TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Asisten Manager Import Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Rian Aditiana mengatakan Agus Purwono mengatur harga penyewaan kapal Very Large Crude Carrier (VLCC) untuk mengangkut crude oil escravos.
Hal itu terungkap saat Rian dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) 2018-2023, Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, pada Selasa (16/12/2025).
Rian Aditiana dihadirkan sebagai saksi untuk enam terdakwa, di antaranya:
Dalam kesaksiannya Rian mengaku mengetahui proyek pengangkutan minyak mentah Escravos pada 3-4 Januari 2023.
Saat itu, Rian menjabat sebagai Assistant Manager Crude Oil Import Supply PT KPI.
Baca juga: Sama-sama Usut Korupsi Minyak Mentah Petral, KPK Tegaskan Tak Ada Kompetisi dengan Kejagung
Rian pun mengaku dirinya yang melakukan negosiasi dengan pihak PT Pertamina International Shipping (PT PIS).
Hal tersebut terungkap dari adanya komunikasi email antara Rian dengan Jessica dari PT Pertamina International Shipping (PT PIS) bersama tim Crude Procurement.
Rian mengungkapkan Crude Procurement merupakan email dari fungsi pengadaan.
"Jadi saya dan tim, punya akses ke situ," kata Rian dalam persidangan.
Baca juga: Kejagung Usut Dugaan Korupsi Minyak Mentah di Petral, Mulai Disidik Sejak Oktober 2025
Jaksa lalu mencecar yang melakukan negosiasi dari pihak KPI via email tersebut.
Menurut Rian bila email tersebut berasal darinya dan tim.
"Ya, saya dan tim," ucap Rian.
Penuntut umum lalu memperlihatkan email negosiasi tersebut.
"Saudara masih ingat ini? Dari PIS pada saat itu menawarkan USD 7,6 juta, kemudian saudara melakukan penawaran USD 3,7 juta. Dari mana angka tersebut?" tanya jaksa.
Rian mengatakan angka tersebut berdasarkan dari estimasi freight cost dari fungsi Market Research and Data Analysis (MRDA).
"Waktu itu estimasi untuk angkutan ini adalah sekitar USD 7,46 juta sampai USD 7,8 juta. Untuk pengangkutan memakai VLCC. Secara full (Penyewaan), jadi 1 VLCC harga sewanya segitu," kata Rian.
"Karena yang akan KPI gunakan hanya setengahnya, satu bagian saja, maka dibagi dua. Jadi waktu itu saya ambil angka USD 7,4 juta, terus dibagi dua, ketemulah angka USD 3,7 juta itu," imbuhnya.
Kemudian jaksa menanyakan dari harga USD 3,7 juta tersebut, kemudian terjadi negosiasi dengan PIS menjadi USD 5,5 juta.
Hingga akhirnya angka kesepakatan mencapai USD 6,6 juta.
"Sehingga disepakati 6,610 ya? Angka-angka tersebut dari mana? Apa yang jadi acuan?" tanya jaksa.
Rian menjawab karena sudah melewati batasan estimasi dari MRDA, waktu itu ia minta arahan dan persetujuan atasannya saat itu, Agus Purwono.
"Langsung dari Agus Purwono, berarti arahannya dari Agus Purwono angka-angka tersebut? Melalui apa? Komunikasi verbal kah? Atau email resmi kah? Atau rapat resmi kah?" tanya jaksa.
"Saya tidak begitu ingat Pak Jaksa, tapi bisa dua-duanya, misalnya ada apa namanya verbal, arahan verbal, atau di whatsapp misalkan ketika beliau tidak ada di tempat begitu Pak," jelas Rian.
Dalam surat dakwaan jaksa menyatakan perbuatan Agus Purwono, Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnando, Arief Sukmara bersama Dimas Werhaspati dan Indra Putra melakukan pengaturan pengadaan sewa kapal VLCC minyak mentah Escravos Laycan 3-4 Januari 2023.
Dari tindakan tersebut dinilai menguntungkan Sahara Energy International Pte Ltd sebesar USD1,234,288.00.
Perbuatan para terdakwa yang melakukan pengaturan dalam pengadaan sewa kapal untuk pengangkutan minyak mentah Escravos ALD 3-4 Januari 2023 telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar USD 1,234,288.00.
Dalam perkara ini para terdakwa dijerat Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.