TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mengambil alih penanganan kasus dugaan pemerasan yang melibatkan oknum jaksa di wilayah Banten dari tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengambilalihan kasus adalah proses perpindahan kewenangan penanganan suatu perkara dari satu lembaga penegak hukum ke lembaga lain, biasanya karena alasan yurisdiksi, kewenangan khusus, atau koordinasi antarinstansi.
Dalam konteks hukum pidana, hal ini bisa terjadi antara KPK, Kejaksaan Agung, atau Kepolisian.
Namun, pengambilalihan ini menarik perhatian publik karena dasar hukum pelimpahan kasus, yakni surat perintah penyidikan (sprindik) Kejagung, diterbitkan tepat pada hari yang sama saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT).
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa kasus tersebut kini ditangani oleh Korps Adhyaksa.
Seremonial penyerahan para pihak terduga pelaku korupsi ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Jumat (19/12/2025) dini hari.
Total ada tiga orang yang diserahkan, yaitu satu jaksa, satu pengacara, dan satu ahli bahasa.
Namun, belum terungkap identitas dari tiga terduga pelaku korupsi yang diambil alih oleh Kejagung.
“Kami ingin menyampaikan bahwa terkait dengan koordinasi kemudian juga dalam rangka kolaborasi penanganan tindak pidana korupsi antara KPK dengan Kejaksaan Agung, kami telah melakukan penyerahan orang dan juga barang bukti,” kata Asep.
Baca juga: OTT KPK di Kalsel, 6 Orang Diamankan Diduga Terkait Oknum Jaksa
Alasan utama pelimpahan kasus ini adalah klaim bahwa Kejagung telah lebih dulu menyidik perkara tersebut.
Asep menjelaskan, setelah berkomunikasi dengan pihak Kejagung pasca-OTT, diketahui bahwa instansi tersebut sudah menetapkan status tersangka terhadap oknum jaksa yang terjaring operasi.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sprindik dari Kejagung baru diterbitkan pada Rabu, 17 Desember 2025.
Tanggal tersebut persis sama dengan waktu pelaksanaan OTT oleh tim KPK.
Menanggapi kebetulan tanggal tersebut, Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen (Ses JAM Intel) Kejaksaan Agung, Sarjono Turin, membantah pihaknya mengetahui pergerakan tim KPK.
Ia mengeklaim proses penerbitan Sprindik sudah berjalan sesuai prosedur internal tanpa intervensi informasi eksternal.
“Kita sebenarnya tidak tahu ada OTT KPK, tapi kita sudah lebih awal menerbitkan pada tanggal 17 Desember 2025,” klaim Sarjono saat berada di Kantor KPK.
Pernyataan ini kontras dengan informasi yang beredar dari sumber lain yang menyebutkan adanya dugaan kebocoran informasi terkait operasi senyap yang dilakukan KPK.
Kasus ini bermula dari dugaan pemerasan yang dilakukan oknum jaksa terhadap seorang warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan.
Sarjono Turin menegaskan komitmennya bahwa Kejaksaan Agung akan menangani kasus ini secara profesional, transparan, dan akuntabel.
“Dari kerja sama ini, penyerahan terhadap dua terduga ini besok kita akan tindaklanjuti di Kejaksaan Agung di Gedung Bundar,” tegas Sarjono.
Pihak Kejaksaan meminta waktu untuk memberikan penjelasan lebih rinci pada esok hari, mengingat kondisi fisik para terduga pelaku yang sudah kelelahan pasca-penangkapan.