TRIBUNBENGKULU.COM - Koalisi Bentang Seblat menilai jalur pengangkutan sawit di dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat telah menjadi pintu masuk utama perambahan hutan dan pembukaan lahan ilegal.
Oleh karena itu, Koalisi Bentang Seblat secara terbuka mendesak BKSDA Bengkulu–Lampung menghentikan nota kesepahaman pemanfaatan jalan oleh PT Alno Agro Utama di kawasan TWA Seblat sebagai upaya penyelamatan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang tersisa di Provinsi Bengkulu.
Salah satu anggota Koalisi Bentang Seblat, Ali Akbar, mengatakan terbitnya nota kesepahaman antara BKSDA dengan perusahaan perkebunan sawit swasta PT Alno Agro Utama sejak tahun 2004 telah menimbulkan tekanan terhadap kawasan hutan.
Selain digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan sawit perusahaan, jalur tersebut juga dinilai menjadi pintu masuk utama para perambah untuk menghabisi kawasan Hutan Produksi (HP) Air Rami.
“BKSDA Bengkulu atau Kementerian Kehutanan harus menghentikan kerja sama penggunaan kawasan TWA Seblat menjadi jalur pengangkutan sawit karena faktanya jalur itu menjadi pintu masuk perambah ke habitat gajah di HP Air Rami dan Lebong Kandis,” kata Ali, Jumat, (19/12/2025).
Diketahui, kerja sama pemanfaatan jalan eksisting di TWA Seblat berada di Resort Seblat, KPHK Seblat, Seksi Konservasi Wilayah I.
Secara administratif, kawasan tersebut berada di Desa Suka Merindu, Suka Maju, dan Suka Baru, Kecamatan Marga Sakti Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara, serta Desa Dusun Pulau, Kecamatan Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Areal kawasan konservasi yang dimanfaatkan sebagai rute transportasi terbatas berupa jalan patroli yang telah ada atau existing di dalam TWA Seblat memiliki panjang sekitar ± 8,198 kilometer dan lebar ± 10,7 meter.
Jalur tersebut berada di blok khusus TWA Seblat dengan luas sekitar 8,8 hektare.
Jalur ini digunakan oleh PT Alno Agro Utama, perusahaan dengan luas Hak Guna Usaha (HGU) sekitar 14.000 hektare.
Jalan tersebut dimanfaatkan untuk mengangkut tandan buah segar kelapa sawit dari Pangeran Estate dan Sapta Buana Estate menuju Pabrik Kelapa Sawit milik PT Mitra Puding Mas.
Pabrik tersebut masih berada dalam satu grup usaha, yakni Anglo Eastern Plantation (AEP) Group.
Faktanya, keberadaan jalan ini dinilai telah mempermudah akses masuk ke kawasan hutan secara ilegal.
Data Map Biomas Indonesia menunjukkan perambahan hutan di sekitar areal HGU PT Alno Agro Utama yang memanfaatkan jalan tersebut sebagai akses utama telah mencapai 5.738 hektare.
Areal tersebut disebut telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Anggota Koalisi Bentang Seblat lainnya, Supintri Yohar, mengatakan berdasarkan data terbaru yang dirilis Map Biomas Indonesia, luas areal hutan Bentang Seblat yang mengalami kerusakan dan sebagian besar beralih fungsi menjadi kebun sawit mencapai 30.017 hektare.
“Sementara berdasarkan analisis citra sentinel dalam kurun Januari 2024 hingga Oktober 2025 saja, ditemukan lebih dari 775 titik deforestasi dengan luas total mencapai 3.410 hektar,” katanya.
Selain perambahan di sekitar HGU PT Alno Agro Utama, kerusakan hutan berskala besar juga ditemukan di dalam konsesi dua perusahaan kayu.
Perusahaan tersebut yakni PT Bentara Arga Timber dengan 262 titik kerusakan seluas 1.239 hektare dan PT Anugerah Pratama Inspirasi dengan 243 titik seluas 1.209 hektare.
“Perjanjian kerja sama antara PT Alno Agro Utama dan BKSDA menjadi salah satu pembuka akses ilegal farming dan ilegal logging yang sedang berlangsung di kawasan habitat alami gajah Sumatera. Menteri Kehutanan harus membatalkan perjanjian tersebut jika benar benar ingin menyelamatkan habitat gajah Sumatera terakhir di Provinsi Bengkulu,” kata Akademisi Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu, Gunggung Senoaji.
Menurutnya, kawasan hutan yang hilang di wilayah konsesi tersebut merupakan bagian dari koridor jelajah gajah.
Koridor ini berfungsi sebagai jalur migrasi, sumber pakan, hingga ruang yang memfasilitasi proses reproduksi alami.
“Saat ini dibutuhkan koridor yang aman bagi gajah untuk menjalankan fungsi ekologis juga fungsi reproduksi untuk mempertemukan dua kantong habitat gajah yang tersisa yaitu kantong Air Rami dan kantong Air Ipuh,” katanya.
Ia menambahkan bahwa percepatan alih fungsi hutan menjadi perkebunan, lahan budidaya, hingga permukiman meningkatkan potensi konflik antara manusia dan gajah.
Kondisi serupa juga terjadi di wilayah habitat gajah Sumatera lainnya seperti Aceh dan Riau, yang mencatat tingginya kematian gajah akibat perburuan, keracunan, dan benturan dengan aktivitas manusia.
Gabung grup Facebook TribunBengkulu.com untuk informasi terkini