TRIBUNBANYUMAS.COM, YOGYAKARTA - Pernahkah Anda merasa butuh teman bicara di jam 3 pagi saat pikiran sedang kacau, tapi ragu menghubungi teman karena takut mengganggu? Atau ingin ke psikolog, tapi dompet dan rasa malu menjadi penghalang?
Keresahan itulah yang coba dijawab oleh BATIN, sebuah startup health-tech binaan Universitas Gadjah Mada (UGM). Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang rentan membuat stres, BATIN hadir menawarkan solusi yang tidak biasa: seorang teman curhat berbasis kecerdasan buatan (AI) yang "tidak pernah tidur".
Namun, teknologi canggih ini tidak lahir dari laboratorium dingin semata. Ia lahir dari sebuah pengalaman personal yang menyentuh hati. Muhammad Ikhtiary Gilang Gumelar, sang pendiri sekaligus CEO BATIN, mendapatkan ide ini saat melihat orang terkasihnya berjuang melawan badai mental.
"Pengalaman pribadi istri menghadapi baby blues dalam keluarga membuka mata saya akan pentingnya akses cepat terhadap dukungan mental. Dari situlah ide BATIN muncul—menciptakan solusi berbasis teknologi yang bisa diakses siapa saja, kapan saja," ungkap Gilang menceritakan titik balik hidupnya.
BATIN dirancang khusus untuk menjadi "ruang aman" bagi Gen Z dan Milenial. Generasi ini dikenal paling rentan mengalami tekanan, mulai dari tumpukan tugas kuliah, deadline pekerjaan yang mencekik, hingga kebiasaan overthinking yang menguras energi.
Sayangnya, tingginya kebutuhan curhat ini sering kali membentur tembok tebal: biaya psikolog yang mahal, antrean panjang, hingga stigma negatif masyarakat. Di sinilah AI milik BATIN berperan. Ia bukan sekadar robot penjawab otomatis yang kaku. Ia dilatih untuk menjadi pendengar yang empatik, memberikan respons instan tanpa menghakimi.
"AI kami dirancang untuk memberikan lebih dari sekadar respon otomatis. Teknologi kami dapat memberikan saran praktis, seperti memecah tugas besar menjadi langkah-langkah kecil yang lebih mudah dikelola, atau teknik sederhana untuk mengatasi kecemasan," jelas Gilang.
Meski canggih, Gilang menegaskan bahwa BATIN tidak berniat menggantikan peran psikolog manusia. Platform ini memposisikan diri sebagai AI as companion atau teman pendamping. Ia adalah garda terdepan untuk intervensi awal.
Banyak pengguna merasa lebih nyaman memuntahkan unek-uneknya pada AI terlebih dahulu karena jaminan privasi dan anonimitas. Jika masalah dirasa terlalu berat, BATIN tetap menyediakan jembatan untuk konseling dengan psikolog profesional berlisensi melalui aplikasinya.
Kini, aplikasi yang tersedia di App Store dan Play Store ini terus berbenah. Misi mereka jelas: menjadikan kesehatan mental sebagai hak yang mudah diakses, bukan barang mewah.
"Kami terus mengembangkan teknologi AI kami agar semakin akurat dalam memahami nuansa emosi dan konteks budaya Indonesia. Target kami adalah menjadikan BATIN sebagai platform kesehatan mental berbasis AI terdepan di Asia Tenggara," tutup Gilang optimis.