TRIBUNNEWS.COM - Mahasiswa Indonesia menorehkan prestasi di panggung dunia.
Dalam ajang International Naat Al-Sharif Poetry Competition 2025, lomba penulisan syair pujian untuk Nabi Muhammad SAW yang digelar dalam rangka peringatan 1500 tahun kelahiran Rasulullah, Bagja Putra berhasil meraih Juara III kategori Bahasa Inggris.
Bagja, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Türkiye dan Studi Tafsir Risalah An-Nur di Gazi Üniversitesi, Ankara, Turki, menjadi satu-satunya penyair berbahasa Inggris yang masuk jajaran pemenang.
Ia bersanding dengan peraih Juara I kategori Bahasa Arab dari Mauritania serta Juara II kategori Bahasa Prancis dari Maroko dan Bahasa Persia dari Iran.
Kompetisi ini diselenggarakan secara internasional di bawah koordinasi OKI–IRCICA (Research Centre for Islamic History, Art and Culture) bekerja sama dengan Kepresidenan Republik Turkiye.
Peserta datang dari berbagai belahan dunia dengan membawa karya Na’at—syair pujian kepada Rasulullah SAW—dalam beragam bahasa, mulai dari Arab, Turki, Inggris, Prancis, hingga Persia.
Mengusung tema kecintaan dan pengagungan terhadap Nabi Muhammad SAW, setiap karya menjadi wadah ekspresi spiritual yang mempertemukan sastra dengan rasa cinta kepada Baginda Rasul.
“Bagi saya, tema ini bukan semata perlombaan, melainkan bentuk ibadah dan ungkapan cinta terdalam kepada Rasulullah,” ungkapnya dalam sebuah rilis kepada Tribunnews.
Syair yang ditulis Bagja memiliki keunikan tersendiri.
Ia tidak memilih puisi modern, melainkan bentuk gurindam yang dituangkan dalam bahasa Inggris, dikenal sebagai couplets.
Karya tersebut terdiri atas 36 bait dengan total 72 baris, di mana setiap baris dijaga ritmenya antara delapan hingga dua belas suku kata.
Ia mengakui bahwa tantangan terberat adalah menuangkan keagungan sosok Nabi Muhammad SAW ke dalam bahasa Inggris dengan tetap menjaga ketepatan makna sekaligus keindahan bahasa.
Proses kreatif ini memakan waktu lebih dari dua bulan, melalui revisi berulang agar pesan, ruh, dan makna syair dapat diterima secara utuh oleh juri internasional maupun pembaca.
Dalam penggarapan karya tersebut, Bagja banyak terinspirasi oleh Imam Badiüzzaman Said Nursi, ulama besar asal Turki yang dikenal lewat karya monumentalnya Risale-i Nur.
Ia merujuk khusus pada Risalah Mukjizat Nabi Muhammad SAW dan Risalah tentang Mikraj, yang dibacanya dalam bahasa Inggris dan Turki Utsmani.
Menurutnya, Said Nursi bukan sekadar ulama, melainkan perangkai kata yang mampu menjelaskan keagungan Tuhan dan kemuliaan Rasulullah SAW dengan pendekatan yang rasional, namun tetap sarat keindahan sastra.
Selama mengikuti kompetisi, Bagja, yang sibuk kuliah sambil mengkaji sekaligus menerjemahkan Tafsir Risale-i Nur ke dalam bahasa Melayu dan mengajar Islamic Studies Dasar di Kedutaan Besar Brunei Darussalam Ankara, memilih menyimpan kabar keikutsertaannya sendiri.
Rasa kurang percaya diri membuatnya tidak bercerita kepada siapa pun, kecuali bersandar pada keyakinan batin dan doa.
Kabar kemenangan justru datang secara tak terduga saat ia berada di Provinsi Erzurum, mengikuti daurah pengajian tafsir Risale-i Nur bersama mahasiswa Fakultas Studi Al-Qur’an Universiti Kebangsaan Malaysia.
Email pengumuman diterimanya tanpa keterangan peringkat, karena panitia sengaja merahasiakan hasil akhir hingga malam penganugerahan.
Malam penganugerahan berlangsung pada 17 Desember 2025 di Konya, Turkiye.
Suasana terasa khidmat dan mengharukan, dihadiri perwakilan negara-negara anggota OKI, pejabat Pemerintah Turkiye, mantan Duta Besar Turkiye untuk Indonesia, serta Menteri dari Britania Raya.
Di hadapan tamu kehormatan internasional, Bagja menerima langsung penghargaan Juara III kategori Bahasa Inggris.
“Perasaan saya bercampur antara haru, syukur, dan bangga. Dapat membawa nama Indonesia di panggung internasional di Turkiye adalah kehormatan yang tak ternilai,” ujarnya.
Kehadiran perwakilan KBRI Ankara, Bhakti dan Salman, turut menambah rasa percaya diri dan semangat.
Ia pun meyakini bahwa capaian ini patut disyukuri sebagai bagian dari prestasi budaya bangsa.
Di balik keberhasilan tersebut, tersimpan kisah personal yang mendalam.
Bagja meyakini kemenangan ini tak lepas dari doa dan pesan dua sosok ibu dalam hidupnya: ibu kandungnya, Hj. Siti Maryati, serta ibu angkatnya, almarhumah Mamah Jojoh Johariyah.
Keduanya semasa hidup sangat berharap ia mendalami Al-Qur’an dan hakikat-hakikat di dalamnya.
Pada awalnya, syair ini ditulis singkat sebagai ungkapan duka dan penghormatan untuk sang almarhumah melalui puisi berjudul “Sang Ratu Lebah / The Bee Queen”.
Namun, ketulusan emosi yang tercurah membuatnya menyadari bahwa karya tersebut layak dipersembahkan kepada sosok yang jauh lebih agung, yakni Nabi Muhammad SAW.
Prestasi ini menjadi penyemangat untuk terus berkarya di jalur sastra religius.
Bagja bercita-cita mengikuti jejak para ulama dan sastrawan besar, yang membuktikan bahwa dakwah tidak hanya disampaikan dari mimbar, tetapi juga melalui pena dan karya sastra yang melintasi zaman.
Melalui kompetisi syair internasional ini, ia ingin menyampaikan nilai-nilai Islam dengan keindahan bahasa, mempertemukan iman dan akal, serta menjadikan sastra sebagai jembatan lintas budaya dan generasi.
Turkiye, dengan sejarah keilmuan dan peradaban Islam yang kuat, memiliki makna khusus baginya sebagai ruang tumbuh dan persembahan karya kepada dunia.
Bagja berharap pencapaian ini menjadi bukti bahwa sastra Indonesia mampu bersaing di tingkat global, sekaligus menjadi penghubung antara iman, budaya, dan peradaban.
"Semua ini adalah karunia dari Tuhanku," ungkapnya.
(*)