Respons Gubernur Mualem dan Mensos Gus Ipul soal Fenomena Ramainya Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih
December 18, 2025 09:36 AM

 

TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Aksi pengibaran bendera putih sebagai simbol menyerah menghadapi bencana jadi fenomena baru di Aceh.

Dalam beberapa hari ini, aksi pengibaran bendera putih marak terjadi di berbagai wilayah Aceh.

Mulai dari Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem hingga Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf atau Gus Ipul turut bersuara.

 

Fenomena Bendera Putih Berkibar di Sejumlah Daerah di Pinggiran Jalan Lintas Nasional Banda Aceh-Medan

Pantauan Serambinews.com, pada Minggu (14/12/2025), bendera putih berkibar di sejumlah daerah di pinggiran jalan lintas nasional Banda Aceh -Medan. 

Bendera putih itu dikibarkan oleh warga di sejumlah titik di antaranya di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Aceh Utara.

Baca juga: Warga Aceh Mulai Demo! Long March Desak Status Bencana Nasional

Sejumlah warga saat ditemui mengatakan bendera putih itu dipasang karena masyarakat yang terdampak bencana alam banjir bandang sudah menyerah dan tak sanggup lagi untuk menanganinya.

"Kami sekarang menyerah dan tak sanggup lagi dan butuh bantuan," ujar seorang warga, Bakhtiar saat dijumpai di Perlak, Aceh Timur.

 

Gubernur Mualem soal Warga Aceh Ramai Kibarkan Bendera Putih

Aksi pengibaran bendera putih sebagai simbol menyerah menghadapi bencana, dalam beberapa hari ini marak terjadi di berbagai wilayah di Aceh.

Fenomena tersebut menuai sorotan publik dan memunculkan berbagai spekulasi terkait makna dan tujuan di balik aksi yang begitu masif tersebut.

Menanggapi hal itu, Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem mengaku tidak mengetahui maksud pengibaran bendera putih tersebut. 

Ia menyatakan belum pernah menerima informasi ataupun laporan terkait aksi tersebut.

“Saya tidak terkopi itu, apa maksud mereka? Yang itu di luar jangkauan kita,” kata Mualem, saat diwawancarai usai menerima bantuan kemanusiaan dari Menteri Sosial Saifullah Yusuf di Kantor Gubernur Aceh, Selasa (16/12/2025). 

Mualem menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui siapa pihak yang menginisiasi aksi tersebut. 

Ia juga menilai pengibaran bendera putih tersebut bukan bagian dari kebijakan ataupun arahan pemerintah.

“Siapa yang perintah itu, apa maksudnya itu?,” katanya.

Baca juga: Pengungsi di Tapteng Mulai Khawatir, 22 Hari Makan Mie Instan Tanpa Sayur Apalagi Protein

Lebih lanjut, Mualem menekankan bahwa posisi Aceh saat ini mutlak berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kita sudah jelas, kan Aceh dalam NKRI,” tegasnya.

Pantauan Serambinews.com, pada Minggu (14/12/2025), bendera putih berkibar di sejumlah daerah di pinggiran jalan lintas nasional Banda Aceh -Medan. 

Bendera putih itu dikibarkan oleh warga di sejumlah titik di antaranya di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur dan Aceh Utara.

Sejumlah warga saat ditemui mengatakan bendera putih itu dipasang karena masyarakat yang terdampak bencana alam banjir bandang sudah menyerah dan tak sanggup lagi untuk menanganinya.

"Kami sekarang menyerah dan tak sanggup lagi dan butuh bantuan," ujar seorang warga, Bakhtiar saat dijumpai di Perlak, Aceh Timur.

 

Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih, Gus Ipul Optimis Bisa Dilalui Bersama

Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menanggapi aksi sejumlah warga Aceh yang mengibarkan bendera putih beberapa hari setelah wilayah tersebut dilanda banjir bandang dan tanah longsor.

Aksi itu menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai simbol keputusasaan warga di tengah minimnya bantuan pascabencana.

Banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi pada akhir November 2025 melanda sejumlah daerah di Provinsi Aceh.

Wilayah terdampak antara lain Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, hingga beberapa kawasan pesisir.

Aceh tercatat sebagai satu dari tiga provinsi yang terdampak bencana hidrometeorologis berskala besar, bersama Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dipantau pada Rabu (16/12/2025), jumlah korban jiwa akibat bencana di tiga provinsi tersebut mencapai 1.053 orang, sementara 200 orang lainnya dilaporkan hilang.

Khusus di Aceh, BNPB mencatat sebanyak 449 orang meninggal dunia dan 21 orang masih dinyatakan hilang.

Baca juga: Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih, DPR: Alarm Keras Pemerintah Harus Bertindak Cepat

Memasuki pekan ketiga pascabencana, kondisi di sejumlah wilayah belum sepenuhnya pulih. 

Beberapa daerah masih terisolasi akibat akses darat yang terputus, sehingga menyulitkan distribusi bantuan.

Keterbatasan logistik dan bantuan membuat sebagian warga penyintas menghadapi ancaman kelaparan serta risiko munculnya berbagai penyakit.

Dalam kondisi tersebut, pengibaran bendera putih oleh warga di sejumlah titik menjadi simbol yang menarik perhatian publik dan pemerintah.

Bendera putih dikenal luas sebagai tanda menyerah atau permohonan pertolongan.

Dalam konteks bencana di Aceh, simbol ini dimaknai sebagai ungkapan keputusasaan warga yang merasa tidak mampu lagi bertahan tanpa bantuan yang memadai.

Gus Ipul menyatakan, dirinya yakin bahwa Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) masih kuat dalam menangani bencana.

Menurut petinggi Nahdlatul Ulama (NU) itu, pemerintah daerah sudah bekerja dengan  baik, didukung oleh pemerintah pusat.

Ia yakin, bencana di Sumatra dapat ditanggulangi bersama-sama oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

"Saya percaya Pak Gubernur masih cukup kuat," kata Gus Ipul kepada wartawan di sela-sela penyerahan bantuan kemanusiaan di Aceh, Selasa (16/12/2025), dikutip dari tayangan YouTube KompasTV.

"Pemerintah daerah juga bekerja dengan baik, didukung oleh pemerintah secara keseluruhan."

"Insyaallah lah. Mari kita atasi bersama-sama."

Baca juga: Tanpa Mobil Dinas, Gubernur Mualem Pilih Naik Mobil Bak Terbuka Bersama Tim Medis ke Aceh Tamiang

Menanggapi soal bendera putih yang dikibarkan warga Aceh, Gus Ipul menoleh ke arah Mualem yang saat itu berada di dekatnya.

Lalu, ia menyatakan optimisme bencana dapat diatasi dengan kerja sama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

"Semestinya kita bisa atasi ya, Pak Gubernur ya, bersama-sama," jelas Gus Ipul.

Sekretaris Jenderal PBNU ini pun memuji para kepala daerah yang sudah bekerja keras dalam menangani bencana.

Gus Ipul pun mengajak pemerintah bekerja sama.

"Pak Gubernur siang malam juga bekerja, Pak Bupati, Wali Kota juga bekerja, yang lain juga sedang bekerja," jelas Gus Ipul.

"Mari kita gandeng tangan untuk kita tanggulangi secara bersama-sama."

"Saya percaya, kita masih mampu dan bisa menanggulangi ini dengan baik, apalagi kalau ada kerja sama, kalau ada satu kolaborasi yang kuat."

 

Jumlah Korban Bencana di Sumatra: 1.059 Tewas, 192 Jiwa Masih Hilang

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi (Kapusdatin) Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, memberikan update informasi terkait jumlah korban jiwa dalam bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar), Rabu (17/12/2025).

Abdul Muhari menyebut, jumlah korban jiwa bertambah enam orang sehingga total keseluruhan menjadi 1.059 orang.

"Per hari ini, ditemukan tambahan enam jasad. Di Aceh Utara, 2 jiwa dan di Sumut, Tapanuli Tengah, 4 jiwa. Sehingga rekapitulasi korban meninggal per hari ini berjumlah 1.059 jiwa," terangnya dalam konferensi pers, Rabu.

Kemudian, sebanyak 192 jiwa masih hilang, jumlah berkurang delapan orang dari hari Selasa (16/12/2025) kemarin.

"Untuk jumlah korban hilang, total tiga provinsi sebelumnya 200 jiwa, hari ini 192 jiwa," ucap Abdul.

Sementara itu, jumlah pengungsi pada hari Selasa ada sebanyak 606.040 orang. Kini sudah berkurang sehingga totalnya 577.600 jiwa.

 

Pengamat Bicara soal Status Bencana Nasional

Sebelumnya, arsitek sekaligus pendiri Rujak Urban Centre for Urban Studies, Marco Kusumawijaya, menyoroti status peristiwa banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra belum ditetapkan sebagai Bencana Nasional.

Menurut Marco, dibutuhkan nyali besar seorang negarawan untuk menetapkan status bencana nasional, termasuk untuk banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra.

Pasalnya, saat status tersebut ditetapkan, kata Marco, negara harus terbuka, dan dibutuhkan orang-orang yang bisa dipercaya untuk benar-benar membantu, bukan melakukan hal lain selain menolong.

"Saya tidak bisa menduga apa yang ada di isi kepala Prabowo, tetapi menurut saya begini, untuk menetapkan status darurat bencana nasional itu perlu nyali besar," kata Marco, dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Selasa.

"Karena Anda harus berani membuka negara Anda. Lalu, Anda harus punya kepercayaan kepada orang bahwa orang memang datang untuk membantu, bukan untuk aneh-aneh gitu."

"Kemudian, Anda mungkin harus percaya kepada tim yang Anda bisa tunjuk untuk menangani ini. Nah, itu perlu nyali besar menurut saya."

Akan tetapi, Marco menegaskan bahwa dari pernyataan ini, dirinya tidak berarti menyebut Prabowo tidak punya nyali besar untuk menetapkan status bencana nasional.

"[Prabowo punya nyali besar] itu saya tidak tahu. Jadi jangan dulu, saya cuma bisa mengatakan, 'untuk menetapkan status itu perlu nyali besar seorang seorang negarawan', gitu."

Baca juga: Potret Anak-anak di Pengungsian Aceh Tamiang Tanpa Alas Kaki, Berbincang dengan Prajurit TNI AL

Lebih lanjut, Marco menegaskan, polemik penetapan status bencana nasional untuk banjir bandang di Sumatra merupakan momen di mana nyali Prabowo dipertaruhkan.

Hal ini ia sampaikan saat menyinggung keterkaitan antara kerusakan hutan yang diduga akibat penebangan, baik yang ilegal maupun legal, dengan terjadinya bencana tersebut.

Marco meminta agar pemerintah tidak denial atau mengingkari adanya perubahan iklim yang turut memperparah dampak kerusakan alam terhadap kehidupan manusia.

Menurutnya, perbaikan fasilitas dan rumah penduduk tidak dapat berjalan maksimal jika tidak disertai upaya untuk memperbaiki hutan yang rusak.

Sebab, jika hanya dilakukan perbaikan fasilitas, tetapi tidak memperbaiki hutan, maka bencana serupa yang memakan banyak korban jiwa dan menimbulkan kerusakan masif, akan terulang.

"Kalau sekarang ini, kita tidak bisa hanya memperbaiki jembatan dan rumah, tanpa memperbaiki hutan," tutur Marco.

"Kalau Anda tidak memperbaiki hutannya lalu Anda memperbaiki jembatan dan nanti tahun depan atau dua tahun lagi akan terjadi [bencana], semoga tidak ya." 

"Mungkin ini juga salah satu sebab, untuk menyatakan darurat bencana nasional itu perlu nyali, karena artinya pemerintah harus membuka diri untuk juga memperbaiki, merehap dan merekonstruksi alam."

Marco juga mendesak agar Presiden RI Prabowo Subianto tidak hanya menertibkan pembalakan liar, tetapi juga harus mengatur lebih ketat lagi izin-izin penebangan hutan legal dalam upaya memperbaiki alam.

Jika perbaikan alam tidak dilakukan, maka harapan agar bencana serupa tidak terulang lagi itu sangat kecil.

"Jadi, sekarang taruhan kita memang nyali presiden," tegas Marco.

(tribun network/thf/Tribunnews.com/Serambinews.com)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.