TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Tim kuasa hukum mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut), Mellisa Anggaraini, menyebut bahwa langkah diskresi yang diambil kliennya terkait pembagian kuota haji tahun 2024 sepenuhnya didasarkan pada kepentingan dan kemaslahatan jemaah.
Menurutnya, kebijakan tersebut telah berpijak pada landasan hukum yang kuat dan bukan untuk kepentingan pribadi.
Pernyataan tersebut disampaikan Mellisa usai mendampingi Gus Yaqut menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, pada Selasa (16/12/2025).
Mellisa menjelaskan bahwa kebijakan yang diambil oleh Gus Yaqut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ia merujuk pada Pasal 9 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 13 Tahun 2021.
"Bukti utamanya adalah kerangka hukum yang memberikan ruang diskresi itu sendiri. Pasal 9 UU Nomor 8 Tahun 2019 memberikan kewenangan kepada menteri agama untuk menetapkan kebijakan teknis penyelenggaraan haji," kata Mellisa.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa PMA Nomor 13 Tahun 2021 secara spesifik mengatur kebijakan menteri agama dalam menetapkan kuota tambahan.
Hal ini menjadi krusial mengingat kondisi faktual saat itu, di mana tambahan kuota dari Kerajaan Arab Saudi datang secara mendadak dan memerlukan keputusan cepat.
Selain aspek legalitas, Mellisa menyoroti aspek teknis di lapangan yang menjadi dasar pengambilan keputusan.
Pertimbangan kapasitas di Mina dan kebijakan zonasi yang diterapkan oleh Arab Saudi berdampak langsung pada penempatan serta pembiayaan jemaah.
"Perhitungan teknis kapasitas di Mina, termasuk adanya kebijakan zonasi Mina oleh Saudi, memerlukan langkah cepat demi kemanfaatan jemaah. Ini juga merujuk pada MoU yang telah ditandatangani oleh Saudi dan Indonesia tertanggal 8 Januari 2025," jelasnya.
Oleh karena itu, Mellisa menegaskan bahwa diskresi tersebut murni untuk pelayanan publik.
"Diskresi tersebut dilakukan untuk kepentingan pelayanan dan keselamatan jemaah, bukan untuk keuntungan pribadi maupun kelompok," tegas Mellisa.
Merespons rencana KPK yang akan meminta pendapat ahli terkait penerapan diskresi Pasal 9 UU Nomor 8 Tahun 2019, pihak Gus Yaqut menyatakan menghormati langkah tersebut sebagai bagian dari proses hukum.
Mellisa mengungkapkan bahwa sejumlah ahli hukum, seperti Oce Madril dan Rudy Lukman, sebelumnya telah memberikan pandangan yang mendukung posisi kliennya.
"Para ahli ini berpendapat bahwa Pasal 9 UU 8/2019 memang memberikan ruang diskresi kepada menteri. Diskresi tersebut bukan perbuatan melawan hukum, sepanjang dilakukan untuk kepentingan umum," ujarnya.
Sebagai informasi, KPK saat ini tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait pembagian tambahan kuota haji sebanyak 20.000 dari pemerintah Arab Saudi pada tahun 2024.
Baca juga: Eks Menag Yaqut Lempar Senyum usai 8,5 Jam Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi Kuota Haji
Penyelidikan berfokus pada proporsi pembagian yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan persentase haji reguler dan haji khusus.