TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah memastikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 akan diumumkan sebelum tenggat 24 Desember 2025.
UMP adalah upah bulanan terendah yang berlaku di seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi dan wajib ditetapkan oleh gubernur setiap tahun.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan agar seluruh gubernur segera menetapkan upah minimum tahun 2026 secara tepat waktu, terkoordinasi, dan kondusif di daerah.
Penetapan tersebut mencakup Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), serta Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
Dalam Sosialisasi Kebijakan Penetapan Upah Minimum Tahun 2026 yang digelar secara daring dari Kantor Pusat Kemendagri, Tito menekankan bahwa seluruh penetapan harus selesai paling lambat 24 Desember 2025.
“Penetapan seluruh upah minimum tahun 2026, terutama gubernur sebagai titik sentral, paling lambat tanggal 24 Desember,” ujar Tito.
Ia menjelaskan, Dewan Pengupahan memiliki peran penting dalam menentukan nilai indeks atau koefisien alfa yang berada pada rentang 0,5 hingga 0,9 sebagai variabel penetapan upah.
Tito menegaskan bahwa kebijakan upah minimum harus mengedepankan keseimbangan: melindungi kesejahteraan pekerja sekaligus mempertimbangkan keberlanjutan dunia usaha.
Komunikasi tripartit antara pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha disebut menjadi kunci agar keputusan dapat diterima semua pihak.
Tito juga meminta perangkat daerah, khususnya Dinas Tenaga Kerja, segera berkoordinasi dengan kepala daerah dan Dewan Pengupahan di masing-masing wilayah.
“Kita akan memantau progres dari 38 provinsi ini. Mana yang selesai dengan baik, mana yang kira-kira belum,” tegasnya.
Dengan tenggat waktu yang semakin dekat, Mendagri berharap penetapan upah minimum berjalan tertib dan tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Baca juga: Formula UMP 2026 Kecewakan Serikat Buruh: Tak Jamin Kebutuhan Dasar
Kalangan buruh memperkirakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 hanya berada di kisaran 4–6 persen. Perkiraan ini muncul seiring rencana pemerintah yang akan segera mengumumkan besaran UMP tahun depan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa angka tersebut berasal dari ketentuan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan yang baru. Menurut informasi terakhir yang diterimanya, indeks tertentu atau koefisien alfa dalam formula UMP 2026 hanya berada pada kisaran 0,3 hingga 0,8.
“KSPI menolak Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang terbaru dan menolak nilai kenaikan upah minimum 2026 yang berasal dari peraturan pemerintah yang dimaksud,” tegas Said dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/12/2025).
Ia menilai ketentuan dalam draf aturan baru tersebut berpotensi mengembalikan praktik upah murah dan merugikan buruh. Selain itu, pembahasan RPP Pengupahan dianggap mengabaikan partisipasi bermakna dari unsur buruh serta mengesampingkan prinsip kebutuhan hidup layak.
Dengan adanya penolakan ini, KSPI menegaskan akan terus mengawal isu pengupahan dan menyiapkan langkah-langkah lanjutan untuk memperjuangkan hak buruh agar kenaikan UMP sesuai dengan kebutuhan riil pekerja.
Sebagai informasi, jika Presiden Prabowo Subianto sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang berisikan formula pengupahan baru yang akan digunakan sebagai dasar penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2026.
"Alhamdullilah, PP Pengupahan telah ditandatangani oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto pada hari ini, Selasa, 16 Desember 2025," ujar Menteri Ketenagakerjaan Yassierli.
Baca juga: DPR Ingatkan UMP 2026 Jangan Berpihak, Harus Jadi Jalan Tengah Pekerja dan Usaha
Lantas, bagaimana besaran UMP 2026 jika perkirakan naik 4 persen?
Aceh: dari Rp3.685.616 menjadi Rp3.833.041
Sumatra Utara: dari Rp2.992.559 menjadi Rp3.112.261
Sumatra Barat: dari Rp2.994.193 menjadi Rp3.113.961
Riau: dari Rp3.508.776 menjadi Rp3.649.127
Jambi: dari Rp3.234.535 menjadi Rp3.363.916
Sumatra Selatan: dari Rp3.681.571 menjadi Rp3.828.834
Bengkulu: dari Rp2.670.039 menjadi Rp2.776.841
Lampung: dari Rp2.893.070 menjadi Rp3.008.793
Bangka Belitung: dari Rp3.876.600 menjadi Rp4.031.664
Kepulauan Riau: dari Rp3.623.654 menjadi Rp3.768.600
DKI Jakarta: dari Rp5.396.761 menjadi Rp5.612.631
Jawa Barat: dari Rp2.191.232 menjadi Rp2.278.881
Jawa Tengah: dari Rp2.169.349 menjadi Rp2.256.123
DI Yogyakarta: dari Rp2.264.080 menjadi Rp2.354.643
Jawa Timur: dari Rp2.305.985 menjadi Rp2.398.224
Banten: dari Rp2.905.119 menjadi Rp3.021.324
Bali: dari Rp2.996.561 menjadi Rp3.116.423
Nusa Tenggara Barat (NTB): dari Rp2.602.931 menjadi Rp2.707.048
Nusa Tenggara Timur (NTT): dari Rp2.328.969 menjadi Rp2.422.128
Kalimantan Barat: dari Rp2.878.286 menjadi Rp2.993.417
Kalimantan Tengah: dari Rp3.473.621 menjadi Rp3.612.566
Kalimantan Selatan: dari Rp3.496.195 menjadi Rp3.636.043
Kalimantan Timur: dari Rp3.579.313 menjadi Rp3.722.486
Kalimantan Utara: dari Rp3.580.160 menjadi Rp3.723.366
Sulawesi Utara: dari Rp3.775.425 menjadi Rp3.926.442
Sulawesi Tengah: dari Rp2.915.000 menjadi Rp3.031.600
Sulawesi Selatan: dari Rp3.657.527 menjadi Rp3.803.828
Sulawesi Tenggara: dari Rp3.073.551 menjadi Rp3.196.493
Gorontalo: dari Rp3.221.731 menjadi Rp3.350.600
Sulawesi Barat: dari Rp3.104.430 menjadi Rp3.228.607
Maluku: dari Rp3.141.700 menjadi Rp3.267.368
Maluku Utara: dari Rp3.408.000 menjadi Rp3.544.320
Papua Barat: dari Rp3.615.000 menjadi Rp3.759.600
Papua Barat Daya: dari Rp3.614.000 menjadi Rp3.758.560
Papua: dari Rp4.285.850 menjadi Rp4.457.284
Papua Selatan: dari Rp4.285.850 menjadi Rp4.457.284
Papua Tengah: dari Rp4.285.848 menjadi Rp4.457.282
Papua Pegunungan: dari Rp4.285.850 menjadi Rp4.457.284