton per hari dan sisanya dibuang ke TPA Suwung. “Pembuangan ke TPA sehari dilakukan enam kali dengan menggunakan tiga truk,” paparnya.
Ia menambahkan, untuk anggran penanganan sampah tahun 2025 ini di desanya Rp 1 miliar. Namun Rp 600 juta digunakan untuk pengadaan truk sampah sehingga masih tersisa untuk operasional TPS3R termasuk gaji petugas. Sedangkan dari retribusi sampah dalam sebulan rata-rata mendapat Rp 14 juta. (sar/sup)
Kabupaten Gianyar akan memiliki Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST). Sebelumnya, Gianyar rencananya dibuatkan TPST oleh Bank Dunia.
Namun karena ada kendala, rencana tersebut gagal tender. Namun, kini Kementerian Pekerjaan Umum menilai Gianyar selama ini sukses dalam pengelolaan sampah, sehingga TPST tersebut direalisasikan dengan biaya menggunakan APBN.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gianyar, sejak adanya TPS3R di setiap desa/kelurahan, serta penerapan jadwal pembuangan sampah, volume sampah yang dibuang ke TPA Temesi mengalami penurunan signifikan. Dari 450 ton per hari menjadi 228 ton per hari.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gianyar, I Made Arianta, Senin (15/12) membenarkan hal tersebut. Kata dia, saat ini TPST dalam proses finalisasi Detail Engineering Design (DED). TPST ini akan dibangun di atas lahan seluas 1,2 hektare dengan kokasi di kawasan TPA Temesi.
“Lahan TPST ini merupakan aset daerah, dan itu memang wajib menggunakan aset daerah, tidak boleh kontrak,” ujarnya.
Arianta mengatakan, awalnya TPST ini direncanakan dibuatkan oleh Bank Dunia. “Mungkin persyaratannya terlalu ketat, jadi gagal tender. Saat ini dapat dana APBN Dipa Kementerian PU, Dirjen Cipta Karya Direktorat Sanitasi. Informasinya di tahun 2026 akan didanai Rp 150 miliar,” ujarnya.
Teknologi yang akan diterapkan di TPST ini mulai dari komposting, Refuse-Derived Fuel (RDF) dan Solid Recovered Fuel (SRF). Dijelaskan RDF dan SRF merupakan bahan bakal alternatif dari sampah, biasanya digunakan industri, seperti pabrik semen dan pembangkit listrik sebagai pengganti batu bara.
“Untuk sampah organik akan dipilah dan dijual kembali. RDF dan SRF sedang menjajaki dengan pengepul, salah satunya perusahaan semen,” ujarnya.
Dijelaskan, sampah yang dikelola hanya sampah di Gianyar. Ia memprediksi TPST ini akan beroperasi pada 2027. Selama proses pembangunan, TPA Temesi yang saat ini masih berstatus lahan sewa akan tetap beroperasi. Sementara untuk pengelola TPST, akan dilakukan oleh DLH Gianyar melalui Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Rancangan BLUD sudah dibuat oleh DLH. Kalau jadi BLUD, dia bisa mencari mitra strategis. Namun kami tetap rekomendasikan agar yayasan yang saat ini membantu di TPA Temesi tetap digandeng, karena mereka sudah berpengalaman dan telah memiliki struktur,” ujarnya.
Arianta menilai, setelah ini berjalan, maka persoalan sampah akan tuntas di Gianyar. “Kalau TPST jalan, permasalahan sampah dapat ditangani cukup baik di Gianyar,” ujarnya. (weg)