TRIBUNBANYUMAS.COM, CILACAP - Kawasan Cilacap Heritage di sepanjang Jalan Ahmad Yani kini menjelma menjadi ruang publik favorit warga, menghadirkan perpaduan suasana tempo dulu dengan sentuhan modern yang kian hidup, terutama saat sore hingga malam hari.
Deretan bangunan bergaya klasik yang ditata rapi, jalur pedestrian lebar dengan guiding block, serta ornamen tradisional membuat kawasan ini ramai dipadati warga yang sekadar berjalan santai, berfoto, hingga menikmati suasana kota.
Identitas Cilacap sebagai kota pesisir juga terasa kuat melalui ikon penyu yang menghiasi sejumlah elemen kawasan, mulai dari ornamen lampu jalan hingga tempat sampah, menjadi simbol khas yang menegaskan keterikatan Cilacap dengan konservasi satwa laut dan wilayah perairan selatan Jawa.
Saat malam Minggu, antusiasme warga kian memuncak hingga arus lalu lintas di Jalan Ahmad Yani kerap tersendat, seiring banyaknya kendaraan yang melintas dan berhenti di sekitar kawasan heritage tersebut.
Suasana yang semarak juga diiringi hadirnya pedagang kaki lima, musisi jalanan, serta komunitas warga yang memanfaatkan ruang publik sebagai sarana hiburan gratis dan terbuka untuk semua kalangan.
Meski demikian, di balik ramainya kunjungan, persoalan kebersihan masih menjadi pekerjaan rumah, karena di beberapa titik masih ditemukan sampah sisa makanan dan minuman yang ditinggalkan pengunjung.
Bupati Cilacap, Syamsul Aulia Rachman, menyampaikan bahwa penataan kawasan Cilacap Heritage masih terus berjalan dan ditargetkan rampung sepenuhnya pada akhir tahun ini.
“Insyaallah akhir tahun pekerjaan selesai, maksimal tanggal 25 Desember sudah beres dan nanti kita resmikan secara sederhana,” ujar Syamsul.
Ia menegaskan, ke depan pemerintah daerah akan mengatur alur kawasan secara lebih tertib, termasuk penataan pedagang agar tidak mengganggu fungsi pedestrian dan lalu lintas.
“Nanti akan kita sesuaikan alurnya bagaimana, penataan penjual di area mana, kami ingin area di atas pedestrian ditata kembali, berjualan kita atur, tidak boleh berjualan di atas trotoar atau di bahu jalan,” tegasnya.
Baca juga: Petani Kampung Laut Cilacap: Kembalikan Tanah Leluhur Kami!
Sementara itu, Ketua Tim Kesenian dan Pembina Tenaga Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cilacap, Anshor Basuki, menyoroti pentingnya penguatan identitas kawasan, termasuk dalam hal penamaan.
Menurutnya, penggunaan istilah seperti 'Kota Lama', 'titik nol', atau 'Malioboro' justru berpotensi mengaburkan karakter Cilacap karena nama-nama tersebut sudah melekat pada daerah lain.
“Nama-nama itu tidak menciptakan identitas yang berbeda, karena Kota Lama ada di Semarang dan Jakarta, titik nol ada di banyak kota, dan Malioboro identik dengan Yogyakarta,” kata Anshor.
Ia mengusulkan agar kawasan tersebut menggunakan nama yang lebih merepresentasikan jati diri Cilacap, seperti 'Serambi Nusa Kambangan' atau 'Latar Nusa Kambangan'.
“Nama itu eksklusif dan melekat dengan Cilacap, sehingga siapa pun yang ingin datang ke Serambi Nusa Kambangan pasti harus ke Cilacap, ini akan mengangkat citra dan pariwisata daerah,” ujarnya.
Dengan penataan berkelanjutan, identitas lokal yang kuat melalui simbol penyu, serta kesadaran pengunjung menjaga kebersihan, kawasan Cilacap Heritage diharapkan menjadi wajah baru kota yang nyaman, tertib, dan membanggakan. (ray)