Mantan Kekasih Oknum Polisi di Batam Tutup Pintu Maaf, Minta Arga Dipecat: Semua Harapan Saya Hancur
December 21, 2025 11:07 PM

TRIBUNBATAM.id, BATAM – Fm (28), perempuan yang menjadi korban dugaan kekerasan fisik dan psikis oleh oknum polisi di Batam, Brigpol Yesaya Arga Aprianto Silaen menutup ruang maaf untuk mantan kekasihnya itu.

Wanita itu mengaku mengalami penderitaan mendalam.

Mulai dari kekerasan, kehamilan yang berujung keguguran, hingga kehilangan pekerjaan dan masa depan.

Ia berharap institusi kepolisian memberikan hukuman berat terhadap Arga, termasuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

“Sudah tidak ada lagi pintu maaf. Harapan saya satu, dia dihukum berat dan di-PTDH oleh institusi kepolisian,” tegas FM, Minggu (21/12/2025).

FM menceritakan awal perkenalannya dengan Arga melalui media sosial.

Baca juga: Tangis Ibu Oknum Polisi di Batam Buka Suara Soal Kasus Anaknya: Mengapa Dizalimi Seperti Ini?

Pelaku kemudian menemui dirinya di Belawan dan mengajak FM ke Batam dengan janji akan menikah. 

Demi janji tersebut, FM meninggalkan pekerjaannya dan seluruh kehidupannya di kampung halaman.

Namun setibanya di Batam, FM justru mengaku diperlakukan tidak layak. Kekerasan yang dialaminya disebut berulang kali terjadi, hingga menyebabkan ia hamil dan akhirnya mengalami keguguran akibat penganiayaan.

“Semua harapan saya hancur. Saya kehilangan pekerjaan, kehilangan janin saya, dan harus menanggung luka fisik serta trauma,” ujarnya dengan suara bergetar.

Lebih menyakitkan lagi, pernikahan yang dijanjikan tidak pernah terwujud. FM bahkan dipulangkan ke kampung halamannya tanpa pendampingan dari Arga.

“Kalau sekarang mereka bilang mau bertanggung jawab, itu sudah tidak ada gunanya lagi,” katanya.

Saat ini, Brigpol Arga diketahui telah menjalani penempatan khusus (Patsus) di Polda Kepri. FM berharap proses hukum dan etik berjalan transparan dan berkeadilan.

Di tempat terpisah, kuasa hukum FM, Lisman Hulu, S.H. dari Kantor Hukum Lisman Hulu & Partners, membantah keras pernyataan orang tua Arga yang sebelumnya menyebut pihak korban telah melakukan tindakan zalim.

“Kami bantah dengan tegas. Tidak pernah ada upaya dari kami maupun klien kami untuk menghalangi keluarga pelaku bertemu atau berkomunikasi,” kata Lisman.

Lisman menyebut pihaknya justru membuka ruang komunikasi secara etis dan prosedural.

Namun, menurutnya, niat baik tersebut tidak pernah direspons dengan sikap yang pantas dari keluarga pelaku.

“Kalau memang ada niat baik, lakukan sesuai prosedur dan etika. Tapi faktanya tidak ada,” ujarnya.

Lisman juga mengungkap adanya dugaan keterlibatan orang tua Arga dalam perkara ini.

Salah satunya, dugaan pembungkaman komunikasi korban dengan keluarganya saat FM berada di rumah sakit.

“Kami melihat ada keterkaitan dan dugaan keterlibatan orang tuanya. Ini masih dugaan, tapi ada bukti-bukti yang kami pegang, termasuk pemblokiran nomor klien kami dan tindakan-tindakan lain yang sangat tidak berperikemanusiaan,” jelasnya.

Menurut Lisman, orang tua Arga yang dikenal sebagai tokoh adat seharusnya memahami norma dan nilai budaya.

“Secara adat dan agama, bagaimana mungkin klien kami diperlakukan seperti itu? Ini justru terkesan membenarkan perbuatan anaknya,” tegasnya.

Lisman juga menyoroti fakta bahwa pertemuan kedua keluarga hanya terjadi dua kali, yakni pada April dan 6 Oktober 2025, itupun terakhir setelah FM mengalami keguguran.

“Kalau memang ada itikad baik, tentu komunikasi tidak hanya satu atau dua kali. Jangan hanya omong kosong,” katanya.

Lisman menegaskan, setelah putusan sidang etik di Polda Kepri yang dijadwalkan pada 23 Desember mendatang, pihaknya akan mempertimbangkan langkah hukum lanjutan, termasuk kemungkinan melaporkan orang tua pelaku ke ranah pidana.

“Kami akan pertimbangkan upaya hukum selanjutnya. Biarkan waktu dan hukum yang membuktikan semuanya,” tutupnya. (TribunBatam.id/Pertanian Sitanggang)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.