ICW Soroti Pengambilalihan Kasus Oknum Jaksa oleh Kejaksaan Agung, Publik Desak Transparansi
December 21, 2025 07:03 PM

 

BANGKAPOS.COM--Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengambil alih penanganan perkara tiga oknum jaksa yang terlibat dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Warga Negara Asing (WNA) asal Korea Selatan.

Perkara tersebut sebelumnya berada di bawah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menjadi sorotan publik lantaran melibatkan aparat penegak hukum sendiri.

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menyatakan kekhawatirannya terhadap potensi konflik kepentingan akibat pengambilalihan kasus oleh Kejaksaan Agung.

 “Penanganan kasus jaksa korupsi oleh Kejaksaan Agung dapat menimbulkan konflik kepentingan dan berpotensi melokalisir kasus,” kata Wana kepada wartawan, Sabtu (20/12/2025).

Menurutnya, Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK semestinya menjadi pintu masuk untuk melakukan reformasi internal di institusi Kejaksaan, bukan justru diproses secara internal tanpa melibatkan lembaga pengawas eksternal.

Wana menambahkan bahwa adanya OTT yang menjerat jaksa menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan internal Kejaksaan.

“Adanya jaksa yang ditangkap membuktikan bahwa fungsi pengawasan yang dilakukan di internal Kejaksaan tidak berjalan secara baik. Padahal, fungsi pengawasan internal penting untuk memastikan kerja penegakan hukum oleh Kejaksaan dilakukan secara tepat,” tegasnya.

Komjak Minta Jaksa Tersangka Dipecat

Komisi Kejaksaan (Komjak) menegaskan bahwa para oknum jaksa yang terjerat kasus pemerasan di Kejari Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan, Kejati Banten, dan Kejari Kabupaten Tangerang harus dipecat dan diproses pidana.

“Proses pidana dan dipecat saja. Sudah mencemarkan nama baik institusi,” ujar Ketua Komjak Pujiono. Komjak juga menegaskan bahwa jaksa yang masih buron wajib menyerahkan diri agar proses hukum dapat berjalan tanpa hambatan.

MAKI Desak Reformasi Internal Kejaksaan

Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengungkapkan keprihatinannya terkait kasus yang menjerat oknum jaksa tersebut.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menekankan pentingnya Kejaksaan Agung untuk tidak hanya menindak korupsi di luar institusi, tetapi juga menegakkan integritas di dalam.

“Kantor pusat berprestasi, tapi kemudian yang nakal memanfaatkan situasi itu. Untuk menakut-nakuti birokrasi daerah dengan cara memeras atau menerima suap,” katanya.

Boyamin menambahkan bahwa tata kelola internal Kejaksaan harus diperkuat.

“Kalau ada yang melanggar, dihukum dengan keras supaya yang lain tidak ikut-ikutan. Selain itu, dibuat tata kelola yang baik ketika menangani perkara, termasuk audit jika kasus tiba-tiba melandai. Jangan sampai berhentinya kasus karena ada suap, pemerasan, atau intervensi lain,” imbuhnya.

Koordinator MAKI juga menyinggung hubungan antara KPK dan Kejaksaan.

Menurutnya, KPK berupaya menunjukkan adanya kelemahan di internal Kejaksaan meski pihak pusat Korps Adhyaksa berprestasi. 

“Terlepas dari motifnya, saya tetap mendukung KPK membersihkan penegak hukum dan dirinya sendiri. Di mana KPK juga banyak perkara mangkrak yang harus dibersihkan,” tandas Boyamin.

Kejaksaan Agung Ambil Alih Kasus dari KPK

Kejaksaan Agung secara resmi mengambil alih kasus dugaan pemerasan oknum jaksa di wilayah Banten dari KPK.

Pengambilalihan ini dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Kejagung yang diterbitkan sehari sebelum KPK menggelar OTT, yakni pada 17 Desember 2025.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa kasus tersebut kini sepenuhnya ditangani Korps Adhyaksa.

Seremonial penyerahan para pihak terduga pelaku korupsi dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Jumat (19/12/2025) dini hari.

Total ada tiga orang yang diserahkan, terdiri dari satu jaksa, satu pengacara, dan satu ahli bahasa.

Identitas ketiga terduga pelaku belum diungkap ke publik.

“Kami ingin menyampaikan terkait koordinasi dan kolaborasi penanganan tindak pidana korupsi antara KPK dengan Kejaksaan Agung. Kami telah melakukan penyerahan orang dan barang bukti,” ujar Asep.

Kejagung Pastikan Proses Hukum Transparan

Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa pihaknya menjamin tidak akan menutupi proses hukum terhadap tiga oknum jaksa yang terlibat kasus pemerasan.

Satu di antara jaksa tersebut, Redy Zulkarnain, yang menjabat Kepala Subbagian Daskrimti dan Perpustakaan di Kejaksaan Tinggi Banten, sempat terjaring OTT KPK.

Pengambilalihan kasus ini, kata Anang, tidak berarti ada upaya menutupi fakta.

“Percayakan, nanti perhatikan proses penyidikan dan persidangannya, kita terbuka dan kita tidak akan tutup-tutupi,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa Kejaksaan selama ini cukup terbuka terhadap kasus pidana yang melibatkan internal institusi.

Anang juga mengakui adanya kekhawatiran publik terkait potensi konflik kepentingan karena kasus ini melibatkan anggota Kejaksaan sendiri.

Namun, ia menegaskan bahwa waktu dan proses hukum yang akan membuktikan apakah penanganan kasus benar-benar independen.

 “Tanyakan ke kami semua, kita terbuka, transparan. Waktu yang akan membuktikan soal potensi konflik kepentingan,” ujarnya.

Sorotan Publik dan Harapan Reformasi

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan oknum jaksa yang seharusnya menjadi penegak hukum, bukan pelaku tindak pidana.

ICW, MAKI, dan Komjak menekankan pentingnya reformasi internal dan penguatan pengawasan agar institusi Kejaksaan tetap dipercaya masyarakat.

Wana Alamsyah dari ICW menegaskan, kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi Kejaksaan untuk memperbaiki sistem pengawasan internal.

“Alih-alih reformasi, pengambilalihan kasus oleh Kejaksaan Agung menunjukkan kurangnya komitmen pemberantasan korupsi di internal penegak hukum,” katanya.

Sementara itu, Boyamin Saiman menambahkan bahwa penguatan tata kelola internal, transparansi, dan penindakan tegas terhadap oknum yang melanggar merupakan kunci menjaga kredibilitas institusi.

 “Jika ada oknum melanggar, hukum dengan keras supaya yang lain tidak ikut-ikutan,” imbuhnya.

Publik pun menaruh perhatian besar terhadap perkembangan kasus ini, mengingat implikasinya terhadap citra penegakan hukum di Indonesia.

Keterbukaan, akuntabilitas, dan kepastian hukum menjadi tuntutan utama dari masyarakat agar institusi Kejaksaan tetap dipercaya sebagai lembaga penegak hukum yang profesional dan berintegritas.

Kasus pemerasan yang menjerat oknum jaksa ini menjadi peringatan bagi seluruh aparat penegak hukum, bahwa siapapun yang melanggar hukum, tak peduli posisinya, harus diproses sesuai aturan yang berlaku.

Hal ini menjadi bagian penting dalam upaya membersihkan birokrasi hukum dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merusak kepercayaan publik.

Dengan pengambilalihan kasus oleh Kejaksaan Agung, masyarakat menunggu langkah konkret berupa proses hukum yang transparan, adil, dan terbuka, serta reformasi internal yang mampu mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa depan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.