Seorang Polisi di Sangihe Disebut Minta Rp50 Juta ke Terlapor Kasus Pelecehan untuk Selesaikan Kasus
December 20, 2025 06:22 AM

TRIBUNMANADO.CO.ID - Seorang polisi berpangkat Aipda berinisial FD sedang jadi perbincangan warga Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut).

Aipda adalah singkatan dari Ajun Inspektur Polisi Dua, yaitu pangkat di jajaran Bintara Tinggi Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), berada di atas Bripka (Brigadir Polisi Kepala) dan di bawah Aiptu (Ajun Inspektur Polisi Satu).

Lambang pangkatnya adalah satu balok perak bergelombang (seperti segitiga terbalik), dan tugasnya meliputi membantu perwira dalam pelaksanaan tugas, serta memimpin unit bintara lainnya. 

Aipda FD merupakan mantan Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Kepulauan Sangihe yang kini tengah menjadi sorotan. 

Sangihe adalah sebuah kabupaten kepulauan di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia, yang terletak di ujung utara Sulawesi, berbatasan langsung dengan Filipina.

Kembali ke bahasan Aipda FD, ia diduga menerima suap sebesar Rp 10 juta dari seorang terlapor kasus pelecehan seksual dengan syarat menghentikan proses hukum perkara tersebut.

Awal Mula Aipda FD Diduga Terima Suap

Dugaan praktik lancung ini terungkap setelah kasus pelecehan yang dilaporkan oleh korban berinisial CS sejak 6 November 2024 (Nomor: R/LI-11/XI/2024/Reskrim) tak kunjung ada kejelasan selama lebih dari satu tahun.

"Satu tahun berjalan tidak pernah diproses kasus ini," terang AS, suami korban kepada Tribun Manado, Kamis (18/12/2025). 

Skandal ini mencuat saat korban CS dan suaminya, AS, mendatangi kembali Unit PPA Polres Sangihe pada 15 Desember 2025.

Di hadapan Kanit PPA yang baru, Stefan Mitusala, korban dipertemukan langsung dengan terlapor berinisial GT alias Guntur.

Terlapor Kasus Pelecehan Mengaku Dimintai Aipda FD Rp 50 Juta

Dalam pertemuan tersebut, GT mengaku dimintai uang sebesar Rp 50 juta oleh Aipda FD  untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan.

Namun, karena keterbatasan ekonomi, GT menyebut hanya bisa memberikan Rp 10 juta.

"Kami diminta Rp50 juta, tapi hanya sanggup Rp10 juta. Uang itu kami serahkan langsung kepada FD di sebuah rumah makan," ungkap GT.

GT bahkan menegaskan bahwa meski tidak ada kuitansi, proses penyerahan uang tersebut terekam oleh kamera pengawas (CCTV) di lokasi pertemuan.

Ia juga menyebut bahwa FD memberikan alasan bahwa uang tersebut adalah permintaan dari pihak korban.

Mendengar pengakuan GT, korban CS membantah keras. 

Ia menegaskan tidak pernah meminta atau menerima uang sepeser pun.

CS merasa dikhianati oleh oknum penyidik yang seharusnya memberikan perlindungan hukum.

"Pantas laporan saya mengendap lebih dari satu tahun. Ternyata ada dugaan oknum polisi menerima uang dari pelaku."

"Kami tetap fokus menuntut keadilan agar kasus pelecehan ini diproses hukum," tegas CS.

Bantahan Keras Aipda FD

Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Aipda FD yang kini telah dimutasi ke Polsek Tahuna, membantah keras tudingan tersebut.

Ia berdalih bahwa mandeknya kasus tersebut murni karena kendala teknis dan adanya mutasi jabatan.

"Tidak benar, tidak benar itu (soal terima uang)," jawab FD singkat.

Ia menjelaskan bahwa sebelum dimutasi, pihaknya sudah merencanakan gelar perkara dan pemeriksaan saksi ahli sesuai petunjuk Kasat Reskrim yang lama.

Namun, pemeriksaan tersebut urung dilakukan karena dirinya lebih dulu pindah tugas.

“Kami berharap kasus ini dilanjutkan dan menjadi bukti bahwa tidak semua anggota kepolisian terlibat dalam praktik percaloan perkara."

"Namun jika tetap mandek, maka itu seolah membenarkan praktik suap menyuap seperti ini,” ujar AS

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.