TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA -- Sudah empat tahun, Ferdi (50) memilih menjalankan pekerjaan menjadi tukang tambal ban keliling di Martapura, Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan.
Setiap pagi, ketika sebagian orang baru menyiapkan aktivitas harian, Ferdi sudah lebih dulu menghidupkan motor tuanya.
Suaranya tak lagi bertenaga, namun cukup untuk mengantarkan sebuah kotak peralatan sederhana yang menempel di bagian belakang.
Dari sanalah, roda kehidupan Ferdi dan keluarganya berputar.
Ferdi bukan pegawai bengkel, bukan pula pemilik lapak tambal ban di pinggir jalan, ia menjalankan pekerjaan sebagai tukang tambal ban keliling.
Selama empat tahun terakhir, pria asal Desa Kota Baru Induk, Kecamatan Martapura ini, mengandalkan keterampilan dan ketekunannya untuk membantu pengendara yang terjebak masalah ban bocor di jalan.
Tak ada bengkel permanen. Tak ada mesin modern. Hanya motor tua, alat seadanya, dan pengalaman yang terus diasah dari satu ban bocor ke ban lainnya.
Sejak pukul 06.00 WIB, Ferdi sudah siap berkeliling. Pompa manual, alat bakar, kunci-kunci standar bengkel, hingga peralatan ban dalam serap ia susun rapi di dalam kotaknya.
Dengan perlengkapan itulah ia menyusuri jalanan Martapura dan sekitarnya, dari pagi hingga sore.
Dalam sehari, Ferdi bisa melayani sekitar kurang lebih 10 kendaraan.
Baca juga: Suami di OKU Timur Tewas Di Tangan Istri yang ODGJ, Diduga Hantam Tabung Gas, Punya Bayi 6 Bulan
Dari jasa itu, ia membawa pulang penghasilan berkisar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per hari jumlah yang mungkin terlihat kecil, namun cukup untuk menghidupi istri dan kelima anaknya.
“Khusus hari ini baru dapat enam orderan,” ucap Ferdi sambil tetap fokus menambal ban sepeda motor di kawasan Kompleks Perkantoran Pemkab OKU Timur, Jumat (19/12/2025).
Berbeda dengan bengkel pada umumnya, Ferdi mengandalkan panggilan telepon dan WhatsApp. Nomor kontaknya sengaja ia pasang di box peralatan agar mudah dihubungi.
Tak jarang, pelanggan menghubunginya dalam kondisi panik ban pecah di tengah jalan, jauh dari bengkel, atau terjadi di jam-jam sibuk.
Untuk satu kendaraan, Ferdi membutuhkan waktu sekitar 30 menit hingga satu jam. Bukan hanya karena tingkat kerusakan ban, tetapi juga jarak tempuh menuju lokasi pelanggan.
“Yang bikin lama itu nyari alamat. Kadang jauh, dari ujung ke ujung,” katanya.
Meski jam operasionalnya dari pagi hingga sore, Ferdi kerap menerima panggilan di malam hari.
Jika kondisi memungkinkan dan jaraknya tidak terlalu jauh, ia akan langsung berangkat.
Namun bila jarak terlalu jauh atau situasi tidak memungkinkan, pekerjaan terpaksa ditunda keesokan harinya.
Prinsipnya sederhana: selama masih sanggup, ia akan berusaha membantu.
Motivasi Ferdi membuka jasa tampal ban keliling berawal dari kepedulian. Ia kerap melihat pengendara mogok di jalan akibat ban bocor.
Pemandangan ibu-ibu yang harus mendorong motor di bawah terik matahari atau hujan menjadi hal yang membekas di benaknya.
“Sering lihat orang susah di jalan, apalagi ibu-ibu. Dari situ kepikiran, kenapa nggak coba buka jasa tampal ban keliling,” tuturnya.
Namun, jalan yang ditempuh Ferdi tidak selalu mulus. Di masa awal merintis, orderan sangat sepi.
Bahkan, ada hari-hari tanpa satu pun panggilan masuk. Demi menyambung hidup, Ferdi harus menyelingi usahanya dengan mengojek.
Motor yang sama, tenaga yang sama, namun dengan harapan yang terus ia jaga agar jasa tambal ban kelilingnya bisa bertahan.
Perlahan, kepercayaan mulai tumbuh. Dari mulut ke mulut, nomor telepon Ferdi tersebar. Pengendara yang pernah ditolongnya merekomendasikan jasanya kepada keluarga dan teman.
Kini, hampir setiap hari ada saja panggilan masuk. Meski belum bisa dikatakan ramai, Ferdi bersyukur usahanya jauh lebih stabil dibanding masa awal merintis.
Di balik keterbatasan modal dan kesederhanaan alat, Ferdi menyimpan kebanggaan. Ia bukan sekadar menambal ban, tetapi menghadirkan rasa aman bagi pengendara yang terjebak di jalan.
Dalam senyap, Ferdi menjadi bagian dari denyut aktivitas Martapura datang saat dibutuhkan, lalu pergi melanjutkan perjalanan.
Saat matahari mulai condong ke barat, Ferdi kembali menyalakan motor tuanya. Kotak peralatan di belakang kembali bergoyang mengikuti jalanan.
Entah ke ujung kota atau ke sudut perkampungan, ia selalu siap berangkat.
Bagi Ferdi, selama masih ada ban bocor dan orang yang membutuhkan, roda kehidupannya akan terus berputar.
Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel